Pengarang : Jacob Julian
Penyunting : Novita Ita W
Tebal : 232 hlm
Sampul : Aan
Cetakan : 1, Oktober 2014
Penerbit : De Teens
Bersama dua penjaga gerbang dunia atas dan bawah, Seaman dan Syamalan, Neil harus menghadapi Amon, salah satu makhluk kuno yang amat jahat. Jika tulang itu tidak ada pada Amon, lalu siapa?
Penulis yang satu ini sepertinya terobsesi pada dramatisme katastofa yang mengguncang dunia mengingat tulisan-tulisannya senantiasa merenggut korban manusia dalam jumlah luar biasa. Tidak terkecuali di novel terbarunya ini, The Tip of Bones. Dari blurb-nya saja yang sangat membikin penasaran, pembaca sudah diarahkan ke dunia ala-ala dystopia yang mungkin nanti ada sedikit romansanya, tentang seorang pemuda yang tetap mencintai kekasihnya meskipun dunia sudah mencapai ujungnya. Saya hampir saja menyerah membaca pertiga pertama buku ini, sebelum akhirnya saya kukuh melanjutkan dan ternyata novel ini cukup readable, terutama setelah penulisnya mengaku terinspirasi tulisan Neil Gaiman sebelum menulis novel ini.
Neil Gaiman? Pantas tokoh cowok di novel ini namanya Neil (entah disengaja atau tidak) dan pantas pula kalau sekilas novel ini terasa absurd di awalnya. Tahu-tahu saja langit koyak dan tanah berbelah, lalu mahkluk-makhluk kegelapan muncul ke Dunia Tengah (atau Bumi) dan dengan seenak hati menyantap manusia-manusia yang ada. Dalam kondisi genting seperti ini, Neil kehilangan kekasihnya, yang direnggut oleh salah satu mahkluk bayangan dari atas langit. Dan, sementara dia berjuang mencari kekasihnya yang hilang, saat seluruh kota hancur lebur oleh serangan mahkluk2 jahat, dia malah menjumpai seekor anjing husky dan burung merpati unyu tengah saling bertarung. Kurang absurd apa coba, anjing sama burung dara bertengkar, trus bertengkarnya gimana coba? Tapi, ya kembali lagi pada maksud penulis yang memang ingin absurd, jadi dibaca aja lanjut.
Kemudian, setelah berhasil melerai kedua mahkluk unyu itu, Neil mendapati bahwa kedua hewan itu ternyata adalah dua penjaga dunia atas dan dunia bawah, namanya Seaman dan Syamalan. Dari penamaan keduanya ini, saya mengira sang penulis pasti habis baca kalau nggak Sandman ya Neverwhere, atau mungkin American Gods. Apapun itu, Neil kemudian bertemu dengan pemandangan lain yang lebih absurd. Dia melihat seorang kakek tua naik kerbau, yang menyuruhnya mencari sebuah tulang jika ingin menemukan kembali kekasihnya. Tulang apa? Dan apa gunanya sebuah tulang di dunia yang hampir kolaps seperti itu? Benar-benar absurd. Sebentar, tetaplah bertahan membaca novelnya.
Sampai pertengahan novel, ceritanya mulai mengalir dan keabsurd-an serta aneka hal ganjil yang bertebaran di awal novel ini mulai mendapatkan jawabannya. Satu demi satu pertanyaan dijawab. Dan karakter Neil ini memang unik serta mulai mendapatkan tempat di hati para pembaca ketika sampai di halaman belakang. Oh ya, nanti di bagian-bagian akhir bakal ada dialog filsafati tentang penciptaan yang mengingatkan saya pada percakapan di alam putih antara Dumbledore dan Harry Potter di buku ketujuh. Ya pokoknya model-model perenungan begitulah. Jadi, selain aksi dan cinta, novel fantasi ternyata juga mampu menghasilkan perenungan.
Suwun mas Dion... selamat, Anda bertahan di novel yang tidak ortodoks semacam ini. :))
ReplyDeleteparagraf awalnya sungguh buat ngakak, ternyata Jacob terobsesi dengan seperti ya? :))
ah semoga mas Dion baca buku saya yang lain juga.
kamsia...