Search This Blog

Monday, December 12, 2011

Dunsa, Petualangan di Prutopian


 Judul                : Dunsa
Pengarang        : Vinca Calista
Penyunting        : Jia Effendie
Penyelaras        : Ida Wajdi dan Fenty Nadia
Pewajah Isi       : Aniza Pujiati
Cetakan           : 1, November 2011
Tebal                : 453 halaman
Penerbit            : Atria


            Perkenalkan, 4 negeri besar Prutopian: Naraniscala, Fatacetta, Cuacindaga, dan Delmorania. Inilah dunia baru dalam ranah fiksi-fantasi Indonesia yang akhirnya menambah kaya lagi daftar prosa fantasi di negeri ini. Dilengkapi dengan peta, penamaan yang konsisten dan tidak asal comot, serta alur sejarah historis (yang dibuktikan dengan adanya silsilah kerajaan Naraniscala) membuktikan bahwa Dunsa tidaklah “jadi dalam semalam”. Dibutuhkan ketekunan dan kesabaran ekstra yang luar biasa untuk bisa menyusun sebuah cerita epik nan panjang dan cukup lengkap seperti ini.

            Dunsa adalah Megorgo dan Merphilia Dunsa, ibu-anak yang takdirnya digariskan untuk mewarnai sejarah peradaban dunia Prutopian. Dikisahkan bahwa Megorgo yang hanyalah wanita biasa mencintai putra mahkota dari negeri Naraniscala, Pangeran Claresta. Akibat perbedaan kasta, keduanya dipisahkan dan dipaksa untuk mengambil jalan yang berbeda. Megorgo lalu berubah menjadi pendendam, ia memutuskan untuk belajar sihir dari kaum Zauberei dan mendirikan sebuah keratuan hitam di Kepulauan Borealis yang terpencil. Saking bencinya ia kepada Naraniscala, Megorgo yang telah berubah menjadi jahat dan berganti nama menjadi Ratu Veruna atau Ratu Merah kemudian menebar teror ke seluruh penjuru Prutopian. Tidak terhitung besarnya korban dan kerusakan yang ditumbulkan, seblum akhirnya Ratu Veruna ini dikalahkan oleh Ratu Alanisador yang kemudian menjadi penguasa Naraniscala.

            Kisah itu terjadi belasan tahun yang lampau. Masa ketika Ratu Merah dikalahkan telah belasan tahun berlalu ketika Merphilia Dunsa beranjak dewawa. Ia yang tadinya hanya gadis desa yang gemar bertarung, tiba-tiba dikejutkan oleh kunjungan para Zauberei. Mereka mengatakan bahwa Ratu Merah telah dibangkitkan kembali dan sekali lagi mengancam kedamaian Prutopian. Bersama Bibinya Bruzila, keduanya diboyong ke istana hanya untuk menemui fakta baru, Merphilia adalah putri dari Ratu Veruna, Putri Cleorida. Para zauberei juga menyatakan bahwa Merphilia adalah sang gadis petarung yang diramalkan sebagai satu-satunya yang bisa membunuh Ratu Veruna yang telah bangkit kembali.

            Dengan bantuan balatentara kerajaan Sena Naraniscala, Merphilia berangkat menuju kerajaan Delmorania yang paling terancam oleh kebangkitan Ratu Veruna. Peta yang ada di depan terbukti sangat memudahkan pembaca untuk mengetahui di mana letak-letak negeri dan kota yang disebutkan dalam buku ini. Dari sinilah petualangan Merphilia sang gadis petarung berlanjut. Aneka petualangan siap menanti, bermacam makhluk legendaris yang selama ini hanya ada dalam buku tiba-tiba mewujud nyata dan benar-benar harus dihadapi Merphilia. Kisah ini diselipi juga dengan bumbu-bumbu romantisme antara Merphilia dengan pangeran Skandar sehingga porsinya pas antara sebuah novel petualangan, fantasi, sekaligus novel remaja. Dengan gaya seperti ini, Dunsa cocok dibaca oleh siapa saja.

Dalam lembar-lembar Dunsa, petualangan datang susul menyusul. Mulai dari upaya mereka melawan binatang ganas di lautan, berkunjung ke reruntuhan kota dan kuil kuno yang masih menyimpan monster dari masa lampau, serta perang besar yang akan menjadi klimaks dari cerita ini; semuanya memberikan jalinan petualangan paling seru yang bisa ditawarkan oleh tulisan dan kertas. Bagian awal memang harus agak bersabar, namun semakin ke tengah, jalan ceritanya akan mulai terbentuk sebelum akhirnya pembaca kesulitan untuk lepas dari cengkeraman petualangan Merphilia Dunsa. Pun begitu, bab-bab awal ditulis juga ditulis dengan kecemerlangan ide dan kesederhanaan cerita, sehingga tetap enak untuk diikuti.

