Search This Blog

Tuesday, March 22, 2011

Silver Stone

Judul                : Silver Stone, Rahasia Batu Perak
Pengarang        : Ardina Hasanbasri
Penyunting        : Jia Effendie
Tebal                : 313 halaman
Cetakan           : 1, Januari 2011
Penerbit            : Atria




Ini kisah tentang negeri dongeng
bukan, … bukan negeri dongeng seperti yang ada dalam buku-buku cerita klasik
Ini kisah tentang seorang putri yang tidak anggun, dengan pelayannya yang setia
Ini adalah kisah tentang seorang penyihir yang #galau, dengan goblin sabar-subur kesayangannya
Ini kisah tentang pangeran yang #klise dalam kurung gagah-dan-pemberani-seperti-di-buku-buku-dongeng!
Ini kisah tentang anak tukang kayu yang tidak ditakdirkan untuk menebang kayu
Ini kisah tentang prajurit sial yang selalu diikuti Dewi Fortuna
Ini kisah tentang naga dan monster rawa yang ramah (Hah …?)
Dan, lebih dari itu semua, ini adalah kisah seorang putri “kosmopolit” pertama di negeri dongeng.

Kisahnya di mulai dengan “Pada zaman dahulu kala, …”
            Alkisah, seorang putri Kerajaan Meza hendak dijodohkan dengan pangeran dari negeri seberang. Sudah saatnya dia menjadi seorang ratu anggun sebagai panutan dan kebangaan. Pangeran nan tampan dan baik budi sudah dipilihkan. Namun, putri satu ini bukanlah putri biasa. Dia adalah pemburu petualangan, tipe seorang putri yang tidak akan mengeluh jijik dan mengibas-ngibaskan tangannya ketika terkena lumpur rawa yang kotor. Dia putri yang memilih untuk mengejar dan mewujudkan mimpi dan harapannya, dan mimpinya adalah berpetualang. “Emang hanya pangeran tampan dan ksatria gagah berani saja yang bisa berpetualang,  begitu katanya.  Perkenalkan, dia adalah Alyssa.

            Alyssa pun memberontak, jiwanya yang haus akan petualangan menyeretnya kabur dari istana. Bersama pelayan setianya, Pasque, Alyssa memulai sebuah petualangan mencari batu perak dan sebuah tongkat sakti yang konon mampu menunjukkan kebenaran dan merobek perjanjian abadi antara kaum penyihir dan bangsa manusia. Alyssa, tanpa ia sadari, memulai perjalanan untuk mengungkap keberadaan batu perak sekaligus kebenaran akan dirinya sendiri. Sihir, monster, naga, dan lava mendidih  telah menanti. Dan Alyssa yang keras kepala itulah yang menjadikan cerita ini terjadi. Sebuah cerita petualangan yang pasti pernah Anda dengar namun dengan konsep dan trik penceritaan yang lebih baru, lebih emansipatoris!

            Setelah berhasil menyeret Troy, seorang anak tukang kayu yang ternyata analitis, Alyssa menunjukkan perilakunya yang spontan dan kadang sembrono—yang terus menerus dikeluhkan oleh Pasque dalam gaya yang kocak namun pasrah bongkotan hehehe. Beberapa kali, Alyssa membuat rombongan ini terkena banyak masalah. Untunglah, mereka ditolong oleh Damon, sang pangeran pujaan dari negeri dongeng (@l4y nya kumat). Dari sini, kita akan mulai disuguhi petualangan-petualangan seru, sambung-menyambung, yang kadang terlalu cepat sehingga tau-tau buku ini udah habis dibaca. Anda akan menjumpai saat-saat seru ketika rombongan ini ditangkap oleh Fraud, digondol makhluk rawa, menumpang naga terbang (seperti tergambar dalam cover bukunya), dan bertarung serta bersekutu-eh bersekutu lalu bertarung dengan para penyihir. Semuanya mengalir lancar dengan bumbu-bumbu karakterisasi yang spesial, walau sound effeck dan pencahayaannya agak kurang (#emangnya nonton bioskop?)

