Judul :
I Love Monday
Penulis :
Arvan Pradiansyah
Penyunting :
Budhyastuti R.H
Sampul :
ILM Creative
Cetakan :
1, Maret 2012 (299 hlm)
Penerbit :
Kaifa (Mizan Pustaka)
“Bekerja adalah alasan Tuhan menurunkan kita ke dunia ini” (halaman xxviii)
Setiap buku hebat memiliki
caranya sendiri dalam mempengaruhi mindset
atau pola pikir pembacanya. Beberapa di antaranya menawarkan
pandangan/pendapat baru, yang lainnya mengusung model yang sama dengan
pendekatan berbeda, sementara yang terakhir—dan ini yang paling jarang—dengan
menjungkirbalikkan konsep yang selama ini kita yakini. Dalam hal ini, I Love Monday bisa dibilang mendekati
jenis buku yang ketiga, yakni buku yang menjungkirbalikkan secara anggun konsep
atau pandangan kita tentang pekerjaan (yang kemudian dilambangkan dengan hari
Senin).
Sudah sejak lama, hari Senin dianggap sebagai hari yang panjang,
melelahkan, dan tidak menyenangkan. Senin identik dengan berangkat pagi, dengan
tugas yang menumpuk di pekan sebelumnya, dan dengan aneka problema serta
tantangan baru di kantor/tempat kerja. Pola pikir seperti ini terbentuk selama bertahun-tahun
sejak kita sekolah, di mana Sabtu adalah malam liburan, Minggu adalah hari
berlibur, dan Senin “terpaksa” harus bersekolah/bekerja lagi setelah sebelumnya
kita dimanjakan dengan liburan. Konsep keliru tentang hari Senin (pekerjaan)
inilah yang rupanya hendak ditawarkan oleh sang penulis.
Penulis buku ini, yang juga
penulis buku hebat 7 Laws of Happiness, menawarkan sebuah perubahan paradigma tentang
cara kita memandang pekerjaan kita selama ini. Jika selama ini kita memandang
bekerja sebagai suatu “kewajiban” (yang mana kewajiban ini biasanya dikaitkan
dengan sesuatu yang terpaksa, yang kurang disukai, yang melelahkan), maka
selamanya kita akan memandang negatif pekerjaan kita (dan akhirnya membenci atau cepat bosan dalam bekerja).
Padahal, bekerja itu jika
disikapi dengan benar adalah ibadah. Bukankah Tuhan mencintai hamba-hamba-Nya
yang bertebaran di muka Bumi untuk mencari nafkah? Bukankah mencari penghidupan
untuk diri sendiri dan keluarga itu ibadah? jadi, dengan bekerja sama saja kita
telah beribadah (dan mendapatkan pahala). Namun demikian, masih ada saja orang
yang mengeluhkan pekerjaan mereka, meskipun mereka sudah tahu bahwa bekerja itu
penting dan memang harus dilakukan.
“Tidak adanya semangat kerja sesungguhnya adalah masalah paradigma,
bukan masalah perilaku.” (hlm 5)
Mereka yang masih merasa malas
bekerja di hari Senin, biasanya adalah orang-orang yang bekerja untuk sekadar
mencari uang, yang melihat pekerjaan hanya sebagai sebuah job. Pokoknya, pagi datang, tengah hari makan siang, sore/petang
absen pulang, dan awal/akhir bulan gajian. Setiap hari rutinitasnya sama,
begitu-begitu saja, berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Padahal, semangat yang tercipta karena uang tidak akan bertahan lama
(hlm 36). Pantas saja jika orang-orang seperti ini lekas merasa bosan di kantor
dan selalu mengeluh dengan kehidupannya.
Beda halnya dengan mereka yang melihat pekerjaannya sebagai sebuah karier, atau bahkan sebuah panggilan (yang merupakan tingkat paling tinggi dalam bekerja). Mereka inilah yang akan terus bekerja sepanjang kehidupannya, tidak peduli beratnya tantangan yang menghadang karena mereka telah menemukan posisi/tempat di mana mereka berada. Mereka meyakini bahwa pekerjaan itu memang telah ditakdirkan untuknya, yang terbaik di mana ia bisa mengoptimalisasikan segenap bakat dan kelebihannya.
