Pengarang: Stephanie Garber
Penerjemah: Jia Effendi
Cetakan: Pertama, Maret 2017
Tebal: 436 hlm
Penerbit: Nourabooks
Caraval, sebuah parade magis akan berlangsung di sebuah
pulau misterius, Isla de los Suenos. Ini bukanlah parade atau sirkus biasa.
Caraval adalah hiburan seru sekaligus petualangan yang berbahaya. Dalam
Caraval, semua orang bisa ikut bermain, tetapi mereka juga bias terluka. Sebuah
perpaduan antara permainan, acting, teka-teki, serta tarik ulur siasat, Caraval
akan menjadi pelarian yang sangat tepat untuk melupakan sejenak rutinitas
keseharian yang membosankan atau mungkin malah penuh tekanan. Dalam Caraval,
peserta akan diajak menelusuri terowongan-terowongan rahasia, kanal-kanal penuh
muslihat, hingga penginapan-penginapan yang seperti menyimpan sejuta rahasia.
Caraval juga menawarkan beragam sihir yang bisa kau beli dengan rahasiamu,
parfum yang bisa mencegah orang melukaimu, gaun yang berubah-ubah sesuai emosi
pemakainya, dan masih banyak lagi. Semua ini masih ditambah dengan satu hadiah
istimewa yang telah menanti sang juara di akhir permainan.
“Caraval lebih
daripada sekadar sebuah permainan atau sebuah pertunjukan. Itu adalah hal
terdekat dengan sihir yang bisa kau temukan di dunia ini." (hlm. 18)
Scarlet dan Tella, dua bersaudari ini telah bermimpi bisa
menonton Caraval sejak keduanya masih kecil. Scarlet yang begitu menyayangi
adiknya, Tella, bahkan sudah mengirimkan surat kepada sang pemilik Caraval,
yakni Legend nan misterius. Hamper setiap tahun surat dikirim dan sekalipun tak
berbalas. Hingga akhirnya kesabaran itu berbuah hasil pada tahun ketujuh:
Legend mengundajng keduanya untuk tidak saja manjadi penonton Caraval, tetapi
ikut bermain di dalamnya. Sebagai gadis yang beranjak remaja, undangan ini
tentu tak dapat ditolak. Scarlet tumbuh jadi remaja yang lurus, penurut, dan
cenderung menjauhi petualangan. Tetapi Tella adalah kebalikan dari kakaknya.
Gadis ini begitu mendamba petualangan.
“Mimpi-mimpi yang
menjadi nyata memang indah, tetapi itu juga bisa menjadi mimpi buruk jika
orang-orang tidak bangun." (hlm. 80)
Dalam hati kecilnya, Scarlet sebenarnya juga tertarik ikut
Caraval. Tetapi, risiko yang ditanggung terlalu besar. Caraval memang permainan
yang menyenangkan, tetapi sihir di dalamnya bisa menyeret peserta yang
terlampau asyik bermain dalam pesonanya yang berbahaya. Apalagi, konon dulu ada
seorang peserta yang meninggal setelah ikut Caraval. Rasa takut bertarung
dengan rasa penasaran, dan berkat Donna yang nekat, rasa penasaran menang.
Walau tidak dengan kemauan sendiri, Scarllet, Tella, dan seorang pemuda Bengal
temannya, Julian, masuk dan menjadi salah tiga peserta dalam Caraval. Selain
penasaran, keinginan ikut Caraval juga didorong oleh sebab lain. Sudah sejak
lama, kedua bersaudari itu hidup di bawah tekanan sang ayah yang kejam.
Kekejamannya sungguh di luar batas, tetapi entah bagaimana Scarlet tidak bisa
melarikan diri dari siksaan itu. Caraval diharapkan menjadi pelariannya
sementara.
"Kenapa kau
selalu terfokus pada apa yang harus kau berikan daripada pada apa yang akan kau
dapatkan? Ada beberapa hal yang layak dikejar apa pun biayanya." (hlm.
200)
Jalannya Caraval ternyata mirip jalannya takdir yang sering
kali tak terduga. Scarlet sama sekali tidak menyangka kalau caraval akan banyak
mengubah dirinya. Dimulai dari hilangnya sang adik dalam labirin Caraval,
Scarlet menyadari kalau Caraval tahun ini berbeda dengan yang
sebelum-sebelumnya. Undangan khusus yang didapatkannya adalah tanda bahwa
permainan ini adalah untuknya dan adik yang sangat disayanginya akan menjadi
pertaruhan utama. Mau tak mau, Scarlet harus mengikuti permainan, memecahkan
petunjuk, serta menjalani beragam permainan serta pemandangan paling aneh yang
belum pernah terbayangkan sebelumnya. Caraval memang indah sekaligus
memabukkan. Jika kau terlampau larut di dalamnya, berhati-hatilah karena
mungkin saja jiwa atau badanmu akan terluka. Dan Scarlett diwanti-wanti untuk
berhati-hati. Untunglah ada sosok Julian yang dalam kisah ini ternyata begitu
banyak membantu Scarlett.
