Search This Blog

Thursday, August 23, 2012

Altar Suci


Judul  : Altar Suci
Pengarang  : Miftahul Asror Malik
Penyunting  : @rinalubis_stone
Isi  : Bambang
Sampul   : @ferdika
Cetakan   : 1, Agustus 2012 (385 halaman)
Penerbit  : Bening (DIVA Press)


                Setiap zaman, setiap peradaban, memiliki sebuah “pegangan” yang berpengaruh pada kebesaran maupun kejatuhannya, kemajuan ataupun kemundurannya.  Zaman berganti dan puluhan bahkan beratus peradaban hilang dan timbul, silih berganti sebagaimana malam yang berseling dengan siang hari. Adalah Gerbang Tuhan, sebuah pusaka yang menjadi pegangan dari masing-masing peradaban. Ia mengandung kekuatan luar biasa untuk menopang dan membesarkan sebuah peradaban, tetapi di lain pihak pusaka ini juga merupakan sumber segala malapetaka bila digunakan secara keliru. Peradaban lembah Sungai Indus, Mesopotamia, Mesir, Aztec, Romawi, Yunani, dan China; peradaban-peradaban tua tersebut dikatakan pernah memiliki pusaka Gerbang Tuhan ini, yang menjadikan mereka makmur dan mencapai puncak peradaban. Begitu juga Atlantis, sebuah imperium di zaman kuno yang menurut Plato dan Solon pernah menguasai dunia dengan pusaka ini.


                Adalah Aliran Tarekat Suci (yang kemudian disebut Altar Suci) yang bermaksud untuk menemukan dan melacak pusaka ini. Dipimpin oleh Profesor Awalludin, Altar Suci dibentuk dari sekumpulan orang dengan latar belakang etnis dan agama yang berbeda: Mr Robert (pengusaha), Visnu Brahma, Bapa Theodore, Dr Sri Wedari, dan kombes Budi Sasongko. Para petinggi Latar Suci ini kemudian merekrut tiga orang terpilih untuk meneruskan pencarian mereka akan Gerbang Tuhan, yang konon bisa membuat pemakainya berpindah tempat dari satu alam menuju ke alam yang lain serta memungkinkan pemakainya untuk melihat kilasan di masa lalu dan di masa depan.


                Tiga orang pilihan, Noah Samudra (mahasiswa), Linduaji (inspektur kepolisian), dan Ayudia (dosen muda) ditunjuk untuk menjalankan tugas ini. Dengan tekun, mereka ditatar oleh para petinggi Altar Suci. Berbagai fakta sejarah yang selama ini ada tentang peradaban-peradaban kuno dunia pun didedahkan. Mengapa orang Mesir membangun Piramida Giza? Adakah alasan dibalik kemiripan bangunan piramida di Mesir, di Amerika Tengah dan di Jawa (punden berundak)? Apakah Atlantis benar-benar ada? Adakah kaitan antara tenggelamnya Atlantis dengan peristiwa Banjir Besar Nabi Nuh? Dan, apakah Gerbang Tuhan itu benar-benar ada?


                Namun, ketiga pahlawan muda kita harus bergerak cepat. Sebuah perkumpulan tak bernama yang menggunakan simbol bintang segi lima dalam lingkaran turut bergerak mengincar Gerbang Tuhan. Satu demi satu, mereka bergerak dan menghabisi para petinggi Altar Suci. Noah, Ayudia, dan Linduaji harus bergerak cepat mendahului mereka. Belum lagi kemunculan sosok wanita misterius yang datang tiba-tiba dan tampaknya memiliki pengetahuan lengkap tentang Altar Suci yang serba rahasia. Siapakah dalang dibalik pembunuhan para petinggi Altar Suci? Benarkan ada pengkhianat di dalamnya? Lalu, benarkah pusaka Gerbang Tuhan itu kini benar-benar ada di Indonesia? Lalu di mana? Adakah di nusantara ini pernah tumbuh sebuah kerajaan yang mendunia?


Dengan asyik, pembaca akan diajak oleh ketiga orang tersebut dalam upaya penelusuran keberadaan Gerbang Suci, yang konon terus diwariskan antara peradaban yang satu ke peradaban yang lain. Kita akan larut dalam diskusi intelektual mereka, membuka lembaran sejarah dan bab demi bab yang begitu padat akan pengetahuan purbakala, menyingkap masa lampau dan menenggok kembali anggapan-anggapan lama yang mungkin keliru tentang Atlantis dan ras manusia pertama. Buku ini juga dipenuhi dengan banyak catatan kak mengagumkan, yang menunjukkan betapa penulis memang menggarapnya berdasarkan riset dan referensi bacaan yang kuat (terlepas dari shahih atau tidaknya data yang diajukan).


Kekurangan dari novel ini mungkin, salah satunya, adalah ketiadaan gambar atau foto. Jika penulis memasukkan foto dari situs-situs sejarah yang menjadi latar dalam buku ini, ceritanya mungkin akan semakin seru. Demikian juga jika simbol-simbol itu turut digambarkan, imaji pembaca pasti akan langsung dibuai dalam aroma petualangan nan mempesona. Namun, demikian, acungan jempol perlu diberikan kepada penulis yang benar-benar melakukan riset sehingga mampu menghasilkan paragraf-paragraf berbobot dalam buku ini, yang menjadikannya bak The Da Vinci Code dari nusantara, atau paling tidak, menjadi penerus Rahasia Meede karya E.S. Ito nan mempesona itu. Catatan kakinya juga agak kurang jelas cetakannya, padahal inilah salah satu bagian paling menarik dari buku ini. Untuk penulisnya, saya ucapkan: "Good job!"

2 comments:

  1. Wah, komentarmu mengenai buku ini The Da Vinci Code nusantara jadi pengen baca sumpah. Kayaknya emang keren. Masukin wishlist dulu ah, kapan2 pinjem yak mas *ga modal*

    ReplyDelete
  2. isi novelnya mungkin seperti novel karya Zhaenal Fanani ya mas?

    ReplyDelete