Search This Blog

Friday, June 24, 2011

Red Riding Hood

Judul                           : Red Riding Hood
Penulis                         : Blakley-Cartwright/Johnson
Penerjemah                  : Nuraini Mastura, Putra Nugraha, Sujatrini Liza
Editor                          : Nuraini Mastura
Penyelaras aksara        : Ananta
Layout Isi                    : Dini Handayani
Kaver                          : Motion Pictures Artwork
Cetakan                       : I , April 2011
Tebal                           : 348 halaman
Penerbit                       : Mizan Fantasy


            Pada zaman dahulu kala, penduduk desa Daggorhorn secara rutin mempersembahkan korban hewan kepada sang manusia serigala yang tinggal di gua-gua Gunung Grimmoor. Dan sejak saat itu, jarang ditemukan manusia yang menjadi korban sang Serigala—walau pintu-pintu tetap ditutup rapat, kambing dan sapi dimasukkan, dan tangga-tangga dinaikkan pada malam hari. Semuanya berjalan normal sebelum malam bulan darah itu datang. Dan, seorang gadis dusun bernama Valerie tanpa bisa melawan mulai terseret ke ritual bulan darah ketika sang Manusia Serigala hendak mencari korban untuk digigit dan ditulari. Ia yang hanya gadis dusun berusia 17 tahun, bersama teman-teman dan warga desa lainnya, akan segera hanyut dalam konflik kuno antara manusia dengan makhluk mitos yang sangat berbahaya itu.

            Semua di awali dalam malam pesta panen. Malam yang seharusnya indah dan romantis bagi kaum muda-mudi itu dihebohkan dengan bulan yang tiba-tiba berwarna merah pucat, malam-malam yang menandai ketika Manusia Serigala hendak mencari korban manusia. Dan Lucie, kakak Valerie yang begitu lembut dan feminim lah yang menjadi korban pertama. Seisi desa gempar luar biasa. Acara penghormatan terakhir bagi Lucie malah menjadi awal dari aksi balas dendam para penduduk yang ingin segera mengakhiri ketakutan yang mencekam desa mereka selama ini. Kisah semakin berkembang ketika Valerie, yang masih berduka atas kematian Lucie pun semakin galau ketika ia harus memilih antara pria yang ia cintai (Peter) dan pria yang mencintainya (Henry). Cinta memang sumber galau yang paling dahsyat selain juga sebagai sumber kebahagiaan yang meronakan wajah.

            Serangan terhadap gua manusia serigala berhasil—atau kelihatannya saja berhasil. Dengan penuh kebanggaan dan kepuasan diri, para pria kemali dari Gunung Grimmore sambil membawa bangkai serigala besar yang telah membunuh salah satu warga desa dalam upaya perburuan itu. Kegembiraan warga begitu besar hingga mereka mengabaikan seruan dari Bapa Solomon—sang pembasmi manusia serigala—yang memperingatkan bahwa serigala yang mereka bunuh itu hanya serigala biasa. Manusia serigala yang sesungguhnya ada di antara warga desa. Ia ada di dalam desa itu, menyaru sebagai warga biasa—entah sebagai salah seorang temanmu, tetanggamu, atau bahkan pasanganmu sendiri. Namun, peringatan ini tidak digubris dan bencana itu pun datang.

            Tepat ketika perayaan atas terbunuhnya manusia serigala itu dilakukan, manusia serigala yang asli menampakkan diri di tengah-tengah lapangan. Seperti mengejek warga desa yang mengira bahwa ia telah dikalahkan, si Manusia Serigala membabat habis warga yang sedang sial dan tidak mampu melarikan diri. Makhluk itu begitu kuat sehingga bahkan Bapa Solomon pun tidak mampu mengatasinya, banyak warga yang juga tewas dan menjadi korban. Dan, Valerie ternyata adalah incaran sebenarnya dari sang manusia serigala. Lalu, bagaimana akhirnya warga desa dan Valerie bisa mengalahkan manusia serigala? Di bagian akhir dari novel ini Anda akan menemukan sendiri bagaimana caranya.

            Novel yang menurut catatan depan diadaptasi dan dikembangkan dari naskah film ini memang lebih menyerupai film daripada sebuah karya novel. Entah karena penulisnya yang banyak ataukah karena pengaruh skenario film, alur ceritanya agak pelan dan kurang terfokus di bagian tengah. Pemakaian judul dengan embel-embel “tudung merah” pun kurang terlalu bermakna karena di sepanjang cerita, tudung itu tidak mengambil peran penting apa-apa selain dipakai oleh Valerie saat ia dijadikan tumbal bagi manusia serigala. Kesannya, tudung merah ini terlalu dipaksakan dan asal comot hanya agar kisah manusia serigala ini benar-benar terinspirasi oleh kisah gadis bertudung merah yang populer itu.

Saya juga agak terganggu dengan beberapa struktur kalimat terjemahan yang terkesan tidak runtut dan kurang luwes. Penerjemahannya sudah tepat makna, hanya saja sedikit kurang luwes. Seperti kalimat-kalimat di bawah ini:

  1. Mendengarnya juga, Nenek bergegas menuruni tangga menuju dasar hutan (hlm 8)
  2. “Mengaduk setup, dia menyadari dia tersangkut dalam sebuah pusaran air  …(hlm 27)
  3. “Lucie, senang dengan idenya, mendekap Valerie (hlm 25)

Penerjemahan kalimat-kalimat di atas sudah taat makna, namun serasa ada yang janggal bagi pembaca. Struktur dan urutan katanya masih terasa seperti struktur kalimat dalam bahasa Inggris sehingga mungkin agak kurang luwes dibacanya. Penerjemah bisa sedikit berkreasi dengan tata letak kalimat asal makna inti yang disampaikan tetap utuh, misalnya dengan menerjemahkan kalimat-kalimat di atas menjadi:

  1. “Nenek, yang juga mendengarnya, bergegas menuruni tangga menuju dasar hutan”
  2. “Sambil mengaduk setup, Suzette menyadari (bahwa) dia (seperti) tersangkut dalam sebuah pusaran air.
  3. “Lucie mendekap Valerie, senang dengan idenya yang bagus”

atau kalimat lain yang mungkin terasa lebih Indonesia. Ingat, salah satu tujuan penerjemahan adalah menghadirkan rasa lokal dalam hasil terjemahan, sehingga pembaca tidak seperti membaca novel terjemahan walaupun novel itu aslinya memang novel terjemahan. Sebelum review ini berubah menjadi kuliah menerjemahkan saya yang sotoy, saya lanjutan saja reviewnya ya hehehe.

      Novel ini, menurut para penulis, adalah cita rasa versi modern dari dongeng gadis berudung merah. Memang, konflik yang ditampilkan, aksi pertempuran yang disajikan, dan darah serta cakaran yang muncul jauh lebih “aksi” ketimbang versi dongeng. Karakter yang ditampilkan pun juga lebih kompleks dan gelap, benar-benar menyajikan sisi gelap dari penduduk Daggorhorn. Bahkan, bisa disimpulkan bahwa Manusia Serigala itu sendiri mungkin merupakan perwujudan sisi gelap dari para penduduk desa Daggorhorn. Akhirnya, satu pertanyaan yang membayangi pembaca sejak awal membuka novel ini: “Siapa sebenarnya tokoh/karakter yang menjadi manusia serigala? Percayalah pembaca, saya juga penasaran! *sambil sembunyikan taring! (lari-lari ke mbak Truly mau minjem taring eh buku).
      

No comments:

Post a Comment