Search This Blog

Saturday, February 10, 2024

Senyum Karyamin

Judul: Senyum Karyamin

Pengarang: Ahmad Tohari

Tebal: 73

Cetakan: Januari, 1989

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



Seorang sastrawan yang piawai senantiasa pandai menyajikan apa-apa yang lama tetap relevan atau setidaknya tetap terbaca oleh pembaca jauh melampui zaman. Meski cerpen-cerpen di buku ini ditulis tahun 1980an, tulisan dan bahasanya tetap enak dinikmati, tidak begitu sulit untuk dipahami. Tambahan lagi,Ahmad Tohari selalu bisa membawa pembaca pada aura pedesaan. Ia menulis seperti mendongeng, hanya saja yang didongengkan adalah kisah-kisah kehidupan warga desa atau kaum jelata yang terasa akrab bagi yang semasa, tetapi juga enak diikuti oleh mereka yang berbeda zaman. Kita ibarat menyimak kisah dari si A dan si B dari desa sebelah. Ada nuansa akrab dan dekat.

Seperti yang ditulis Seno Gumira Ajidarma di penutup kumcer ini, Ahmad Tohari membawakan apa-apa yg sempat lama untuk pembaca di masa yang baru. Tohari juga sepertinya hendak menunjukkan kepada para pembaca yang jauh bahwa di balik normalnya kehidupan pembaca ternyata masih ada hal-hal sepele yang dianggap bencana besar oleh mereka yang ada di desa. 

Tidak heran karena cerpen-cerpen ini memang ditulis tahun 70an - 80an dengan latar yang juga khas, di sekitaran Banyumas. Tokohnya juga orang orang biasa dengan nama yang mungkin juga terlalu biasa, nama yg begitu sering kita temukan sama di desa - desa, dulu.

Ini yg memang konon menjadi kekhasan dari penulis ini. Menghadirkan latar pedesaan dan wong cilik dalam karya-karyanya. Tetapi tidak kemudian hal ini menjadikan karyanya menjadi kecil. Karya beliau punya riak yang pelan tapi  dahsyat. Sejarah mengoreskan catatan betapa Tohari pernah dinterogasi selama beberapa lamanya karena Ronggeng Dukuh Paruk diduga kekiri-kirian oleh Orde Baru. 

Cerpen-cerpen di buku ini seperti punya napas yang sama. Karakter penggeraknya pun standar kita temukan dalam karya-karya sastra. Ada sosok "baik"  yang menjadi sosok (yang seharusnya) adalah panutan, dan sosok minor, yang dianggap "salah" oleh lingkungan hanya karena dia berlaku  lumrah, tidak sewajarnya, bagi penduduk desa tersebut. 

Plottwist yang khas sastrawan! Setiap tokoh mencerminkan bagaimana setiap manusia ingin berbuat baik tapi kadang jadi keliru karena saatnya tidak tepat, atau kondisinya belum pas. Apa yang dianggap berjasa ternyata malah menyengsarakan bagi yang lainnya. Yang terlihat baik belum tentu beneran baik. Seolah pembaca diajak untuk terbiasa dengan berbagai pandangan dan diajak mencoba berada di posisi mereka yang bahkan melawan pun sudah tidak kuasa. 

Kisah-kisah pendek ini juga seperti hendak menguliti kondisi bangsa ini, terutama di Jawa. Kita kadang tidak mau mengakui bahwa masih ada  "penyakit" masyarakat yang terus ditutup-tutupi demi dalih agar pembangunan terlihat berhasil. Jikapun disembuhkan, upayanya tampak dipaksakan dan seolah hanya formalitas semata. 

Apa yang disuguhkan Tohari sejatinya memang apa yang sering dihadapi wong cilik di masa itu. Penulis ibarat dengan sengaja menggambarkan ulang keresahan wong cilik lewat dongeng dongeng tapi tidak melulu dia menghadirkan ceramah di sana.

Dalam cerpen Senyum Karyamin misalnya, ditutup dengan ending yang mengambang sekaligus membiarkan pembaca tersentak melihat kelakuan pejabat desa yang dengan kejinya menarik dana sumbangan untuk orang orang yang rasanya harus menyisihkan uang untuk mereka yang kelaparan jauh di sana sementara diri sendiri juga sama kelaparannya. Begitulah cara penulis mengusik dan memancing kegelisahan pembaca.

Pada akhirnya, kita diingatkan betapa seringkita terlalu jauh melihat yang tidak ada di dekatnya sampai mengabaikan masalah besar yang ada bahkan menempel pada diri. Dan benarkah apa apa yang cilik harus kalah karena kurang menarik untuk dilirik? Cerpen-cerpen ini dengan menarik membuktikan bahwa itu keliru.

2 comments:

  1. Ahmad Tohari termasuk penulis yang membawa tema sederhana tapi menyentil. Dan benar, unsur pedesaan di dalam ceritanya begitu kental dan terasa sekali hawa-hawanya. Ini yang bikin saya suka membaca karya beliau, walaupun sejauh ini baru dua judul yang dibaca: Kubah dan Orang-Orang Proyek.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener mas, nah aku malah belum baca yang dua itu nih

      Delete