Beda halnya dengan mereka yang melihat pekerjaannya sebagai sebuah karier, atau bahkan sebuah panggilan (yang merupakan tingkat paling tinggi dalam bekerja). Mereka inilah yang akan terus bekerja sepanjang kehidupannya, tidak peduli beratnya tantangan yang menghadang karena mereka telah menemukan posisi/tempat di mana mereka berada. Mereka meyakini bahwa pekerjaan itu memang telah ditakdirkan untuknya, yang terbaik di mana ia bisa mengoptimalisasikan segenap bakat dan kelebihannya.
“Kita jauh lebih bersemangat karena kita sadar bahwa kita bekerja untuk
sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri.” (hlm 50).
Setelah itu, seseorang bisa naik
ke tingkat yang lebih tinggi lagi, yakni menganggap pekerjaannya sebagai bentuk
pelayanan terhadap orang lain. Dengan ungkapan-ungkapan bernas dan kata-kata
penyemangat nan memikat, Bapak Arvan menunjukkan bahwa bekerja sejatinya adalah
melayani dalam arti luas, Bukankah kita diciptakan untuk saling bantu membantu
dengan yang lainnya? Bahwa mereka yang bekerja untuk “melayani” akan jauh lebih
sukses dari mereka yang hanya bekerja untuk “mencari uang”. Ada unsur spiritual dan kehangatan jiwa dalam
“melayani” sehingga paradigma ini akan menjadikan orang lebih bersemangat untuk
berkerja.
“Orang-orang berdedikasi padaku karena aku juga mendedikasikan diri
kepada mereka”—Toyotomi Hideyoshi. (halaman 110).
Masih ada banyak lagi saran dan
pandangan berharga yang patut untuk kita renungkan setelah membaca buku ini.
Misalnya saja, penulis menyarankan agar kita mencari pekerjaan dan bukan mencari uang karena kepuasan yang ditimbulkan
oleh uang sifatnya hanya sementara. Juga, tentang spiritualitas di tempat
kerja, yang dipaparkan dengan begitu lugas dan jauh dari kesan “mengkhotbahi”
atau mengurui. Tata letak (lay out)nya
juga sangat khas Penerbit Kaifa, yakni nyaman untuk dibaca, dengan font yang pas dan kutipan-kutipan
kalimat penting yang dicetak dengan huruf yang lebih besar sebagai penekanan. Begitu enaknya buku ini dibaca hingga tahu-tahu saya sudah sampai ke halaman terakhir, padahal diri ini masih ingin belajar lagi tentang esensi positif dari bekerja.
Dan, ketika akhirnya kita merasakan bahwa kita telah berada di pekerjaan
yang tepat, yang merupakan panggilan
jiwa kita, maka hari Senin tidak akan menjadi momok menakutkan lagi. Setiap
Minggu malam, pikiran akan dipenuhi dengan semangat setelah seharian disegarkan
melalui liburan, Kita akan siap menyongsong hari Senin yang penuh tantangan
(juga peluang dan kesempatan emas) dengan pikiran positif.
“Keuntungan terbesar dari bekerja justru dari munculnya perasaan
berharga, bermakna, dan berguna bagi orang lain.” (hlm 260).
Pinjem bukune bang????
ReplyDeleteNih Pul, tp maen Jogja ya haha atau tunggu aku di Jakarta
ReplyDeleteBagus sekali tulisan Arvan Pradiansyah. Selain penulis beliau juga Managing Director ILM ya?
ReplyDeleteSuperrr sekali...
Terima kasih atas infonya :)
Benar, saya juga tercerahkan dengan membaca buku ini. Bahwa menjadi sibuk di hari Senin untuk bekerja dengan alasan yang benar itu ternyata SUPER.
DeleteUntuk mendapatkan kata-kata motivasi Arvan Pradiansyah bisa follow Twitternya @arvanpra atau Fanpage: Arvan Pradiansyah.
ReplyDeleteAgar hidup kita makin berkualitas..
شركة الاتجاه الواحد
ReplyDeleteشركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد
شركة الاتجاه الواحد