Search This Blog

Tuesday, March 22, 2011

Resensi I am Number Four

Judul : I am Number Four
Penulis : Pittacus Lore
Penerjemah : Nur Aini
Penyunting: Esti A. Budihabsari
Tebal : 493 halaman
Cetakan : I, Januari 2011
Penerbit : Mizan Fantasy



10252797

Judulnya saja sudah unik, begitu "out of the box". apalagi isinya! Mengapa musti Nomor 4, bukan nomor 1. Bukankan semua ingin menjadi Nomor 1? Mari kita tanya sama John.

            Bayangkan alien-alien muda hidup dan tinggal di sekitar kalian! Bayangkan mereka bersekolah, berbelanja, belajar bersama dengan kita! Bayangkan mereka juga dilatih menerbangkan benda-benda dengan pikiran, mengubah tangannya menjadi senter, berbicara dengan binatang, membakar diri dengan api tanpa terluka sedikit pun, bahkan mampu mengendalikan badai di halaman belakang rumah mereka. Itulah anak-anak istimewa (Garde) yang dianugerahi Pusaka dari Planet Lorien, sebuah planet indah berjarak 5 juta kilometer dari Bumi (coba cek ke NASA, siapa tahu mereka kenal!). Para Garde ini tengah diungsikan ke Bumi, untuk menyelamatkan para pewaris terakhir dari bangsa Lorien yang planet serta penghuninya telah dihancurkan oleh bangsa jahat pengisap sari kehidupan, Mogadorian.

            Tema sihir rupanya masih menjadi tema paling menjual dalam novel-novel fantasi dewasa ini. Bahkan dalam buku alien yang futuristis seperti I am Number Four ini, penulis masih menyisipkan tema sihir ke dalamnya. Garde yang diselamatkan ke Bumi ada 9 orang, masing-masing ditemani dengan seorang cepan atau mudahnya wali sekaligus guru mereka. Untuk melindungi kesembilan anak-anak pewaris Lorien ini, mereka telah dimanterai sedemikian rupa sehingga hanya bisa dibunuh secara berurutan, mulai dari Nomor 1 hingga Nomor 9. Sayangnya, Nomor 1 hingga Nomor 3 telah berhasil dimusnahkan oleh para pengintai dan prajurit Mogadorian, dan tinggallah Nomor 4 menunggu giliran. Nomor 4, atau John Smith, bersama cepan-nya, Henry, telah hidup berpindah-pindah demi menghindari kejaran para pemburu Mogadorian. Namun, ketika mereka singgah di kota kecil Paradise, dan menemukan cinta sekaligus persahabatan, John memutuskan untuk melawan balik. Ia tidak mau lagi hidup dalam ketakutan sebagai buruan. Persahabatan dan cinta telah mengajarinya untuk mempertahankan semua yang ia cintai. Dan, dari sinilah kisah alien keren ini mulai menemukan klimaksnya.

            Penerbit Mizan tidak keliru ketika memutuskan untuk menerjemahkan dan menerbitkan novel seru ini. Alur cerita dan setting pendukung yang dibangun oleh penulis benar-benar unik dan fresh. Bantingan, tembakan meriam, sentakan sanapan, pukulan, sayatan pedang, dan tikaman pedang akan menjadi menu utama di dalamnya; bukan dalam bahasa yang kasar namun lebih sebagai gambaran atas keberanian seorang anak manusia (dari Lorien) yang bertekad untuk mempertahankan hidup dan semuanya yang dicintainya: kekasih, sahabat, teman, cepan-nya, bahkan binatang peliharaannya.

Selain itu, pembaca juga akan disuguhi dengan aneka Pusaka kaum Lorien, seperti telekinetis (mengerakkan benda dengan pikiran), berbicara dengan binatang, memiliki tubuh tahan api, bahkan kemampuan untuk tidak terlihat serta membentuk badai (seperti yang dimiliki Nomor 6). Para pengemar fantasi benar-benar akan dimanjakan dengan adegan demi adegan pertempuran seru yang sambung-menyambung hingga mencapai puncak di bab terakhir. Di dalamnya, dapat dibayangkan adegan-adegan perang tertoreh dalam bentuk tulisan yang mengalir tanpa jeda, membuat pembaca tidak kuasa meletakkan buku ini. Lalu, bisakan John mengembangkan Pusakanya demi melindungi segala hal yang dicintainya? Apakah pusaka yang ia miliki? Cari tahu sendiri di buku yangrecommended  banget ini.

            Pada sampul buku ini tertulis bahwa penulisnya adalah Pittacus Lore, salah satu dari Sepuluh Tetua  Planet Lorien yang menguasai semua Pusaka. Pittacus sendiri pernah mampir ke Bumi pada zaman Yunani. Mereka jugalah yang mengajari penduduk Bumi bercocok tanam, berbahasa, membangun piramida dan kuil-kuil besar (Ini mungkin menjawab misteri pembangun Piramida di Mesir dan Amerika Tengah), serta menjalankan roda pemerintahan. Bnagsa Lorien juga begitu bijaksana. Walau planet mereka musnah, mereka masih percaya pada harapan. Inilah yang seharusnya membuat malu kita sebagai penduduk Bumi. Planet ini masih menyimpan hutan alami dan lautan murni, yang belum tersentuh oleh tangan-tangan rakus bangsa Mogadorian berwujud manusia-manusia tamak. Bangsa Lorien telah berjuang sekuat tenaga hingga titik darah penghabisan untuk melindungi planet mereka.

            Bangsa Lorien masih percaya pada harapan, dan Pittacus juga telah mengajarkan bahwa kita juga harus yakin bahwa masih ada harapan untuk tetap berjuang melestarikan dan melindungi Bumi. Bangsa Lorien berjuang dengan Pusaka mereka untuk melawan kaum perusak Mogadorian. Kita, warga Bumi, juga harus ikut berjuang menjaga Bumi kita dari perang, bencana nuklir, politik yang picik, pemborosan sumber-sumber energi, pencemaran serta pengrusakan lingkungan. Kita, manusia Bumi, juga memiliki Pusaka utama yang tidak kalah hebat, yakni AKAL, CINTA, KREATIVITAS, TINDAKAN, dan HARAPAN. Itulah 5 Pusaka penduduk Bumi, yang tidak kalah hebat dari pusaka-pusaka bangsa Lorien, mungkin ini juga yang diajarkan penduduk Bumi (Sarah, Sam, dan Mark) kepada John.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Henry (cepan-nya John) di halaman 424 berikut ini:

“Jangan pernah berputus asa. Saat kau kehilangan harapan, segala sesuatunya pun musnah. Saat kau piker semua telah berakhir, ketika segala sesuatu tampak buruk dan sia-sia, harapan itu selalu ada.”


Mantra motivasional di atas terbukti telah menyelamatkan John dari beragam bahaya yang mengancam, dan oleh karena itu, tidak alasan mengapa mantra yang sama juga tidak berhasil untuk manusia Bumi!


ini link FB nya:

No comments:

Post a Comment