Search This Blog

Monday, October 14, 2013

Old Shatterhand, the Wild West Journey

Judul : Old Shatterhand, the Wild West Journey
Pengarang : Karl May
Penerjemah : Melody Violine
Penyunting : Muthia Esfand
Sampul : Nuruli Khotimah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifEosKlRzFnv10WpWvxrChFX13hPhVznvZ7HjDBz9GgHXe3dyegdIRyM68ED42_uuzHu87rKRN3Vd3tin03u22APGtWLjFl1tR28kWO2EMBZogpy3j9EAjTxx83Ad3wgPEUqPVoiOs4EXq/s1600/18587293.jpg
                
              Kalau ada seorang pengarang fiksi petualangan yang karyanya begitu digemari dan memiliki kesan mendalam di benak para tokoh besar dunia, maka Karl May tidak diragukan lagi adalah salah satunya. Tidak kurang dari tokoh-tokoh besar sekaliber Einstein, Herman Hesse, bahkan Hitler begitu terpesona dengan kisah petualangan ala padang prairi karyanya. Tulisan Karl May begitu khas. Sosok protagonisnya sedikit banyak menggambarkan sosok si penulis. Ini belum ditambah dengan jalinan cerita yang memikat, yang “sangat petualang”, dan detailnya memesona. Keistimewaan ini semakin sempurna karena fakta bahwa Karl May belum pernah mengunjungi Wild West atau kawasan liar di barat dataran Amerika Serikat ketika ia menulis seri Winnetou, Kepala Suku Apache ini. Belum lagi karakter-karakternya yang sangat “Wild West”. Semua tokoh dalam seri ini begitu khas, dengan ciri uniknya masing-masing, sangat tak terlupakan. Juga cara bicara mereka, gaya kesehariannya; pembaca pasti tidak akan kesulitan untuk membedakannya.

                “Jalan Tuhan sering kali ajaib, tapi tetap sangat alami.” (hlm 132)

                Selama puluhan tahun, tidak terhitung berapa banyak pembaca (terutama remaja pria) yang begitu terpesona dan ingin menjadi sosok seorang Old Shatterhand, atau Winnetou. Gaya bercerita Karl May memang “cowok banget” sehingga tidak heran jika pembaca pria langsung menyukai buku ini, mungkin mereka menemukan sosok ideal seorang pria dalam diri Old Shatterhand atau Winnetou. Bagi pembaca wanita, kisah tentang Winnetou ini juga tidak kalah memikatnya. Dua sosok sentral ini begitu “gentlemen”—sebuah kualitas yang kini sudah banyak ditinggalkan oleh banyak pria modern: (sikap ksatria, jujur, memiliki harga diri, dan menjunjung sumpah setia). Bagi pembaca umum, kisah WInnetou sudah begitu detail dan sangat hidup sehingga hampir-hampir tidak ada alasan untuk tidak membaca seri ini—walaupun hanya sekali.

                “Kalau manusia punya keberanian, berarti dia punya kekuatan untuk mengalahkan binatang terkuat sekalipun.” (hlm 115)

Membaca buku ini, pembaca akan dibawa menjelajahi keindahan dan eksotisme alam liar di Wild West yang digambarkan dengan begitu hidup oleh Karl May. Kekuatan detailnya tentang sosok suku Indian, tentang tata cara menaklukkan mustang liar, tentang perburuan banteng, juga tentang berbagai tips dan trik bertahan hidup di alam liar. Sulit sekali membayangkan bahwa buku ini ditulis oleh seseorang yang sama sekali belum pernah menginjakkan kakinya di kawasan Wild West. Pada seri ini, dikisahkan bagaimana Charlie mendapatkan julukannya “Old-Shatterhand”, juga pertemuannya yang pertama dengan sosok Winnetou yang kelak menjadi sahabat Indiannya. Pertama kali  berjumpa, aura kewibawaan Winnetou begitu kuatnya sehingga bahkan orang-orang yang belum pernah mengenalnya pun akan memberikan penghormatan kepadanya. Kualitas-kualitas sosok seorang Indian pemberani dan juga cerdas, inilah yang membuatnya dikagumi.

“Hanya orang yang kasar dan lemah hati yang meremehkan seseorang dengan kekurangan fisik di luar kuasanya.” (hlm 109)

                Old Shatterhand merupakan seri pertama dari beberapa seri Winnetou, Kepala Suku Apache yang ditulis Karl May pada tahun 1890-an. Seri ini mengangkat kisah tentang seorang pemuda Jerman bernama Charlie yang mencoba menyambung nasib di kawasan liar Wild West di Amerika Serikat. Kala itu, Wild West adalah padang prairie liar yang masih sangat berbahaya. Tempat itu diisi oleh suku-suku Indian yang masih suka berperang, dihantui oleh beruang grizzy yang ganas, dikuasai oleh bison-bison liar, serta kuda-kuda perkasa. Alam liar yang tak terjamah. Pemerintah Amerika hendak membangun jaringan rel kereta api melintasi kawasan itu, dan Charlie pun terpilih sebagai salah satu pengukur karena fisiknya yang kuat serta pikirannya yang cerdas.