            Hal lain yang menarik dari Dunsa adalah aroma Nusantaranya yang lebih terasa ketimbang buku-buku fikfan lain karya anak bangsa—yang rata-rata masih terlalu mengorbit pada fantasi barat. Penulis mampu menyisipkan rasa lokal dalam penamaan ruang-ruang di istana Naraniscala (Aula Pustaka), nama-nama geografis (Tirai Banir, Gua Gersang, Hutan Rintik, dan Laut bayang Air), bahkan masih menggunakan lema Danyang (roh halus penghuni sungai/danau yang juga dikenal dalam mitologi Jawa). Walaupun masih ditemukan penamaan tokoh-tokoh yang terlalu banyak berbau konsonan “v”, “f”, dan “z” seperti cerita2 fantasi dari Barat, namun nama-nama tokoh dan tempat dalam Dunsa sudah jauh lebih ramah dan relatif mudah diingat untuk sebuah naskah karya penulis lokal. Salut untuk menulis. Semoga, ada lebih banyak lagi fiksi fantasi hasil karya anak bangsa yang tidak ragu lagi menggunakan penamaan ala Indonesia alih-alih terlalu membiduk ke ranah fantasi Barat.

            Lalu, serukah petualangan dalam Dunsa? Kalau Anda pecinta cerita fantasi yang model pertempuran antara baik dan jahat, maka buku ini cocok untuk Anda. Bila kamu adalah pembaca remaja yang ingin membaca kisah petualangan sekaligus kisah cinta masa remaja, Dunsa juga cocok untuk kamu. Sementara, bagi pembaca umum yang haus akan fiksi fantasi bermutu karya anak negeri, maka Dunsa wajib dikoleksi. Tidak rugi mengoleksi buku ini, mengingat penulis mampu menulis dan menyusun Dunsa dan dunia Prutopian dengan lengkap dan tidak nanggung. Terlepas dari beberapa pertanyaan yang agak menganjal di sela-sela cerita (seperti modus penyerangan oleh Ratu Veruna yang sepertinya terlalu gegabah serta kisah cinta antara Merphilia dan Skandar yang porsi penceritaannya kadang terlalu over  di beberapa bagian), saya memberikan 4 bintang untuk Dunsa.

Atas jerih payah sang penulis dalam mengisahkan dunia Prutopian secara lengkap (dengan riwayat dan peta geografisnya) dan bahwa belum banyak penulis lokal yang menerbitkan buku fiksi seperti ini, dua jempol patut diacungkan pada sang penulis. Dunsa telah menambah satu lagi jajaran fikfan karya anak negeri. Membacanya, Anda akan terbawa kembali pada romantisme membaca Lord of the Ring, The Chronicles of Narnia, dan Harry Potter; agaknya Dunsa ini memang terinspirasi dari tiga master fantasi dunia ini. Namun demikian, Dunsa masih mempertahankan unsur penulisnya yang khas. Mantra-mantra kuno yang ia temukan, aneka makhluk gaib legendaris yang ia jabarkan, serta salam-salam khas penyihir yang ia susun (pastinya dengan kerja keras dan kesungguhan) adalah salah satu yang menjadikan Dunsa layak untuk dibaca dan dikoleksi. Sungguh senang saya diberi kesempatan untuk membaca karya unik ini.

            Jelajahi dunia Prutopian, karena ada banyak makhluk magis dan petualangan seru menantimu di sana! 


11 comments:

  1. wih...review yang menarik dion..walaupun saya bukan pecinta fantasy apalagi fantasy indonesia..tpi sepertinya buku ini layak diberikan kesempatan utk dibaca ya :D

    ReplyDelete
  2. Iya, untuk kelas fiksi fantasi lokal yg jaraaaanngggg itu memang kudu kita dukung agar bisa maju kayak di negara2 barat ya hehe makasih

    ReplyDelete
  3. Aku mau baca buku ini!!!
    Penasaran!!!
    Eh lumayan tebal yah ternyata

    ReplyDelete
  4. Iya tebal, ngak usah penasaran beli aja hihihi bagus kok kalo bwt penggemar fantasi lokal

    ReplyDelete
  5. Mas Dion aku mau pinjam dong.. >.<
    Nanti aku pinjemin Anak Rembulan :P

    Aku abis baca Anak Rembulan karya Djokolelono, fantasi lokal juga. Yah berbeda tema dikitlah sama fantasi Dunsa tapi seru abis.

    ReplyDelete
  6. Eh, kyaknya menarik nih. Kebeneran aku belum pernah baca fantasy dalam negeri loh.

    ReplyDelete
  7. @Yayun: nah itulah, sepertinya fantasi lokal pun kudu menulis nama2 yg susah diingat dan dilafalkan...apakah ini gara2 pengaruh fantasi barat?

    @annisa: u/ novel fantasi lokal, Dunsa wajib dimiliki dan patut diperhitungkan

    ReplyDelete
  8. Waw. Baca ini keliatannya Dunsa menarik. Pas baca reviewnya Mbak Luz di fikfanindo keliatannya novel ini nista sekali soalnya xD *considering

    ReplyDelete