Search This Blog

Wednesday, October 12, 2011

Dua Ibu

Judul                : Dua Ibu
Penulis              : Mbak Sowiyah
Penyunting        : Puitika Studio
Cetakan           : 1, April 2011
Penerbit            : Pustaka Puitika
Tebal                : 591 halaman



        Menghadirkan kontradiksi untuk memulai sebuah novel panjang memang trik jitu untuk memancing keingintahuan pembaca. Namun, teknik ini juga riskan membuat pembaca menjadi kritis dan seperti mencoba mencari “kelemahan” dari teknik ini. walau bagaimanapun, sebuah kontradiksi tidak selamanya akan menarik. Jika penulis tidak mampu mengolahnya menjadi sesuatu yang wajar, atau tidak piawai dalam mencari pembenaran dari asal-muasal kontradiksi tersebut, maka novel itu akan langsung diletakkan bahkan sebelum 100 halaman pertama. Untunglah, hal ini tidak terjadi pada novel panjang Dua Ibu, hasil buah tangan Mbak Sawiyah atau yang dalam akun Facebooknya mengaku sebagai Penulis Kacangan ini. Dan, setelah saya membaca novel yang dengan penuh kepercayaan dipinjamkan kepada saya ini, saya berani mengatakan kalau Mbak Penulis Kacangan alias Mbak Sowiyah bukanlah seorang penulis kacangan. Novel Dua Ibu ini membuktikannya.

            Dibuka dengan antiklimas, Iqbal terpaksa kehilangan kekasihnya, layla, karena pengkhianatan yang ia lakukan dengan perempuan bernama Gaya. Lebih miris lagi, ayah Iqbal kemudian meminang Layla sebagai istrinya. Jadilah Iqbal memiliki dua ibu, satu ibu kandung dan satu lagi ibu muda. Satunya ibu yang sakit-sakitan, satunya lagi ibu yang maish muda, segar, dan cantik-mempesona. Dua ibu, keduanya berbeda usia namun satu kemiripan: keduanya adalah wanita shalihah yang luar biasa berbakti kepada suami—yakni ayah Iqbal. Bayangkan bagaimana emosi saling bercampur baur dalam diri Iqbal ketika setiap hari harus melihat mantan kekasihnya kini melayani ayahnya sendiri. Pembaca mungkin bertanya-tanya, kok bisa Layla dilamar ayah Iqbal? Apakah mereka tidak tahu kalau Iqbal dan Layla itu berpacaran? Jawabannya dijelaskan oleh Mbak Sawiyah   dengan tekun dan simpel melalui lembar demi lembar halaman novel ini. Memang membaca harus agak bersabar, namun di sela-sela itulah pembaca akan menemukan nilai-nilai kesederhanaan nan sering kali kita lupakan.

            Dua Ibu seolah menyentil pembaca modern yang sering kali didera oleh virus galau yang sepertinya terlalu sering kita besar-besarkan. Betapa masalah sms tidak dibalas pacar, atau cemburu melihat orang lain malam mingguan sama pacar dan kita tidak; masalah-masalah “sosial” itu sudah lebih dari cukup untuk membuat anak-anak muda zaman sekarang galau dan risau, membuat resah dan tidak produktif. Dua Ibu menyentil kegalauan tersebut lewat sosok Iqbal, bagaimana pemuda 28 tahun itu harus kehilangan kekasih yang kini menjadi ibu keduanya, betapa Iqbal juga dipaksa menikah dengan Gaya dengan ancaman Gaya akan bunuh diri.
Bahkan ketika Gaya telah resmi menjadi istrinya, dan Iqbal dengan sabar berusaha mencintai wanita yang tidak ia cintai itu; cobaan masih belum berakhir. Gaya bukanlah sosok muslimah seperti Layla. Gaya terlalu asing dengan keluarga Iqbal, dan sekarang tugas Iqbal bertambah—untuk mendidik Gaya menjadi istri yang sesuai dengan syariat yang diajarkan Islam. Selain itu, masih banyak permasalahan lain yang harus dilalui Iqbal, yang semuanya benar-benar menunjukkan situasi ketika manusia benar-benar harus bersikap kesatria dan memilih, tentu dengan segenap konsekuensinya. Semua alur dan kisah rumit yang berjalinan dalam Dua Ibu dapat bermuara pada satu ungkapan: Allah Swt. mencintai hamba-hamba-Nya yang sabar dalam menjalankan ketentuannya.