                “kadang-kadang kita bisa melakukan sesuatu yang tidak kita pahami sama sekali, asalkan kita benar-benar bertekad melakukannya.” (hlm 263)

                Charlie dan kelompoknya kemudian terlibat dalam konflik dengan suku Indian Apache. Bangsa kulit putih dianggap telah merampas dan menodai tanah suku Indian. Pantas saja  suku asli Amerika ini berang karena tanah suci mereka diterobos tanpa izin, binatang buruan mereka diburu hanya untuk bersenang-senang. Berbeda dengan suku Indian yang mengambil seperlunya dari alam, bangsa kulit putih ingin menguasai semuanya. Karl May seolah menyindir sikap sok arogan bangsa kulit putih lewat tindakan mereka yang kelewat batas dalam mengeksploitasi alam dan menekan suku Indian.

                “Apakah hak kami lebih sedikit daripada kalian? Kalian mengaku kalian adalah orang Kristen dan selalu berbicara tentang kasih. Tapi kemudian kalian berkata kalian boleh mcncuri dari kami, sedangkan kami harus jujur kepadamu. Apakah itu kasih? kalian berkata Tuhan adalah bapak bagii smeua orang kulit merah dan semua orang kulit putih. Apakah Dia bapak tiri kami, tapi bapak kandung kalian? (hlm 128)



                Winnetou dan ayahnya berdiri di garis depan melindungi suku dan wilayahnya. Charlie tahu bahwa adalah hak suku Indian untuk membela diri. Tapi keadaan semakin rumit dengan pembunuhan yang dilakukan salah satu rekan pengukur Charlie, yang akibatnya malah memperuncing pertikaian antara kelompok itu dengan suku Indian Apache. Kemudian, datang lagi suku Indian Kiuai yang bukannya membantu tetapi malah semakin membuat cerita bertambah kompleks karena mereka adalah seteru suku Indian Apache. Dengan menggunakan akal, ketangkasan, dan kecerdikannya, Old Shatterhand harus bergerak cepat untuk menyelamatkan dirinya sendiri, dan juga Winnetou. Kelak, kedua tokoh hebat ini akan dipersatukan sebagai dua orang sahabat yang sangat akrab. Buku pertama ini menandai awal persahabatan dua tokoh besar itu, yang dalam buku-buku selanjutnya ditakdirkan untuk mengalami berbagai petualangan yang luar biasa seru di alam liar Wild West.

            Ditulis pertama kali pada tahun 1890-an, seri Winnetou karya Karl May ini tetap abadi dan dikenang oleh mereka yang pernah membacanya. Dan, petualangan di Wild West ala Old Shatterhand menjadi salah satu petualangan paling epik dan tak terlupakan. Anda harus membacanya, walau cuma sekali. Empat bintang penuh untuk buku hebat ini.

10 comments:

  1. Oh...ini salah satu buku favoritku! Aku udah baca semua seri-nya (4 seri) yg covernya bergambar wajah patung Winnetou (terbitan Pustaka Primatama, yg editornya Pak Pandu Ganesa). Udah pernah baca juga gak? Lebih enak dibaca yg mana, dibanding edisi ini?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak Fanda, aku baca Winnetou pertama kali juga yang gambar patung Winnetou. Entah kenapa, aku lebih dapat baca yg ini. Mungkin karena yg lama bukunya tebal dan berat dan gak enak dipegangnya.

      Delete
    2. Dion alesannya karena bukunya tebal hahahaha paraah...btw aku juga dari dulu pengen punya winnetou itu tapi gk nemu-nemu :(

      Delete
    3. Hahaha iya alasan sih #plakk hahaha padahal edisi itu sekarang malah banyak dicari ya

      Delete
  2. beda versi ya? kalo lebih tebal, berarti ceritanya lebih lengkap yang pustaka primatama dong? bagian cerita yg mana aja yang dipangkas? (asli gak ngerti).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Versi aslinya kan Trilogi (atau tetralogi ya) nah bagian motong-motongnya itu kayaknya yang bikin novel yang satu lebih tebel daripada yang lain.

      Delete
  3. sekarang saya 46 tahun dab kubaca buku ini sejak unur 17 tahun sampai sekarang masih terkenang dan buku masih ada di rumah ortu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini memang benar-benar buku yang sangat berkesan bagi para pembacanya

      Delete
  4. hehehe buku yg sangat berkesan buat saya

    ReplyDelete
  5. Saya membaca kisah ini sejak umur 16 tahun, dulu masih kelas 2 SMA, sekarang usia sy 46 tahun, dan masih teringat akan cerita2 dalam novel tersebut. Mantap

    ReplyDelete