Judul : Kedai 1001
Mimpi
Penulis : @vabyo
Editor : Alit Tisna
Palupi
Proof : C. Simamora
Sampul : Jeffri
Fernando
Cetakan : 1, 2011
Tebal : 442 hlm
Penerbit : Gagasmedia
Ada yang bilang, kita baru
mengenal luar dalamnya seseorang setelah kita tinggal bersama atau berdekatan
dengannya selama lebih dari satu minggu. Untuk awal-awal mungkin masih agak
gensian dan jaim, tapi kalau sudah berminggu-minggu kenal, baru ketahuan deh
baik dan busuknya. Seperti pengalaman si penulis, @Vabyo yang nekat menyamar
menjadi TKI ke Saudi Arabia demi mewujudkan impiannya untuk menulis negeri
Tanah Suci itu dari dalam, bukan dari luarnya saja. Apa yang terlintas di benak
kita saat mendengar Negara Saudi Arabia?
Haji, Mekkah, Kabbah, umrah, unta, kurma, dan TKW. Ya, selain terkenal sebagai
Tanah Suci Umat Islam, negara ini adalah salah satu Negara tujuan para TKW asal
Indonesia yang kebanyakan (kalau tidak bisa dibilang hampir semua) bekerja di
bidang nonformal. Kisah tentang berbagai keajaiban Ilahi di kota suci Makkah
dan Madinah kita sudah sering mendengar dan meyakininya. Tapi, ada juga
kisah-kisah ajaib yang mungkin belum kita ketahui (atau sengaja tidak boleh
kita ketahui) seputar kota-kota besar di Saudi Arabia selain di kedua kota suci
tersebut.
Kerajaan
Saudi Arabia termasuk salah satu Negara paling kaya di dunia. Selain pemasukan
dari para jamaah haji setiap tahunnya, negeri padang pasir ini dikaruniai oleh
kandungan minyak yang sangat melimpah. Harga bensin sangat murah, rata-rata
penduduknya pun bisa dibilang di atas “berkecukupan”. Tuhan memang Maha Adil,
negeri gurun yang panas, tapi di bawahnya adalah deposit kandungan emas hitam.
Sejak ditemukan tahun 1900-an, warga padang pasir ini sontak menjadi OKB-OKB
yang—sayangnya—bisa dibilang masih belum meninggalkan attitude kelas bawahnya. Secara materi, uang bukanlah masalah bagi
mereka, tetapi benar seperti kata sebuah pepatah, ada banyak hal yang tidak
bisa dibeli dengan uang, dan attitude adalah
salah satunya.
Sudah
lama kita begitu menyucikan negeri di mana baginda Nabi Saw ini dilahirkan.
Sebagai jantungnya agama Islam, memang sudah sepantasnya kerajaan Arab
dijunjung sebagai negeri yang adil, makmur, islami, masyarakatnya tekun
beribadah, dan sebagainya sebagainya. Well,
ternyata tidak semuanya begitu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini,
setiap bangsa setiap Negara pasti punya kelebihan dan kekurangan. Dan Saudi
Arabia, terlepas dari Negara tempat dua kota suci berada, pun memiliki boroknya
sendiri. Dari berita, sudah begitu sering kita mendengar TKW-TKW kita yang
dianiyaya, diperkosa, bahkan harus dihukum pancung padahal dia sekadar
melindungi dirinya. Mungkin merasa geregetan atau entah penasaran, penulis
@vabyo nekat menyamar menjadi seorang TKI untuk bekerja di Saudi Arabia sekitar
tahun 2008 – 2009, tepatnya di kota Alkhobar dan Dammam. Tujuan utamanya adalah
melihat secara langsung bagaimana sebenarnya kondisi Negara yang oleh Barat
sering dikategorikan sebagai salah satu pelanggar HAM berat dunia itu.
Selanjutnya,
pembaca akan diajak @Vabyo ke sebuah café, karena di kedua kota itu dia memang
“menyamar” menjadi seorang barista atau pelayan dan sering kali tukang
bersih-bersih. Pengakuan pertamanya tentang negeri ini adalah banyak om-om yang
suka sama cowok-cowok Asia (eh Saudi kan di Asia juga ya, ralat) … om-om
berbulu dan berbadan gede yang suka sama cowok-cowok Asia Tenggara, terutama pinoy alias cowok Filipin. Kebetulan
@vabyo ini rada-rada putih dan tinggi, jadi dia sering dikira kabayan atau orang Filipina, makanya
datang-datang dia langsung ditawar Om-om muahahaha. Tentang hal ini, saya juga
pernah mendengarnya langsung dari salah satu teman saya yang menjadi TKI di
Qatar. Katanya, banyak om-om berkumis di sana memang nafsu banget kalau liat
cowok dari Asia sampai teman saya itupun juga “ditawar” wkwkwk.
Kedua,
banyak perempuan ber-abaya alias semacam burka warna hitam yang menutup
sleuruh tubuh. Rupanya, sesuai pengamatan @vabyo, tidak semua wanita di sana
ber-abaya secara sadar karena banyak yang menggenakan pakaian sexy di balik
kerudung hitam dan sangat longgar itu. Tentang nafsu, si @vabyo juga mengatakan
(dari cerita teman-temannya) bahwa para perempuan kaya raya di sana juga kadang
keterlaluan nafsunya sampai sopirpun diembat sementara suaminya sibuk gandengan
sama cewek-cewek idaman lain). Saya sampai geleng-geleng, awalnya nggak percaya
bahwa semua kejadian “ajaib” di buku ini hanyalah fiksi atau dongeng semata.
Tetapi, semakin saya membaca buku ini, kok rasanya kecenderungan orang-orang
sana kok memang seperti itu ya. Saya mungkin belum pernah ke sana, tetapi
melihat dari makanan pokok mereka yang panas (daging kambing you know!)
dan ketatnya peraturan yang membatasi hubungan pria dan wanita yang bukan
mukhrim, kemungkinan segala sesuatu yang diceritakan di buku ini bisa jadi ada
benarnya.
Lebih
ngenes lagi kalau kita mengamati profesionalisme orang-orang Arab di bidang
pekerjaan. Menurut @vabyo, pantas saja
jika negeri ini membutuhkan tenaga pembantu dari Negara-negara lain karena
konon harga diri mereka terlalu tinggi. Terlahir dari lingkungan yang kaya,
dari Negara yang dihormati oleh seluruh umat di dunia, membuat orang-orang ini
malas untuk memegang sapu atau mengepel lantai, padahal mereka dibayar untuk
itu. Belum lagi kesukaan segelintir orang yang suka banget bilang “ini haram,
kamu kafir, kamu calon penghuni neraka” kalau melihat orang yang menyantap
minuman merek Barat. Padahal, jam rolex mereka, telepon gengam dan laptop
mereka, sampai mobilnya yang mentereng, adalah bikinan Barat semuanya. Belum
lagi kecenderungan mengebut di jalan, tidak menghargai rambu dilarang merokok
atau tradisi antre dengan alasan “tenang, saya warga Saudi Arabia” (jadi karena
warga sana, jadinya bisa melanggar aturan seenaknya gitu ya? Enak betul!).
Buku
ini benar-benar membuka borok dari Saudi Arabia. Untuk mereka yang masih belum
bisa berpikiran luas, buku ini mungkin akan membuat mereka kalap. Masak si
begini dan begitu. Tapi, harap diingat, buku ini tidak mengungkap borok agama
Islam, tetapi borok orang-orang Saudi Arabia yang nota bene beragama Islam. Saya
salut sama seorang bule asal Texas yang menjadi pelanggan setia @Vabyo. Di saat
si penulis hampir gila karena kelakuan orang-orang Saudi itu, si bule
menenangkannya dengan berkata (saya lupa, tapi kira-kira seperti ini) kamu
boleh marah sama mereka, tapi jangan marah sama Islam. Agama Islam tidak
mengajarkan hal-hal seperti ini. Kita juga harus ingat, walaupun Islam
diturunkan pertama kali di negeri Saudi Arabia ini, tetapi Islam bukanlah Arab.
Ada perbedaan antara Islam dan budaya Arab. Menutupi tubuh bagi perempuan
itu Islam, tapi menggenakan cadar dan abaya hitam yang sangat panas itu (mungkin) adalah
budaya. (Sebagian besar) Bangsa Arab mungkin beragama Islam, tetapi Islam bukanlah bangsa Arab. Sebuah petikan dari khutbah terakhir Rasulullah SAW di halaman
terakhir buku ini dengan manis menjadi kesimpulan pamungkas dari keseluruhan
buku yang sangat membawa pandangan baru ini.
All mankind is
from Adam and Eve, an Arab has no superiority over a non-Arab nor a non-Arab
has any superiority over an Arab; also a white has no superiority over black
nor a black has any superiority over white except by piety and good action.”
The Prophet Muhammad’s Last Sermon
Kisah perjalanan ya, bukan novel...?
ReplyDeleteMasa iya sih Arab seburuk itu? Padahal baru baca reviewnya, gimana isi bukunya? Malah makin menampakkan keburukannya dong yah? Tapi bagus sih, buat nambah wawasan.
ReplyDeletejadi pengen bacaaa :')
ReplyDeleteBener-bener nggak nyesel langsung nyari buku ini setelah baca review ini (plus beberapa review di GR). Benar-benar bikin merinding. Berharap itu cuma fiktif belaka~ :(
ReplyDelete