Search This Blog

Thursday, March 1, 2012

Mitologi Jawa

Judul                : Mitologi Jawa*
Penulis              : Drs. Budiono Herusatoto
Penyunting        : Kojek Rachmatullah
Setting              : Ian Faisal A
Cover               : Sri Retno Susanti
Cetakan           : 1, 2012
Tebal                : xiv + 152 halaman
Penerbit            : Oncor Semesta Ilmu


  * Dimuat di Harian Jogja edisi Kamis 1 Maret 2012

Orang Jawa sejak dulu terkenal sebagai salah satu suku bangsa di Nusantara yang telah menghasilkan peradaban dan kebudayaan adi luhung. Tradisi ini merupakan perpaduan dari beragam unsur kebudayaan, mulai dari unsur dinamisme-animisme nenek moyang, unsur-unsur agama Hindu dan Buddha serta bentuk-bentuk pengejawantahan syariat Islam dalam bentuknya yang teralkulturasi. Ke semua elemen ini berpadu melalui akulturasi selama ribuan tahun sehingga menghasilkan kebudayaan yang bercorak kaya akan mitos, memiliki beragam wewaler (peringatan untuk kebajikan) dan pandangan/ajaran terselubung, serta diwarnai oleh upaya untuk menyelaraskan diri dengan alam, mulai dari bangun tidur hingga matahari tenggelam.
            Karena kompleksitas dan keformalannya—terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan pemusatan kekuasaan (dalam hal ini kraton)—kebudayaan Jawa bisa dianggap sebagai salah satu kebudayaan tua yang telah mengalami lapis-lapis perkembangan di setiap kurun masa. Tepat pada tanggal 1 bulan Srawana tahun 1 Saka ( atau sekitar tanggal 7 Maret 78 Masehi), peradaban adi luhung ini beranjak meninggalkan zaman prasejarah menuju dimulainya reformasi kebudayaan. Peristiwa ini ditandai dengan penulisan 20 aksara Jawa: ha-na-ca-ra-ka-da-ta-sa-wa-la-pa-dha-ja-ya-nya-ma-ga-ba-tha-nga yang konon diciptakan oleh Empu Sengkala, pemimpin rombongan pertama brahmana bangsa Hindu/India. Rombongan inilah yang kemudian bermukim di Tanah Jawa hingga hampir satu abad lamanya, seraya meletakkan dasar-dasar dari sebuah kebudayaan  yang sangat unik di masa depan serta mungkin bisa disebut sebagai “orang Jawa yang pertama”.
            Zaman orang jawa pertama ini disebut juga zaman mitos, karena baik kebenaran maupun catatan historiografisnya masih samar-samar dan sulit untuk ditelusuri. Catatan paling kuno tentang masa-masa awal peradaban Jawa masih berupa pengetahuan lisan, dan baru dituliskan pada zaman Prabu Jayabaya, Raja Kediri (1130-1160 Masehi) dalam Kitab Tantu Panggelaran. Dalam babad awal inilah muncul legenda Aji Saka, raja pertama yang menurut mitos orang Jawa adalah gelar bagi Empu Sengkala, karena tokoh inilah yang mendorong ditetapkannya hari, bukan, dan tahun pertama sebagai tonggak pertama (saka) dari munculnya kebudayaan Jawa. Dari era awal ini pula, sudah mulai muncul ilmu pengetahuan asli Jawa purba, yang kemudian membedakan Jawa dari India, yakni pranata mangsa (ilmu tentang musim) dan pawukon atau Kawruh Ilmu Perbintangan (astrologi) Jawa sebagai pengetahuan turun-temurun yang bertujuan untuk menyeimbangkan antara kehidupan dengan kehendak Tuhan  (halaman 35).
            Selain menguraikan mengenai sejarah dan asal-usul kebudayaan Jawa, buku Mitologi Jawa juga membahas tentang beragam mitos, wewaler (peringatan), nasihat tersamar, dan prinsip-prinsip hidup orang Jawa yang masih banyak dianut oleh suku bangsa ini. Aneka pantangan yang selama ini mungkin dipandang orang modern sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dan merepotkan, ternyata sebenarnya memiliki pesan atau nasihat yang tersamar. Pantangan agar jangan duduk di depan pintu, jangan keluar pada waktu maghrib, jangan bepergian di hari Sabtu paing, jangan melempar sampah ke jendela, jangan membuang kutu rambut yang sudah berhasil ditangkap, semua itu ternyata mengisyaratkan petuah agar manusia tidak menyia-nyiakan waktu serta harus mampu bertindak secara efektif dan efisien. Anjuran agar tidak membiarkan jendhela menga (jendela dalam keadaan terbuka) di senja atau malam hari, misalnya, bertujuan untuk menghalau angin malam yang tidak baik untuk kesehatan  serta menghindarkan dari orang-orang yang bermaksud jahat.  