Search This Blog

Friday, December 26, 2014

Petualangan di Sirkus Asing

Judul : Petualangan di Sirkus Asing
Pengarang : Enyd Blyton
Penerjemah : Agus Setiadi
Cetakan : Ketiga, 2011

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


6786332


Enid Blyton adalah seorang pengarang buku petualangan anak-anak yang memahami indahnya petualangan dan serunya kehidupan di masa kanak-kanak. Melalui kepiawaiannya dalam menulis cerita, pengarang Inggris satu ini mampu menangkap dengan sangat cekatan kisah-kisah seperti apa yang ingin dibaca (dan diimpikan) oleh banyak anak-anak. Tidak heran kalau kemudian karya-karyanya begitu dicintai para pembaca yang pernah membacanya saat masih kecil atau remaja dulu, bahkan banyak orang dewasa yang membacanya ulang (maupun baru membacanya saat dewasa) hanya untuk sekadar bernostagia kembali mengenang masa kecilnya yang indah. Saya sangat berharap, akan lebih banyak anak-anak yang membaca seri petualangan Lima Sekawan atau seri Petualangan karangan Enyd Blyton ini sehingga masa kecilnya sempat tersentuh oleh serunya petualangan yang sangat menyenangkan.

Petualangan di Sirkus Asing adalah buku ketujuh dari seri Petualangan karya Enyd Blyton. Saya dulu membaca versi Inggrisnya (terbitan tahun 1960-an) dengan kertas yang sudah lapuk dan menguning. Tapi, kala itu, petualangan Jack, Lucy Ann, Phillip, Dinah, dan Kiki begitu menariknya sehingga saya sama sekali tidak keberatan dengan kondisi kertas yang jadul, yang penting bahasa Inggrisnya enak dibaca. Saya ingat membaca seri ini melompat-lompat karena sangat susah mencari buku-buku tua ini di perpustakaan kampus UNY. Ketika akhirnya saya berkesempatan menemukan buku ini dalam bahasa Indonesia dalam sebuah event pameran buku, maka tanpa pikir panjang langsung saya sambar. Kelebatan memori saat dulu saya membaca novel ini langsung membanjiri pikiran. Betapa dulu, saya sempat begitu terpesona pada sebuah buku, dan buku ini adalah salah satunya.

Petualangan di Sirkus Asing bisa dibilang sebuah judul yang membohongi pembaca. Kenapa begitu, karena peran sirkus di sini hanya seperti “numpangg lewat” saja. Sejatinya, petualangan Jack dan kawan-kawan jauh lebih seru ketimbang hanya di sirkus. Petualangan kali ini melibatkan seorang pengeran yang diculik, persekongkolan politik di sebuah negeri asing, serta petualangan menjelajahi lorong-lorong rahasia di sebuah puri kuno yang jauh dari Inggris. Bill (dari buku sebelumnya pembaca tahu bahwa dia lalu menikah dengan Ibu Cunningham) mendapat tugas untuk mengawasi Guss, seorang anak laki-laki gondrong yang sangat menyebalkan, cenggeng, sekaligus suka menyuruh-nyuruh. Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya anak itu, yang jelas anak-anak tidak suka dengan keberadaannya yang dirasa telah mengganggu liburan mereka.

Tapi, siapa sangka keberadaan Guss malah menyeret anak-anak dalam sebuah petualangan baru yang benar-benar berbeda. Malam ketika mereka menginap di Pondok Batu, segerombolan orang asing diam-diam datang dan menyekap Bill dan Ibu Cunningham, lalu meringkus dan menculik anak-anak. Hanya Jack yang selamat karena waktu itu dia tengah menyelinap ke luar untuk mengamati satwa liar. Melihat kawan-kawannya ditangkap, Jack bersama Kiki pun mengikuti komplotan penculik itu hingga akhirnya mereka tiba di sebuah negeri asing bernama Tauri Hessia. Tanpa sadar, anak-anak telah terlibat dalam suatu konflik politis di negara lain yang sangat berbahaya.

Sendirian dan hanya bersama Kiki di negara asing, Jack harus memutar otak demi menyelamatkan teman-temannya. Untunglah ada Kiki, burung kakatua yang pandai menirukan suara apapun. Kiki ibarat tiket emas yang bisa digunakan Jack untuk menyelamatkan kawan-kawannya. Dengan kepandaian Kiki, Jack berhasil bergabung dengan sebuah sirkus keliling yang hendak menuju Borden, lokasi tempat Phillip dan kawan-kawan ditangkap. Petualangan Jack dan Kiki di buku ini adalah yang paling seru. Tidak seperti di buku-buku sebelumnya, Jack ibarat pahlawan di buku ini karena dia harus bergerak sendirian, meskipun kemudian takdir dan juga Kiki membuatnya memiliki teman-teman baru di sirkus yang kelak akan banyak memberikan bantuan kepadanya. Berhasilkan Jack menyelamatkan teman-temannya dan Guss? Mari bernostalgia membaca lagi kisah-kisah petualangan karangan Enyd Blyton ini.

Membaca buku ini, pembaca akan diajak bernostalgia ke tahun 1990-an, masa-masa ketika petualangan anak-anak benar-benar bersifat fisik. Main ke sawah, berkemah di depan rumah sambil berpura-pura tengah berpetualangan ala Lima Sekawan, bermain petak umpet, memasuki rumah yang baru dibangun sambil menganggapnya sebuah puri kosong, hingga jalan-jalan ke kebun (yah anggap saja hutan). Kala itu, belum ada media sosial yang mengambil alih sebagain besar porsi kehidupan anak-anak sehingga rata-rata kita bisa tumbuh sebagai orang-orang imajinatis seperi sekarang #eaaa. Untuk terjemahannya, kerasa banget kalau buku ini diterjemahkan oleh Pak Agus Setiadi yang fenomenal itu. Beliau menggunakan teknik pemadanan budaya sehingga banyak muncul kata-kata jadul di buku ini, seperti pondok tetirah dan juga selada (untuk mengartikan salads). Tapi, hal itu malah menjadikan novel ini semakin terasa aroma 90-annya.


No comments:

Post a Comment