"Kalau kau
sungguh-sungguh ingin memainkannya dengan benar, kau harus mempelajari
sejarahnya." (hlm. 203)
Walau bandel dan sok jantan, Julian ini ternyata dapat
diandalkan. Berulang lagi dia menyelamatkan Scarlett yang sangat naïf sekaligus
ceroboh. Walau sering bertengkar, keduanyaternyata cocok sekali kalau saling
berkerja sama untuk mencari petunjuk serta melewati beragam jebakan yang
bertebaran dalam Caraval. Ini yang kemudian mengingatkan saya pada sesuatu.
Interaksi suka tapi sering berantem ini sering sekali saya jumpai dalam film
atau buku romantic. Dan setelah saya cek goodreads serta membaca selesai buku
ini, saya bisa menyimpulkan kalau Caraval ini lebih condong ke kisah romance
ketimbang fantasi. Bukan roman-fantasi ala seri The Mortal Instruments-nya
Cassandra Clare, tetapi lebih mendekati seri Twillight-nya Meyer. Settingnya
yang jadul juga makin mengingatkan saya pada genre hysterical romance eh
historical romance yang nganu-nganu itu. Ini belum dramanya. Sumpah deh,
Scarlet ini di awal sampai tengah drama banget. Adegan-adegan yang drama (bukan
dramatis loh ya) juga bertebaran di sepanjang buku. Gimana ya, lama-lama kok
fantasi Caraval-nya hilang dan ketutup sama intensitas drama Scarlet dan
Julian.
"Aku percaya kau
bisa menjadi orang baik kalau kau menginginkannya." (hlm. 259)
Hal lain yang sebetulnya unik dalam novel ini, tetapi karena
menurut saya jadi mengganggu karena begitu sering muncul adalah kalimat-kalimat
berbunga yang tak pada tempatnya. Jika sesekali muncul mungkin bisa dimaklumi,
tetapi kalimat-kalimat penuh warna-warni macam: “hari yang berwarna hijau”,
“udara yang seperti sup”, “gaun yang sehalus mimpi buruk” muncul banyak sekali.
Andai saja Scarlet memiliki kemampuan melihat aura suatu benda atau peristiwa,
mungkin bisa dimaklumi. Tetapi, novel ini diceritakan dari sudut pandang orang
ketiga tunggal, dan dengan meletakkan kalimat-kalimat berbunga begini di
tengah-tengah cerita, saya merasa penulis ingin memperindah bahasa tetapi
secara tak langsung dia juga memaksakan seleranya kepada cerita. Mungkin,
karena saya jarang membaca genre historical romance, gaya penulisan seperti ini
biasa digunakan. Tetapi, entahlah, porsinya terlalu banyak dalam Caraval ini
sehingga bikin novel ini semakin drama saja.
“Setiap orang memiliki
kekuatan untuk mengubah takdir mereka jika mereka cukup berani memperjuangkan
hasratnya lebih dari apa pun." (hlm. 156)
Menjelang akhir Caraval (jujur membaca buku ini melelahkan
bagi saya yang bukan penggemar bacaan romance drama), saya bisa mulai memahami
mengapa karakter Scarlet drama abis di depan. Caraval ibarat sebuah ujian yang
akan menempa gadis itu menjadi wanita yang lebih dewasa, lebih berani mengambil
keputusan, serta mau berjuang untuk mengapai masa depannya dengan kekuatan
serta caranya sendiri. Bahkan Julian pun mengalami perkembangan karakter yang
mengingatkan kita pada pentingnya pengorbanan dan kesetiaan, serta cinta.
Secara ringkas, novel Caraval ini sepertinya memang lebih menyorot pada
perkembangan karakter keduanya, juga perkembangan hubungan antara keduanya.
Caraval menjadi setting yang luar biasa unik dalam sebuah kisah cinta sehingga
membuat kisah Scarlet dan Julian ini lebih istimewa. Dan Caraval memang
benar-benar misterius. Sampai di halaman terakhir, saya masih belum menemukan
jawaban atau gambaran yang memuaskan tentang apa Caraval itu sendiri selain
lorong-lorong penuh sihir, tipu daya, kepura-puraan yang dibalut oleh unsur
drama yang luar biasa kental.
"Tidak seorang
pun benar-benar jujur, jawal Nigel. Bahkan kalaupun kita tidak berbohong kepada
orang lain, sering kali kita membohongi diri sendiri." (hlm. 160)
No comments:
Post a Comment