Judul : Narend, Petualangan ke Tanah Kutukan
Penulis : Linuwih Nata Permana
Editor : Diah Merta
Tebal : 291 halaman
Cetakan : September, 2006
Penerbit : Liliput
Ini adalah petunjuk menuju istana yg telah terkubur,
Pusaka putra raja-raja yang masyur
Tersembunyi harta tiada tara, namun maut mengelilinginya
Iblis-iblis yang mengendap-endap di udara
Hanya putra raja dalam naungan empat lengan dewa
Berjodoh melepas jerat kutuk mantera
Melebihi ekspektasi! Itulah yang bisa saya katakan pada fiksi fantasi lokal ini. Pertama kali menemukannya terselip di antara buku-buku tua di Shopping Center Yogyakarta , novel model middle age fantasi karya anak bangsa ini ibarat sebuah harta karun takternilai bagi pecinta fantasi. Pertama, karena buku ini sudah tidak terbit lagi sehingga sulit dijumpai di toko buku. Kedua, Penerbit Liliput yang mengkhususkan diri untuk menerbitkan karya-karya fantasi lokal itu kini sudah tidak beroperasi lagi. Ketiga, novel fantasi ciamik ini saya dapatkan dengan diskon 50% setelah melalui negosiasi ala sesama orang Jogja hehehe.
Sekarang balik ke Narend. Ini adalah perpaduan antara salah satu episode film Indiana Jones dan pelayaran Sinbad Sang Pelaut. Buku novel fantasi ini mengisahkan tentang perjalanan seorang remaja bernama Narend yang memimpikan petualangan dan pelayaran dan samudra raya. Bersama empat sahabat setianya, Ayaghbeni, Kung Tao, Mahesz, dan Hilal, pemuda ini berpetualang ke tanah Hindustan yang berselimut misteri untuk mencari harta karun. Kedengarannya membosankan dan sudah tahu ceritanya, namun jangan cepat menyimpulkan sebelum membacanya sendiri. Keunggulan Narend bukan terletak pada alur ceritanya, tapi pada bagaimana si pencerita itu bercerita. Untuk kelas fiksi fantasi lokal, Narend tampaknya digarap dengan sangat serius oleh sang penulis. Riset sejarah, pemetaan geografis, hingga nama-nama kota pelabuhan zaman kuno ditelusur ulang melalui perjalanan sang tokoh utama.
Narend sendiri berkisah tentang seorang pemuda bernama Narend yang sehari-hari bekerja di perpustakaan kota Qaruniyah, dekat Khartago, pesisir Afrika Utara. Ia awalnya hidup sebatang kara sebelum kemudian diadopsi oleh pamannya, Mourad yang bekerja sebagai kepala perpustakaan tersebut. Kecerdasan sang penulis tampak pada deskripsinya tentang zaman itu, detail historis dan pemilihan kata serta artefak yang digunakan benar-benar membuat pembaca diajak kembali ke era petualangan Sinbad sang pelaut.
“Patung rusa jantan dari Arcadia, patung pelempar cakram Athena, arca Dewa Pengetahuan Ganesha dari Benares, patung-patung beberapa dewa Sumeria, seperti Marduk dan Nannar, tembikar-tembikar indah dan dua guci berhiaskan batu giok dari Negeri Cina.´(hlm 9).
Lihatlah betapa detail sang pencerita dalam melengkapi ceritanya. Uraiannya begitu lengkap, deskripsi yang digunakan juga pas serta berbau “kuna”, walaupun seperti agak bertele-tele. Lanjut ke cerita, deh. Narend akhirnya bertemu seorang ahli nujum ari Nimea, yang membisikkan bahwa Narend akan menemui kejayaan jika dia berani berpetualang ke tanah Hindustan . Bersama teman karibnya ayaghbeni dan seorang mahasiswa antripolog dari Universitas Meehabad, Narend berjibaku melepaskan diri dari kejaran Shadow Khan, penyihir hitam yang juga mengincar harta tanah Hindustan .
Akhirnya sauh diangkat, layar dikembangkan, dan dimulailah perjalanan menuju Samudera Marabahaya. Walaupun petualangan di kota Qoruniyah cukup menyita banyak bagian dari novel ini, namun petualangan sebenarnya dimulai di Teluk Afgan, dimana Narend dan kawan-kawan berlatih untuk menghadapi Temujin, sang bajak laut ganas dari kawasan itu. Kemudian, mereka dihantam badai di Samudra Marabahaya, menyaksikan sihir hitam yang ditenung dari seberang benua, hingga akhirnya kandas di muara Gangga karena tsunami raksasa.
Petualangan berikutnya berlanjut di tanah Hindustan. Karena kekurangan uang, Kung Tao dan Hilal yang memang bertubuh besar dan andal dalam seni bertarung mengikuti turnamen di kota Hyderabat. Dengan penuh keberanian, mereka berhasil mengalahkan Empat penjagal dari Madras sehingga memperoleh cukup uang menuju kota terlarang di utara, tempat harta itu tersimpan. DI Hyderabat pula Narend mulai menguraikan teka-teki tentang Kota Mati yang membawa maut bagi siapa yang mendatanginya. Lalu, akankah rombangan Narend berhasil mencapai Kota Mati? Apa maksud dari teka-teki iblis-iblis yang mengendap-endap di udara? Siapa pula sang putra raja dan apa yang dimaksud dengan empat lengan dewa? Jawabannya, sesuai dengan tagline penerbit Liliput, yakni Bacalah dan Kau akan Tahu!
Satu ucapan bagus dari Kung Tao bagi mereka yang gemar berpetualang (dalam hal apapun, tidak selalu dalam melakukan perjalanan) namun masih ragu-ragu:
“Segala sesuatu ada risikonya, namun setiap masalah pasti ada penyelesaiannya. Paling utama adalah keberanian dalam bertindak, bukan ketakutan pada sesuatu yang belum kita ketahui karena belum pernah dicoba.” (hlm 284).
Ramean mana sama Dunsa? Wih.. Pengarang Indonesia kayaknya lg booming di genre fantasy nih.. Aku baru punya Dunsa, tapi itu juga belum dibaca-baca..
ReplyDeleteRamean Dunsa, tp aku ;bh suka Narend krn kl Dunsa itu kentel banget romantisnya hadehhh, kalo yg ini full adventure trus riset sejarahnya keren
ReplyDeleteeh harganya berapa Dion? itu covernya serem *agak parno itu naga apa ular ya?* --"
ReplyDeleteHarganya 25rb, tp ini buku lama jd sudah ngak ada di toko. Penerbitnya juga sudah ngak beredar lg
Delete