             Semua elemen cerita fantasi tumplek blek komplet dalam buku ini: putri, pelayan, rakyat jelata, pangeran tampan, penyihir, monster rawa, batu ajaib, naga, pertempuran sihir dan adu pedang! Sepintas, seolah buku ini sama biasanya dengan buku-buku dongeng untuk anak yang banyak beredar di pasar. Padahal tidak! Dari pemilihan tokoh utama Alyssa yang pemberontak saja, kita langsung tahu kalau novel ini … berbeza (kalao kata encik  Siti Nurhaliza sana).
Cerita klise tentang pangeran yang menyelamatkan putri diobrak-abrik oleh penulis, yang rupanya sangat piawai dalam membangun dan mempertahankan karakternya. Kali ini, bukan sang putri yang diculik naga atau penyihir; alih-alih, Alyssa kabur dengan surat palsu, yang surat itu ternyata malah menyeret seorang penyihir kuat bernama Mirabel dalam masalah. Dalam novel ini, bukan putrinya yang mendapat masalah, tapi si penyihirnya lah yang lebih banyak ketiban rugi—dan Tantrum, goblin kocak pelayannya yang ketimpa kuali pecah dan ramuan salah sasaran.

            Penulis juga menjungkirbalikkan mitos-mitos seram namun #klise dalam kisah-kisah fantasi. Mirabel ternyata punya rasa bersalah (walaupun Mirabel juga tipe penyihir yang tegaan ketika mengatakan nggak mau menolong Alyssa), goblin milik Mirabel yang ternyata kocak dan jauh lebih bijak dari nyonyanya, ada juga monster rawa yang suka makan kue coklat, serta naga yang takut pada kegelapan. Teknik ini terbukti sukses dalam mengangkat tema dongeng klasik bertema biasa menjadi sebuah novel yang kudu segera rampung di baca.
            Kekuatan utama novel ini memang ada pada karakter-karakternya. Bagi para pembaca fantasi yang terbiasa membaca karya-karya fantasi terjemahan, mungkin awalnya akan menganggap remeh novel fantasi karya anak negeri ini. Alur cerita dasarnya mungkin gampang ditebak, tapi percayalah…Anda akan larut dengan karakter-karakter “di luar kotak” yang diciptakan oleh penulisnya. Bayangkan seekor-eh seorang goblin yang mengomel dan suka menonton drama, penyihir yang galau, tukang kayu yang bukan tukang kayu (loh), dan naga yang penakut. Bagian yang masih dipertahankan dari cerita klasik mungkin adalah karakter pangeran Damon yang tetap gagah, berani, bertanggung jawab, suka melindungi orang lain bla-bla-bla. Walo begitu, semua karakter itu mampu diuraikan oleh penulis dengan begitu kuat. Begitu kuatnya sehingga sosok Alyssa yang keras kemauan itu seolah selalu memukul-mukul kepala saya jika saya nekat  meletakkan buku ini sebelum sampai pada halaman terakhir.


             Ending dari novel ini juga cukup memuaskan alias happy ending. Bukan happy ending #klise seperti “ … mereka berdua menikah dan hidup bahagia selamanya”. Tapi, lebih seperti “aku akan jatuhkan rumah tawonnya sehingga kalian bisa kabur dan berpetualang lagi”. Penasaran pasti! Jika Anda ingin membaca karya fantasi dalam negeri yang berbintang minimal empat (dari lima bintang), cobalah membaca Silver Stone. Sekali lagi, ceritanya mungkin biasa, tapi karakterisasi “out of the box” dari penulisnya-lah yang membuat Silver Stone pantas menjadi salah satu “silver book” dalam panggung fiksi-fantasy Indonesia.

Aku percaya bahwa dunia ini tidak setipikal yang ada dalam buku (dongeng?). Dunia ini lebih hebat dan ajaib!”, kata Alyssa di halaman 219. Dan saya percaya bahwa fiksi fantasi Indonesia tidak kalah hebat dan ajaib dari fiksi fantasi terjemahan. Kita tunggu saja (buntelan berikutnya ha ha ha *ngarep)

No comments:

Post a Comment