Lalu, bagimana nasib perkawinan Iqbal dan Gaya? Mengapa Iqbal tidak pernah mampu memanggil istri muda ayahnya itu dengan panggilan “Ibu”? Apakah Iqbal selamanya akan hidup bersama wanita yang tidak ia cintai? Apakah Dua Ibu hanya akan berakhir dengan ending yang membuat pembaca ikut-ikutan bersabar. Owww …ternyata tidak. Mbak Sowiyah sudah menciptakan kejutan-kejutan kecil namun sanggup membolak-balik alur panggung dalam novel ini. Semua keruwetan yang seolah tak berujung dalam jalan hidup Iqbal mulai terurai dengan tersibaknya sebuah rahasia, Latika—saudari kembar Layla. Lalu, siapakah Layla yang ibu kedua Iqbal? Apakah Layla itu Layla atau Atika? Satu bocoran deh, Iqbal akhirnya bercerai dengan Gaya, dan dua hati yang lama terpisah oleh lautan rindu akhirnya duduk bersama dalam singgasana bertabur mawar, dengan kuncup butik dan taburan benangsari yang menumbuhkan violet nan manis dan riang. Saya agak sempat tersedu-sedu (sedikit kok) saat sampai di akhir penjalanan membaca alur hidup Iqbal dan Latla. Dua hati akhirnya bertaut dalam nyala abadi. Salut dah untuk cinta mereka.
Satu hal yang agak kurang berkenan dari novel ini adalah ketebalannya yang adoh dah ampon sangat tebal untuk novel drama. Mohon maaf, saya sering melompat-lompat halaman pada bagian tengah ketika menjumpai struktur cerita yang agak melenceng dari jalur utama. Namun, ketebalan ini tertutup oleh diksi-diksi sederhana namun mengena yang dipakai oleh penulis. Nasihat dan pepatah di dalamnya juga disampaikan secara simpel, tidak terkesan tinggi dan menggurui. Saya kudu banyak belajar nih dari Mbak Sowiyah.

Betapa pahala sabar itu luar biasa manis pada akhirnya.

Dekatkanlah senantiasa hati dan jiwamu kepada Tuhan, Ia akan memudahkanmu dalam segala persoalan.” (hlm. 560)

Tentang Penulis:
            Sowiyah, penulis yang juga seorang tenaga kerja wanita di Hongkong ini lahir di Cilacap pada tahun 1982. Ia tidak pernah menjadikan nasibnya yang hanya lulus MI sebagai penghalang untuk mendulang kesuksesan. Melalui ketekunan dalam berlatih dan belajar, mbak Sowiyah membuktikan bahwa dirinya juga mampu menulis sebuah novel. Saya sangat salut dengan perjuangan beliau dalam melawan ketidak-PD-an saat menyelesaikan novel indah ini. Dari perbincangan di media FB, saya mengenal mbak Sowiyah (yang dengan majas eufemisme memilih nama akun Penulis Kacangan) sebagai seorang yang suka membaca. Luar biasa. Saya sangat salut pada beliau, sungguh tidak bisa dibandingkan dengan saya yang sampai saat ini belum bisa menghasilkan satu novel pun. Selamat kepada Mbak Sowiyah atas Dua Ibu. Semoga saya bisa meniru dan meneladani Mbak dalam melawan kemalasan dan ketidakpedean. Terus berkarya ya Mbak! Semangat!

2 comments:

  1. wah, reviewnya bagus sekali! suer. tapi kalo boleh nebak kayaknya si Iqbal akhirnya menikahi Layla ya?
    Kalau benar demikian berarti novel ini kontroversial banget dari sisi agama Islam.
    makasih dah sharing

    ReplyDelete
  2. ternyata istri ayahnya itu adalah Latifa, saudara kembarnya Layla tp si Iqbal br tau dibagian akhir hahaha iya pokoknya kontro tapi kalo udah dibaca ngak kontro kok *nah bingung*

    ReplyDelete