Ora ilok, mbuwang tumo (pamali kalau membuang kutu rambut) juga sebenarnya bertujuan agar kutu itu tidak menular ke  kepala orang lain.
            Bahkan, dalam mitos yang dari luar tampak begitu di luar nalar dan logika pun ternyata memiliki butir-butir kebenaran. Anak sukerta dan golongan penganyam-anyam  (orang yang melakukan tindakan kurang etis) yang konon harus diruwat dengan mengadakan pertunjukan wayang semalam suntuk dengan lakon Murwa Kala agar tidak dimangsa oleh Batara Kala adalah salah satu mitos yang masih banyak dipertahankan oleh orang Jawa di beberapa daerah. Kisah-mitos ini sebenarnya mengandung nasihat atau pelajaran etika budi pekerti sebagai pembinaan mental dan spiritual. Misalnya saja, salah satu yang termasuk anak sukerta adalah ontang-anting (anak tunggal laki-laki). Anak ini harus diruwat (atau dalam hal ini dirawat dan dibimbing dengan sebaik-baiknya) agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan dirinya, baik secara fisik maupun mental. Jika dilihat dari sisi rasional, anak tunggal bisa tumbuh sebagai anak yang manja jika tidak dirawat dengan baik (dan karena itu bisa menghancurkan orang tuanya atau diibaratkan “dimakan Batara Kala”). Bisa juga karena anak tunggal adalah pewaris satu-satunya yang diharapkan akan meneruskan kejayaan orang tua sehingga harus dirawat dengan baik-baik.
            Selain penjelasan mengenai daftar anak atau orang yang harus diruwat, diuraikan pula tentang beragam mitos dan legenda yang selama ini dekat dengan keseharian masyarakat Jawa. Asal-Usul Kali Opak, mitos Ratu Laut Selatan, legenda Lorojongrang, hingga kisah hantu lampor yang konon merupakan penggawal Nyai Roro Kidul yang hendak menuju ke Gunung Merapi, semuanya diuraikan sesuai pandangan umum orang Jawa, sehingga baik mereka yang sudah paham maupun orang di luar Jawa akan menemukan versi yang lebih lengkap dari legenda-legenda urban di tanah Jawa itu. Alasan mengapa terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan, yang bagi orang Jawa dikisahkan secara unik sebagai perbuatan kepala seorang buto (raksasa jahat) yang menelan Bulan dan Matahari.
Inilah uniknya orang Jawa. Peristiwa-peristiwa alam yang terlalu rumit untuk dijelaskan dipaparkan melalui cerita sederhana yang sekaligus berisi berbagai petuah dan larangan. Kisah ini kemudian diturunkan dari generasi ke generasi, menghasilkan pemahaman dan kemantapan karakter serta watak yang kemudian mengental dalam pribadi unik dan khas. Buku ini akan mengajak Anda untuk menyelami sebuah akulturasi antar-elemen kebudayaan yang bertanggung jawab dalam berdirinya salah satu kebudayaan paling unik, paling lestari, dan paling kaya akan wacana di Nusantara: Kebudayaan Jawa. 

11 comments:

  1. Iya itu Betara Kala kayaknya sih ... kalau ngak salah, bukunya juga keren kok

    ReplyDelete
  2. Mas Dion keren. Aku mau dong pinjem bukunya kapan2 XD

    ReplyDelete
  3. walau saya bukan orang Jawa, namun masih tertarik belajar tentang kebudayaan jawa. sepertinya buku ini menarik yah

    ReplyDelete
  4. Menarik banget, yang dipaparkan juga umum kok mas, sangat berharga u/ studi antropologi dan budaya

    ReplyDelete
  5. wah, sepertinya buku yang menarik nihh...
    patut coba dibaca...hehee

    ReplyDelete