Judul : The
House of Secrets
Pengarang : Chris Columbus dan
Penerjemah : Lulu Fitri Rahman
Penyelaras Aksara : Nunung Wiyati
Tebal: 438 hlm
Cetakan: Pertama, 2015
Penerbit : Noura Books
"Orang-orang yang menyerah tak pernah
menulis sejarah!"
Nama besar
JK Rowling yang tertera di depan, plus nama agung Chris Columbus yang sukses
menggarap beberapa film seri Harry Potter nan dahsyat itu rupanya (menurut saya
loh) kurang bisa menjamin buku ini WOW. Buku ini ceritanya seru, itu poin
plusnya. Susah sekali meletakkan buku ini kalau belum selesai. Saya sampai bawa
ke kantor dan mencuri-curi baca agar bisa tahu bagaimana kelanjutan petualangan
3 bersaudara Walker bersama Will si penerbang dari masa Perang Raya. Tema dan
pembukaan yang bagus, tapi sayang, eksekusinya kurang.
"Tak ada pilihan. Omong kosong. Pilihan
selalu ada! (hlm 194)"
Buku ini
seperti perpaduan antara Zathura dan Jumanji. Diawali dengan keluarga Walker
yang membeli rumah bergaya Victoria yang sangat murah lengkap dengan segala
perabotannya. Cordelia, sebagai anak yang paling suka membaca di keluarga itu,
merasakan ada sesuatu yang aneh. Bagaimana rumah seindah dan semegah itu bisa
mereka dapatkan dengan begitu murah? Tapi, kadang orang memang lupa sama logika
kalau sudah ketemu harga yang murah. Dibelilah rumah itu, dan keluarga Walker
pun mulai tinggal di dalamnya. Saat itulah, petualangan (atau musibah) itu
dimulai.
"Kita belajar banyak dengan
mendengarkan." (hlm.165)
Diawali
dengan munculnya sosok wanita penyihir angin yang melempar anak-anak keluarga
Walker ke antah berantah (mirip Oz), dan jatuhlah Cordelia, dan Eleanor Walker
bersama rumah itu ke tengah-tengah hutan (kayak Zathura). Setelah itu,
petualangan dimulai silih berganti. Rumah diserbu gerombolan penyerang kasar
yang seolah dicuplik dari Abda Pertengahan, kemudian muncullah Will, seorang
pilot muda dari masa Perang Dunia 1 yang menyelamatkan kakak-beradik Walker
(oke, ini semakin mirip Zathura, hanya saja di sana si cowok adalah astronot),
kemudian muncul binatang-binatang raksasa yang mengejar mereka, lalu gergasi.
"Senjata tidak otomatis menjadikanmu
gagah. Kegagahan tidak bisa dicuri." (hlm. 223)
Satu
petualangan yang disusul petualangan lainnya, metode ini pernah dipakai di
Jumanji dan sepertinya dipakai lagi oleh Columbus di buku ini. Hanya saja,
penulis tidak langsung menyelesaikan satu petualangan, melainkan
ditumpuk-tumpuk untuk kemudian diselesaikan di penghujung cerita. Sepertinya,
penulis berupaya mengumpulkan semua tokoh di penghujung buku, dan kemudian membuat
semacam adegan akbar yang dahsyat. Hanya saja (menurut saya lagi loh), adegan
akbar ini lebih cocok kalau divisualisasikan dalam film, tapi tidak untuk
novel.
"Kita semua seperti kertas kosong saat
dilahirkan, dan kita belajar berbuat jahat seiring bertambah usia." (hlm
202)
Saya
membayangkan, betapa akan sangat epik dan serunya jika buku ini difilmkan
seperti Zathura atau Jumanji, dengan petualangan seru kakak beradik Walker
bersama rumah ajaibnya. terlempar dari hutan purba nan lebat, lalu ke tengah samudra
bersama para perompak, dan akhirnya perang besar di kastil. Visualisasinya
pasti akan sangat seru. Saya sangat mendukung kalau buku ini difilmkan.
"Buku ternyata bisa menjadi petualangan
hebat." (hlm 445)
Hanya saja,
untuk sekelas Chris Columbus yg mendapatkan endorsment dari JK Rowling, buku
ini banyak sekali bolong-bolong logika dan detail yang terlewatkan, dengan
penyelesaian yang begitu mudah untuk sebuah petualangan yang sedemikian rumit
dan menegangkan. Misalnya saja, anak-anak ini mengalami berbagai luka-luka yang
sangat berbahaya, dan harus melalui perjalanan yang menurut logika saya tidak
cocok untuk anak-anak seusia mereka. Apalagi, dua diantaranya adalah anak
perempuan. Tapi, ajaib, mereka selalu bisa lolos dengan mudahnya. Di sini seperti
terjadi dilema, penulis membuat dunia rekaan dan tokoh-tokoh jahat yang keras,
tetapi di sisi lain, anak-anak Walker selalu aman-sentosa-terselamatkan-dan-pasti-bisa!
Semangat yay wkwkwk.
Tapi, saya
suka sekali hubungan kekeluargaan di antara anak-anak Walker, dan ada banyak
sekali kalimat-kalimat quotable di buku ini. Sampai bingung ini sebenarnya buku
fantasi atau motivasi, tapi saya suka motivasi-motivasinya, keren.
Sepertinya itu memang pakemnya buku atau cerita anak-anak, Mas Dion. Musuh boleh sejahat-jahatnya dan seekstrim-ekstrimya tapi jagoan anak-anak harus lolos dari maut dan tidak boleh menderita. Contoh paling simpel adalah Tom & Jerry. Biar diperlakukan super kejam, Tom & Jerry tetap full power.
ReplyDelete