Judul :
The Invention of Hugo Cabret
Pengarang :
Brian Selznick
Penerjemah :
Marcalais Francisca
Penyunting :
Dhewibertha
Sampul/Isi :
Brian Selznick
Cetakan :
1, Januari 2012
Penerbit :
Mizan Fantasi
“Apakah kau
memperhatikan bahwa setiap mesin dibuat untuk alasan tertentu?” (hlm 364)
Entah harus menyebut apa
mahakarya Brian Selznick yang satu ini. Separuh teks dan separuh ilustrasi,
kedua versi itu saling sambung-menyambung membentuk kisah petualangan seorang
bocah 12 tahun bernama Hugo Cabret. Ditulis (dan digambar) dalam satu rangkaian
cerita, Brian Selznick seolah hendak membuktikan bahwa novel dan komik dapat
saja bersatu secara harmonis dan menyusun satu rangkaian cerita yang utuh. Jika
dihitung, porsi antara teks dan gambar begitu seimbang dan pas, tidak membuat
pembaca jenuh. Ketika tiba di bagian yang mensayaratkan narasi panjang, Brian
Selznick akan menggunakan teks. Dan, kemudian, gambar-gambar dengan apik ia
letakkan sebagai bagian dari cerita. Ia membuktikan sendiri betapa (terkadang)
sebuah gambar memang lebih meyakinkan ketimbang 1000 kata. Ketika pembaca mulai
bosan dengan teks, Brian Selznick akan mengejutkan pembaca dengan
halaman-halaman bergambar yang sepertinya dilukis dengan teknik arsisran
pensil. Membaca buku ini, pembaca serasa diajak menebak-nebak ada halaman teks
atau halaman gambar setiap kali mereka membalik sebuah halaman.
The Invention of Hugo Cabret berkisah
ttg seorang bocah berusia 10 -12 yang tinggal bersama pamannya si sebuah
stasiun di kota Paris, Perancis. Setting waktu berlangsung tahun 1931. Hugo
adalah seorang anak dengan kecerdasan mekanis yang luar biasa. Otak dan
jemarinya seolah telah deprogram khusus untuk memperbaiki segala bentuk mesin.
Itulah sebabnya ia bisa segera menyerap pelajaran cara merawat dan menjalankan
seluruh jam di stasiun, yang seharusnya adalah tanggung jawab pamannya yang
pemabuk. Hugo memiliki kegemaran untuk memperbaiki benda-benda yang melibatkan
mesin, per, dan pegas. Ia menyimpan sebuah artefak peninggalan ayahnya yang
telah meninggal akibat kebakaran di museum tempatnya bekerja. Artefak itu
adalah sebuah automaton atau robot versi awal yang digerakkan oleh putaran gir,
gerigi, dan engkol. Namun, automaton itu sudah rusak dan Hugo tidak akan tahu
siapa pemiliknya.
Suatu
hari, pamannya yang pemabuk tidak pulang sehingga Hugo yang masih kecil
terpaksa mencuri susu dan makanan. Ia kelaparan, dan pada saat yang sama
membutuhkan berbagai benda untuk memperbaiki automatonnya. Bocah itupun nekat
mencuri di sebuah toko mainan yang ada di stasiun tersebut, dari Tuan Georges
Mellies. Sayangnya, ia tertangkap dan disuruh bekerja di sana. Buku sketsa
ayahnya dijadikan jaminan. Maka, kini Hugo bisa menyelundupkan sepotong gir
atau sebuah obeng untuk digunakannya memperbaiki si automaton. Ketika akhirnya
selesai, Hugo memutar tuas engkol automaton tersebut, dimana si robot bisa
bergerak sendiri dan sepetinya hendak menulis. Betapa terkejutnya Hugo ketika
mengetahui apa yg ditulis oleh si automaton: Georges Melies!
Dari
sini, misteri mulai terkuak. Ternyata, orang tua penjaga toko mainan itu adalah
seorang tokoh besar di bidang perfilman. Tuan Melies memutuskan mengubur semua
impian dan masa lalunya karena kegagalan yang
ia alami. Kini, tugas Hugo dan temannya untuk menghibur dan kemudian
memberikan semangat kepada orang hebat itu agar bangkit lagi dan membuat
berbagai film hebat karyanya lagi. Berhasilkah mereka?
Sungguh
karya yang luar biasa. Lewat gambar dan tulisan, Brian Selznick mampu mendorong
pembaca untuk kembali menegaskan kembali makna dari mengejar impian. Sebuah
kisah yang indah, dan juga dibawakan melalui perpaduan nan memukau antara
gambar dan tulisan. Buku ini juga telah
difilmkan dan kebanyakan pembaca di Indonesia pasti lebih dulu menonton filmnya
sebelum membaca bukunya. Walau alur ceritanya sudah bisa diketahui, buku ini
tetap perlu dibaca karena berbagai ilustrasi indah yang bertebaran di dalamnya.
Karya yang benar-benar orisinal sekaligus tidak membosankan
No comments:
Post a Comment