Judul : Dark Goddess
Pengarang : Sarwat Chadda
Penerjemah : Ferry Halim
Penyunting : Fenty Nadila
Penyerasi : Jia Effendie
Pewajah isi : Nur Aly
Cetakan : 1, September 2011
Tebal : 480
Penerbit : Atria
Pengabungan antara fiksi-fantasi dengan tema-tema kontroversi dalam historika dunia, itulah yang mungkin hendak disampaikan oleh Sarwat Chadda dalam Dark Goddess. Novel Dark fantasy yang merupakan sekuel dari novel pertamanya, Devil Kiss, ini memungut topik-topik menarik dalam sejarah dan geografis dunia, untuk kemudian dipadukan dengan tren fiksi bertema vampire dan manusia serigala yang saat ini sedang booming pasca meledaknya Twilligt dan Vampire Diaries. Dalam novel ini, penulis menggunakan kelompok Ordo kesatria Templar sebagai kelompok pejuang utama. Ordo yang pernah menjadi begitu populer lewat The Da Vinci’s Code ini dimunculkan kembali dalam bentuk yang lain, yang lebih fantastis. Jika dalam sejarah, ordo ini dibentuk sebagai pasukan pelindung Yerusalem semasa Perang Salib, maka dalam buku ini mereka dipersiapkan untuk menghadapi perang yang sebenarnya—perang melawan iblis dan kegelapan yang diwakili oleh Makhluk Tidak Kudus (vampire, ghoul, manusia serigala)
Adalah Billi atau Bilqis Sangreal, anak dari ketua Ordo Ksatria Templar yang menjadi inti cerita dalam novel ini. Gadis yang baru berusia 15 tahun ini terpaksa harus menjalani berbagai latihan keras dan beragam pertempuran karena tanggung jawabnya sebagai salah satu dari Ksatria Templar. Dalam kisah di buku pertama, Billi dikisahkan melawan Malaikat Michael yang hendak menghancurkan dunia, sementara dalam buku kedua ini, Billi dan Ksatria Templar harus menghadapi seorang dewi Bumi dari Rusia, sang Baba Yaga, sang Ibu Rusia. Dewi purba yang kekuatannya terikat pada elemen alam ini membutuhkan roh seorang Anak Musim Semi, atau anak yang memiliki kekuatan khusus—mungkin mirip dengan anak indingo. Untuk tetap bertahan, Baba Yaga harus menelan seorang Anak Musim Semi, dan Billilah yang kali ini harus melindungi si anak tak berdosa itu dari serbuan para manusia serigala yang merupakan anak buah sang dewi.
Masalah semakin rumit ketika Billi dan Ksatria Templar menemukan fakta bahwa Anak Musim Semi yang mereka lindungi adalah juga seorang Avatar—kekuatannya hampir serupa dengan Baba Yaga. Gadis kecil itu mampu mengendalikan letusan Gunung Vesuvius yang mengubur kota Naples, Italia. Dan, Baba Yaba hendak menggunakan kekuatan itu untuk kembali meletuskan gunung berapi super Yellowstone untuk menimbulkan zaman es atau fimbulwinter.. Kali ini, pertaruhannya adalah seluruh umat manusia yang hendak dimusnahkan oleh Baba Yaga. Dan, ketika akhirnya kawanan manusia serigala itu mampu merebut si anak musim panas, Billi dan para Ksatria Templar harus berkejaran dengan waktu untuk merebut kembali si Anak Musim Semi. Mereka mendatangi Rusia, rumah bagi Baba Yaga sekaligus bertemu dengan ksatria Templar ala Rusia, yakni Bogatyr. Dan, pertempuran dan perkelahian pun tidak bisa dielakkan lagi.
Sepanjang 480 halaman, pembaca akan disuguhi perang berdarah, cabikan cakar serigala, sayatan pedang, hingga tembakan pistol. Namun, penulis dengan lihai juga mampu menyisipkan benih-benih romantisme dalam kadar yang tidak terlalu berlebihan. Inilah yang membuat novel aksi ini tidak membosankan untuk dibaca, karena efek aksinya dapat, bumbu-bumbu romannya juga ada—berselang-seling seperti hutan pinus dan hutan cemara di Rusia. Keunikan dari novel ini terletak pada kepiawaian sang penulis dalam meramu unsur mitologi dengan peristiwa-peristiwa dan tempat-tempat nyata dalam sejarah. Kota-kota dan bangunan-bangunan di Rusia pun mampu ia deskripsikan dengan begitu nyata, sehingga membuat pembaca diajak mengunjungi sebuah tempat yang begitu eksotis di luar Eropa dan Amerika.
Menarik juga mengamati bahwa penulis tampaknya hendak mengangkat isu lingkungan melalui Baba Yaga. Gunung Vesuvius, Super Volcano Yellowstone, Hutan Tuguska, Siberia, Bencana Chernobyl, hingga zaman es akbar yang menjadi simpul-simpul penggerak cerita menjadi indikasi bahwa novel ini menawarkan sesuatu yang lebih. Permainan psikologis dengan karakter yang abu-abu di dalamnya juga menjadikan novel ini begitu kompleks, namun tetap simpel. Melalui sang manusia serigala, kita terpaksa meninjau ulang apa peran dan posisi manusia di muka bumi ini.
“Kalian memerkosa dan menjarah. Kalian menyedot Bumi hingga kering dan membunuh sesama kalian. Spesies apa yang menjadi sejahtera di bawah dominasi manusia? Tidak ada satu pun. Bumi ini bukan milik kalian. Kekayaan planet ini seharusnya dinikmati oleh semua, bukan cuma dilahap oleh satu spesies yang mengaku bahwa mereka telah diberi hak oleh Yang Maha Kuasa.” (hlm 364) #jleb!
Walau mengangkat isu lingkungan, novel ini tidak kehilangan gregetnya sebagai novel fantasi. Pertempuran berdarah yang disuguhkan di dalamnya dijamin akan memuaskan para pecinta karya aksi. Pertautan yang digunakan penulis juga cukup logis dan masuk akal, sehingga pembaca digiring pada pemahaman bahwa mungkin saja ada kekuatan-kekuatan misterius yang senantiasa mengintai manusia di balik kegelapan, termasuk dalam hal ini adalah kekuatan Alam. Lalu, bagaimana akhir dari pertempuran Billy melawan para manusia serigala itu? Siapakah pengkhianat yang sebenarnya? Dan, apakah Billi akan jatuh cinta dengan seorang pangeran muda dari Rusia? Pokoknya silakan dibaca sendiri dan rasakan ketegangannya. Satu catatan kecil, catatan di cover belakang mungkin sedikit agak menyesatkan hehehe jadi lebih baik menikmati bab demi bab dalam novel ini dan jangan terpaku pada kalimat “melawan binatang buas dalam diri sendiri” karena Billi akan lebih banyak bertarung melawan serigala jadi-jadian itu secara fisik.
“Alam akan selalu menang” Vasilia memaki kembali mahkota itu. “Chernobyl adalah buktinya.”(halaman 479). Mari kita jaga Bumi!
No comments:
Post a Comment