Search This Blog

Thursday, December 11, 2014

Araminta Spook, My Haunted House

Judul : Araminta Spook, My Haunted House
Pengarang : Angie Sage
Tebal : 130 hlm
Cetakan: 1, Oktober 2014
Penerbit : Noura Books

23516812


Satu hal yang menakjubkan dari para penulis adalah mereka mampu menciptakan karya yang belum pernah kita—para pembaca—memikirkan tentang hal itu sebelumnya, kemudian membuat kita menepuk jidat sendiri sambil berkata, “Ah, sesederhana itu, kenapa tidak terpikirkan sejak dulu!” Sejakseri Septimus Heap, pengarang yang satu ini memang sudah memukau saya dengan caranya sendiri. Angie Sage menulis sebuah novel petualangan sihir yang hampir menyaingi (dan mungkin agak-agak mirip) ke-epik-an Harry Potter tapi tetap dengan cita rasa yang khas, orisinal, dan unik miliknya sendiri. Penulisan mantra dengan huruf kapital ber-font Tebal serta setting Kastel yang magical sungguh unik dan bisa menyeret pembaca melupakan sejenak Harry Potter untuk kemudian masuk dalam dunia Magyk ciptaan Angie Sage. Dan, ketika seorang penulis mempu menyeret para pembaca dalam karya ciptaannya, maka penulis itu bisa dibilang telah berhasil, seperti kisah Araminta berikut ini.

                Seri Araminta Spook merupakan serial buku anak karya Angie Sage. Yup, selain menulis novel fantasi, penulis ini ternyata jago menulis buku anak-anak. Total ada 6 seri (saya lihatnya di Goodreads) dan 3 seri pertama langsung saya lahap dengan rakusnya. Buku pertama, My Haunted House, adalah kisah pembuka. Kita akan diperkenalkan dengan seorang anak kecil yang usil, kreatif, agak bandel, sangat ingin tahu, pemberani, sekaligus tidak mau kalah yang bernama Araminta yang tinggal bersama bibi dan pamannya di sebuah rumah tua berhantu. Dan, judul rumah hantu memang selalu menarik rasa penasaran dan ingin tahu pembaca. Keren sekali penulis memulai serinya dengan judul ini, karena pembaca jadi penasaran untuk membuka dan mencicipi serial ini.

                Pengambaran rumah hantu yang ditinggali Araminta—anehnya—malah saya temukan di buku ketiga serial ini, yakni di Frognapped.

                “Spookie House adalah rumah yang luar biasa besar. Aku tidak tahu jumlah kamar yang ada karena kapan pun aku mulai menghitung, aku yakin beberapa kamar berpindah tempat hanya untuk menggangguku. Sehingga aku harus menghitungnya dua kali atau tidak sama sekali. Kemudian, ada kamar-kamar rahasia, dan aku hanya tahu satu di antaranya karena sudah jelas yang lainnya adalah rahasia. Kamar rahasia yang kutahu berada di tengah-tengah rumah, di akhir sebuah terowongan rahasia, dan kamar itu milik Tuan Horace, salah satu hantu rumah kami.”

                Selain Tuan Horace, masih ada penghuni lain yang tak kasat mata di Spookie House, yakni hantu bocah dari 500 tahun yang lalu yang bernama Edmund. Dan, seperti telah disinggung di atas, masih ada Bibi Tabby dan Paman Dracul (keduanya manusia) yang menjadi semacam wali dari Araminta. Kemana orang tua Araminta? Rupanya jawabannya masih menjadi misteri yang mungkin akan dijawab Sage di buku-buku selanjutnya. Kembali ke topic, bibi dan paman Araminta ini juga tidak kalah nyentriknya. Sang Bibi adalah tipikal wanita Inggris rumahan dan cerewet, sementara Paman Dracul senang sekali dengan kelelawar dan dia tidur di kantong tidur yang digantung terbalik di atas menara. Pria itu juga tidur di siang hari dan bekerja mengantar pupuk di malam hari.

                Cerita bergulir ketika Bibi Tabby memutuskan untuk hendak menjual rumah tua berhantu itu. Bukan, bukan karena seram, tapi karena pemanas model kunonya yang susah sekali dibersihkan sekaligus dioperasikan, serta luasnya bidang rumah yang harus dibersihkan dengan segenap sarang laba-laba dan kotoran kelelawarnya. Araminta yang sangat menyukai Spookie House pun mulai merajut rencana untuk menggagalkan niat bibinya itu. Dengan dibantu oleh pikiran cerdas dan kreatifnya, Araminta merancang sebuah pertunjukan seram untuk menakuti para calon pembeli rumah itu. Berhasilkah dia? Ending dari buku ini sungguh nyeleneh tapi menyenangkan. Senang sekali buku pertama diakhiri dengan manis seperti itu.


                Membaca Araminta Spook ibarat memakan permen sederhana yang manis dan melegakan hati. Bacaan yang memadukan antara hantu,  petualangan, dan orang dewasa selalu membuat anak tertarik, dan Angie Sage tetap mampu membuatnya sederhana tapi penuh warna. Dikisahkan dengan sudut pandang Araminta—yang masih anak-anak—buku ini memang ditujukan untuk anak-anak dan remaja, walau orang dewasa tetap bisa menikmatinya. Sosok kecil Araminta yang lincah, cerdas, kreatif, dan ingin tahu seperti menyadarkan kepada kita betapa setiap anak terlahir dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka menjalani dan menikmati hidup apa adanya, dengan segala keajaiban di dalamnya. Sesuatu yang semakin terkikis menjelang kita bertambah dewasa.

No comments:

Post a Comment