Search This Blog

Thursday, September 29, 2011

Zaman Gemblung

Judul                   : Zaman Gembung
Pengarang         : Sri Wintala Achmad
Editor                  : Addin Negara
Pemeriksa aks  : A.S. Sudjatna
Tata Sampul      : Gobag Sodor
Tata Isi                : Sri Lestari
Cetakan             : Pertama, Mei 2011
Tebal                  :372 halaman
Penerbit             : DIVA Press


Amenangi zaman edan
ewuh aya ing pambudi
melu edan nora tahan
yen tan melu anglakoni
boya kaduman melik.
kaliren wekasanipun,
ndilalah karsa allah,
begja-begjane kang lali
luwih begja kang eling lan waspada (hlm 350)

           Membaca dua baris terakhir dari Serat Kalatidha di atas, pembaca pasti bisa menebak siapa penulisnya. Ya, petikan di atas merupakan gubahan dari salah satu pujangga besar kraton Mataram, Raden Ngabehi Ranggawarsita III yang disebut-sebut sebagai pujangga terakhir dari era Jawa kuno. Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah serat Kalatidha yang menggambarkan tentang zaman geblung atau zaman edan yang akan menimpa negeri ini.


           Pejuang sejati tak harus menghunus bambu runcing, ujung pena pun bisa. Berjuang dengan ujung pena justru lebih abadi. (329)


           Dengan ciri khususnya, yakni menuliskan kisah dengan model perjalanan/pengembaraan mencari ilmu, penulis dengan lihai akan membawa pembaca turut berkelana bersama sosok Ranggawarsita semenjak kecil dan remaja hingga menjadi seorang pujangga besar dari tanah Jawa. Nama kecil dari pujangga ini adalah Bagus Burhan, ia lahir pada Senin 15 Maret 1802 di kampung Yasadipuran Surakarta. Dalam novel sejarah yang sangat beraroma Jawa ini, sosok kecil Bagus Burhan digambarkan sebagai anak muda yang nekal dan gemar main sabung ayam. Namun, setelah ia dititipkan ke pesantren dan berguru kepada sejumlah besar kyai, wataknya yang kasar mulai berubah. Ilmu dan petuah yang meluncur dari bibir-bibir para guru telah memperhalus wataknya, mengasah budi pekertinya, sekaligus menambahkan khazanah keilmuwan yang luar biasa pada pemikirannya.


           Seorang pujangga adalah pejuang kebenaran. Sebagaimana orang-orang kudus yang hidup di masa silam. (halaman 342)

            Dalam pengembaraannya, pembaca juga akan disuguhi dengan beragam tema yang mungkin sedikit mengingatkan pada serial silat Saur Sepuh. Dari Panembahan Buminata, Bagus Burhan belajar ilmu kanuragan, termasuk ilmu meringankan tubuh yang dikenal dengan ajian sepi angin. Konon, ajian ini bisa dipelajari setelah seseorang puasa mutih alias tidak makan nasi selama 39 hari 39 malam, lalu dilanjurkan dengan puasa pati geni. Setiap tengah malam, ia juga harus membaca mantra ajian sepi angin berikut ini:

            Ingsung amatek ajiku si Sepi Angin, raganingsun pindah kapas, laku ingsung lumesat lir Bathara Bayu, Sepi Angin nyawiji ing jiwa-ragaku, karana Allah …, (hlm 172).

            Selain itu, dalam perjalanan besar ini diselipkan pula sedikit pengantar dari kitab Babad Tanah Jawi, yang mengisahkan keberadaan pulau jawa sebelum dihuni oleh manusia, serta sedikit cuplikan tentang perang akbar Baratha Yudha yang terjadi di Padang Kurusetra. Ada pula wejangan suratJangka Jayabaya, seorang peramal besar dari zaman kerajaan Kediri yang sedikit dituturkan dalam novel ini. Ialah yang meramalkan mesin-mesin modern yang kita jumpai saat ini:

            Kereta berjalan tanpa kuda (melambangkan kereta api/mobil)
            Tanah jawa berkalung besi (melambangkan rel kereta api)
            Perahu berjalan di udara (pesawat terbang)   (halaman 201)

            Dari buku ini, kita bisa mengetahui betapa nusantara juga memiliki tokoh penulis produktis seperti beliau. Selama masa hidupnya, Ranggawarsita telah menghasilkan tidak kurang dari 60 judul buku, antara lain dongeng, cerita, lakon wayang, babad silsilah, sastra, bahasa, kesusilaan, adat-istiadat, kebatinan, ilmu kasampurnan, falsafah, primbon, sampai ramalan. Sungguh luar biasa. Buku ini akan menjadi bahan referensi yang sangat menarik bagi para pemerhati bahasa dan kebudayaan Jawa. Namun, pembaca umum juga akan menemukan berbagai hal menarik tentang ramalan Ranggawarsita  yang tidak hanya berlaku pada tanah jawa saja, namun juga untuk seluruh Nusantara.

            Lalu, kapankah zaman edan atau zaman gemblung yang diisyaratkan oleh pujangga besar itu akan terjadi:

            “Bila zaman edan datang, banyak pemimpin akan berhati jahat, bicaranya ngawur, dan tiak bisa dipercaya. Banyak perempuan yang kehilangan rasa malu. Banyak perempuan yang kehilangan rasa malu. Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Banyak perampokan, pemerkosaan, dan pencurian. Alam pun akan ikut terpengaruh. Banyak terjadi gerhana matahari dan bulan. Gunung-gunung meletus, menurunkan banyak hujan abu di mana-mana. Gempa bumi, banjir, angin ribut, hujan badai, dan salah musim kerap terjadi.”

            Apakah sebagian dari tanda-tanda itu sudah terlihat?

 begja-begjane kang lali
luwih begja kang eling lan waspada 

           
            sebahagia-bahagianya orang yang lalai (kepada Tuhannya)
            lebih bahagia orang yang selalu ingat (kepada Tuhannya) dan waspada.


3 comments: