Search This Blog

Tuesday, September 1, 2020

Pustamera, Fiksi Unik Genre Penjara

Judul: Pustamera

Pengarang: Nisrina Lubis

Penyunting: Avifah Ve

Cetakan: Pertama, Agustus 2020

Penerbit: DIVA Press

Tebal: 376 hlm


"Kau tidak bisa terus-terusan bergantung pada mimpi walaupun kau menikmatinya, walaupun kau bisa mewujudkan apa pun yang dalam kenyataan tak bisa kau alami sendiri."

Sebuah penggrebekan dadakan di unit apartemennya membuat Barbara Ray (gadis usia kuliahan yang juga putri seorang musisi terkenal) dipenjara. Polisi menemukan kokain dalam kamar Barbara dalam jumlah yang cukup serius. Hanya berkat bantuan sang Paman yang anggota perwakilan Semesta saja sehingga gadis itu mendapatkan hukuman minimal. Dia dimasukkan ke penjara Pustamera blok E bersama ratusan tahanan lain dengan berbagai kasus kejahatan. Hidup Barbara yang semula santai dan bebas kini terbatasi oleh dinginnya jeruji besi dan aturan ketat yg harus ditaati.

Pustamera adalah penjara misterius di luar kota Semesta. Penjara berpenjangaan ketat ini anehnya memiliki kehidupan yang hampir menyerupai kehidupan normal di luar. Jika kita membayangkan penjara yg gelap dan penuh penjahat bertato serta sering berkelahi, Pustamera ini lebih mirip sebuah asrama karantina tempat penghuninya melakukan hal hal biasa tapi dengan penjagaan ketat. Di Pustamera bahkan tahanan bisa memiliki kafe sendiri, bisa belanja di Toko Kebutuhan, bisa pinjam buku di perpustakaan, bahkan ada tugas bikin menu berbuka puasa juga. Aroma Pustamera tidak sekelam penjara dalam bayangan kita mungkin karena sebagian besar tahanannya berjenis kelamin wanita, jadi nggak sesuram penjara pria yang monoton dan penuh kekerasan itu. Pustamera menyajikan lebih banyak warna.

"Kenali dirimu terlebih dahulu, Barb....Berdamailah dahulu dengan dirimu sendiri."

Pustamera menampilkan sebuah dunia penjara dengan segala keunikan dan kompleksitasnya. Banyak tahanan yang anehnya merasa Pustamera adalah rumahnya. Mereka bingung saat dibebaskan sehingga melanggar peraturan lagi agar bisa masuk ke sana. Satu lagi yang dahsyat dari Pustamera: tentang betapa terang terangan ya praktik homoseksual ditampilkan. Homoseksual menurut penelitian memang sering ditemukan di tempat orang banyak berkumpul dalam waktu lama dan tidak bisa bebas keluar, seperti penjara dan asrama. Kebutuhan menyalurkan dorongan seksual yang terus muncul akhirnya memaksa mereka mencari partner yang ada, tidak peduli walaupun jenis kelaminnya sama. Inilah yang terjadi di Pustamera. Lesbianisme marak dilakukan, bahkan terang-terangan. Barb yang 'normal' awalnya kaget melihat betapa para tahanan memiliki pacar sesama wanita. Dan jika ada yg berani menganggu pasangan orang lain, yang terjadi adalah perkelahian sebagaimana ketika ada cowok yg merebut ceweknya cowok lain. Sangat menarik membaca kisah ini dari sudut pandang wanita.

Keunikan lain Pustamera adalah sosok karismatik bernama Helen Armando, atau Arman. Walau berstatus tahanan, Arman memiliki kekuasaan yang melampaui penjaga penjara. Dia bisa bebas keluar masuk Pustamera, memiliki usaha di dalam penjara, bisa kuliah walaupun sedang ditahan, dan dengan santainya berkualan narkoba. Barb yang pemadat tentu tak ingin ketinggalan. Dia memesan narko dari cewek itu (Arman ini digambarkan sebagai cewek tomboy btw) namun malah mendapatkan RV atau redvelvet--sebuah obat halusinasi dengan kekuatan yang lebih dahsyat ketimbang heroin atau kokain. RV membuat penggunanya melupakan realitas sampai dia melupakan rasa sakit fisik yang sedang dialaminya. Narkoba jenis baru yang lebih berbahaya.


"Ia  (Arman) malaikat dan setan dalam satu kemasan."

Belum selesai misteri Arman dan RV, Barbara harus menghadapi misteri baru. Sementara berjuang melawan pengaruh RV yg membuatnya keluar masuk dunia mimpi, gadis itu menemukan kebenaran baru tentang masa lalunya, tentang siapa ayahnya, tentang RV, dan juga tentang siapa Arman sebenarnya. Bahkan di balik kebenaran baru ini, ternyata masih ada misteri lain yang menyelubungi Pustamera dan segala penghuninya. Sampai di penghujung novel ini, satu demi satu misteri akhirnya terkuak sebelum berujung pada misteri lainnya lagi.

"Aku akui bahwa rajin membaca buku membuat seseorang menjadi lebih menarik."

Pustamera membawa seuatu yang segar untuk ditampilkan dalam jagad fiksi Indonesia: fiksi penjara. Terilhami oleh serial Point Break yang macho banget itu, Pustamera bisa diibaratkan sebagai versi wanitanya. Unsur LGBT di penjara yang diangkat juga menjadi poin tersendiri, di samping sejumlah isu kesehatab mental yang dengan cerdik disisipkan penulis dalam ceritanya. Bagian menjelang akhir juga digarap dengan kecermatan sehingga saya beberapa kali harus membaca ulang untuk menemukan petunjuk yang ditabur penulis dalam bab bab tengah sampai akhir hingga saya bisa menemukan wownya.

Butuh waktu yang lumayan lama untuk membaca Pustamera, terutama di bagian awal. Kendala pertama bagi saya adalah begitu banyaknya karakter di bagian bagian awal sehingga saya kebingungan menghafalkan ini siapa dan orangnya bagaimana. Kemudian ceritanya seolah nggak bergerak alias lumayan lama dan membuat saya menyelingi dengan buku lain. Baru di halaman 100an, garis ceritanya kepegang kembali sehingga saya memutuskan melanjutkan. Alhamdulillah selesai dalam waktu 3 hari untuk novel setebal Pustamera.

Untuk masukan, mungkin di bagian belakang lebih diperjelas lagi twistnya, karena saya merasa novel ini begitu padat di depan tetapi sangat kurang penjelasan di belakang padahal bagian ending ini yg menurut saya jadi poin duarnya. Juga banyaknya karakter di bab bab awal yang ternyata tidak begitu bermain di bagian penghujung cerita, menurut saya bisa dikurangi sehingga bab bab awal tidak berpanjang panjang karena berpotensi membuat pembaca bosan.



Tetapi, selamat untuk penulis atas novel pertamanya ini.


No comments:

Post a Comment