Judul : Beyonders 3,
Chasing the Prophecy
Pengarang : Brandon
Mull
Penerjemah : Gusti
Nyoman Ayu S
Penyunting : Tendy
Yulianes
Cetakan : 1, 2014
Sampul : Vinsen
Tebal : 694 hlm
Penerbit : Mizan
Fantasy
Terima
kasih tak terhingga kepada Mizan Fantasy yang telah menghadirkan,
menerjemahkan, dan menerbitkan seri Beyonders ke pembaca Indonesia. Terima
kasih, karena petualangan hebat di Lyrian ini kini bisa kami baca secara utuh
dalam bahasa ibu kami, bahasa Indonesia. Sungguh, petualangan Jason dan Rachel
di Lyrian tak terbantahkan lagiadalah petualangan yang luar biasa seru, dengan
alur yang tak tertebak, tokoh yang luar biasa banyaknya (tapi herannya, pembaca
masih bisa hafal siapa Ferrin dan siapa Aram), serta dunia Lyrian yang—tidak
heran banyak yang jatuh cinta kepada benua ini—sangat eksotis. Fablehaven telah
mendapat penerusnya yang sah! Bagi pembaca yang sudah telanjur berkenalan dan
mengikuti petualangan Jason dan Rachel, sungguh kurang sempurna jika belum membaca
buku terakhir dari tiga seri Beyonders ini. Di buku inilah, ramalan tergenapi,
perang besar telah menanti, dan berbagai pertanyaan terjawab pasti. Jika ada
yang penasaran mengapa penduduk Lyrian juga menggunakan bahasa Inggris—bahasa
ibu dari Jason dan Rachel—jawabannya ada di buku ketiga ini. Dan, di buku ini
pula, Jason dan Rachel menemukan takdir mereka di Lyrian.
“Sulit atau tidak, menakutkan atau tidak, itu adalah pilihan yang
benar. Teman-teman kita memerlukan kita. Lyrian memerlukan kita.”(hlm 39)
Mengikuti Beyonders 2 yang mulai
panas, buku ini ibarat puncak dari sebuah epic fantasi yang memuaskan pembaca.
Sebagaimana ramalan di akhir buku 2, Jason dan Rachel sekali lagi harus
berpisah jalan karena ada dua misi besar yang harus mereka lakukan. Bersama
Galloran dan para pasukan, Rachel harus bergerak ke Felrook—kastil dan pusat
kediktaktoran Maldor—dan melakukan pengepungan. Sementara, Jason beserta
beberapa teman (manusia benih, Aram, dan juga drinling) harus mencari petunjuk
akan keberadaan peramal Darian yang lokasi keberadaannya tersimpan di
Perpustakaan Kahyangan di Laut Pedalaman. Tidak satupun dari kedua misi
tersebut yang mudah. Walau sudah merebut kembali Trensicourt dan mendapat
dukungan dari Kaum Drinling, Amar Kabal, dan manusia hutan; pasukan Maldor
masih jauh lebih banyak ketimbang gabungan pendukung Galloran. Sementara itu,
Perpustakaan Kahyangan juga dijaga dengan ketat oleh sesosok mahkluk mengerikan
yang sampai saat ini belum ada yang berhasil lolos hidup-hidup darinya.
Kesulitan membentang di depan, tetapi mereka harus tetap menempuhnya.
“Bahkan, ketika semuanya terlihat buruk, temukanlah jalan keluar.” (hlm
69)
Mengikuti kelompok Jason,
pembaca akan diajak kembali merasakan eksotisme menjelajahi pelosok Lyrian.
Kali ini, perjalanan bergerak ke Laut Pedalaman, menuju pulau Windbreak di mana
Perpustakaan Kahyangan berdiri di tengah-tengahnya. Peta mana peta! Sayang
sekali tidak disertakan peta dalam buku ketiga ini padahal buku ketiga ini
masih tentang menjelajahi Lyrian. Entah apa di versi Inggrisnya tidak
menyertakan peta atau hanya versi terjemahannya. Kalau ada yang kurang dari
buku hebat ini, mungkin kurang peta Lyrian saja. Tapi, abaikan sejenak petanya,
karena khasnya om Brandon Mull ini kalau sudah bercerita susah banget
berhentinya. Tidak peduli karakternya yang banyak banget, dan serumit apa
masalah yang dihadapi karakter-karakter itu, selalu aja ada kejutan dan solusi
tak terduga. Susah banget menebak cerita bergulirnya mau kemana. Sedang
santai-santai membaca, eh tiba-tiba langsung muncul serangan. Kali lain, ketika
keadaan begitu gawat seolah tiada celah, muncul solusi yang masuk akal, tidak
ujug-ujug¸ tapi tetap ada unsur perjuangan. Bisa dibilang, Beyonders adalah
novel fantasi yang realitis, yang kita belajar banyak tentang arti perjuangan
dan pengorbanan kepadanya.
“Satu-satunya cara untuk mengetahui adalah dengan terus mencoba. Kita
bisa menebak apa yang mungkin merusak peluang kita untuk menang, tapi kita
tidak pernah tahu apakah kemenangan masih mungkin terjadi kecuali jika kita
melihatnya hingga titik akhir.” (hlm 235)
Di Pulau Windbreak, Jason dan
kawan-kawan harus menghadapi mahkluk Maumet, si pengubah bentuk yang bisa
menjadi seperti benda apapun yang disentuhnya. Belum ada yang berhasil
mengalahkannya. Selain itu, mereka juga harus menghadapi kejaran para pengintai
yang tak pernah gagal dalam menghabisi korbannya. Belum lagi, Perpustakaan Kahyangan
adalah tempat yang teramat luas dan menimpan ribuan koleksi naskah dan kitab
kuno, dan mereka harus bergegas menemukan manuskrip yang tepat untuk
menunjukkan letak peramal Darian. Sungguh kompleks dan berat rintangan di depan
Jason, seolah semua jalan serba tertutup. Brandon Mull benar-benar memaksa si
tokoh utama hingga mencapai batas sampai akhirnya muncul jalan keluar. Teknik
bercerita seperti ini sering bikin geregetan pembaca, tapi hasilnya akan sangat
memuaskan. Terlihat realistis dan tidak seperti dipaksakan. Ini, plus
bertebarannya kalimat-kalimat motivatif di buku ini.
“Aku bisa bersembunyi di hutan belantara selama sisa hidupku, tapi itu
bertentangan dengan sifat asliku. Misi ini mewakili harapan terakhirku supaya
aku bisa hidup dengan lebih baik. Peluang kita sangat kecil, tapi setidaknya
kita punya satu kesempatan.” (hlm 238)
Karakter paling berkembang di
buku ketiga ini adalah Rachel. Di buku kedua, Rachel sudah belajar sihir lewat
bahasa Edomic dan dia kini menjadi salah satu calon penyihir paling kuat di
Lyrian. Dengan potensinya ini, tentu saja godaan mental terus-menerus datang
menghampiri dengan kekuatan besar yang tergengam di tangannya. Antek-antek
Maldor mendatanginya dalam mimpi, menawarkan kekuasaan dan kekuatan sihir yang
tak terkalahkan dari Maldor sebagai penyihir terakhir. Sepajang kisah ini, kita
diajak untuk menelusup ke pikiran Rachel, tentang pilihan-pilihan yang dia
miliki serta konsekuensi yang mengikutinya. Dia memiliki peran besar, peran
yang sangat menentukan bagi keberhasilan atau kekalahan pasukan Galloran saat
menyerang Felrook. Pada akhirnya, Rachel harus memutuskan di pihak mana dia
akan bertahan di pertempuran besar Lyrian.
“Harapan kita berwarna putih, seputih ledakan orantium.” (hlm 576)
Bersiaplah mengalami cerita
fantasi yang belum pernah Anda baca yang seperti ini sebelumnya. Begitu banyak
aksi, begitu banyak pahlawan, ragam petualangan maut, pengetahuan rahasia, dan
tempat-tempat eksotis untuk dijelajahi. Banyak yang akan berkorban, banyak juga
yang akan dikalahkan. Fakta-fakta rahasia yang akhirnya terkuat, serta
kisah-kisah masa lalu Lyrian yang dirajut secara apik membentuk jalinan kisah
fantasi yang menakjubkan. Kreativitas Brandon Mull dalam menulis cerita
mencapai penghargaan tertinggi di seri ini setelah di seri Fablehaven. Siapa
sebenarnya Torivor, bagaimana nasib para pemindah, juga kaum raksasa yang
menjadi ***** di saat fajar? Perang besar telah menanti di depan, siapkan
pedang dan busur kalian, pakai tameng cangkang kepiting Titan kalian, bawalah satu
atau doa bola orantium, lalu berderaplah maju bersama barisan manusia benih
yang tinggi-anggun, drinling yang tak kenal lelah, manusia hutan dengan
duri-duri dan sulur anggur mematikan di badannya menuju Felrook. Pertahankan
Lyrian, wahai Orang Luar, karena ramalan akhirnya akan tergenapi. Dan, kau
keluar dari buku ini dengan perasaan puas dan—sebagaimana Jason dan
Rachel—bertumbuh lebih dewasa dari sebelumnya.
Pujian khusus selayaknya
dihaturkan untuk sampul novel ini yang sangat menakjubkan. Komposisi warna dan
pemandangan sebuah perpustakaan beratap lengkung adalah pemandangan paling tak
bisa ditolak bagi para pecinta buku. Salut juga untuk terjemahan yang mengalir,
yang minim kata-kata serapan, tetapi tetap mempertahankan aroma Lyrian. Ada
beberapa salah edit seperti di halaman 491 (baris ke-7 dari bawah) yang
sepertinya ada kata "bukan" yang kelupaan ditaruh di depan kata
"berarti". Tetapi, secara keseluruhan buku ini minim typo dan
benar-benar tidak rugi membacanya.
nyebelin, deh. selama ini jadi silent reader review serial ini, tau-tau harus komentar gegara mau ikutan giveaway. bahahaha.
ReplyDeletesebenernya kenapa jadi silent reader itu biar ga terlalu ketauan kalo pengen ngikutin serial Beyonders ini. Nah, biar ga kecewa semisal bukunya ga seru apa gimana, aku memutuskan diem-diem bacain review mas Dion dulu sebagai referensi. tapi ternyata jadi harus buka-bukaan gegara disuruh komentar. huh! jadi kan buka aib ini... argh!
waks,mas Dion....aku belum punya buku yang ini :'( duuuh,keduluan mas Dion nge review deh....untung nggak ada spoiler :v
ReplyDeleteReviewnya keren mas! aku jadi pengen cepet2 beli seri terakhir ini...huwaaa....thanks udah bikin rewienya :D