Judul: Kerutan dalam Waktu
Pengarang: Madeleine L'Engle,
Penerjemah: Maria Masniari Lubis
Penerjemah: Maria Masniari Lubis
Tebal: 267 hlm
Cetakan: September, 2010
Penerbit: Atria
Ilmu pengetahuan adalah salah satu ide terbaik untuk menulis
fiksi. Sama halnya, karya fiksi juga menjadi salah satu sarana transfer ilmu
pengetahuan yang efektif. Ada banyak
sekali karya fiksi yang digunakan untuk memudahkan pembaca memahami teori-teori
dan rumus-rumus ilmu pengetahuan yang dirasa berat. Memang, sifat fiksi yang fleksibel memungkinkan teori dan
rumus tersebut disampaikan secara lebih luwes lewat cerita. Pemahaman tentang
anatomi tubuh misalnya, bisa dipelajari dengan lebih “menyenangkan” dalam
novel-novel thriller pembunuhan.
Atau, tentang teori relativitas ruang dan waktu karya Einstein yang berat itu,
ternyata sedikit banyak bisa diterangkan lewat novel anak-anak yang sebenarnya
lumayan berat bobotnya ini.
Dalam Kerutan dalam
Waktu, konsep perjalanan melintasi waktu dijelaskan melalui petualangan
tiga anak cerdas bernama Meg, Charles Wallace, dan Calvin o’ Keefe. Ketiga anak
ini dipertemukan dengan tiga wanita nyentrik dengan nama yang tidak kalah
nyentrik: Mrs. Whatis, Mrs Who, dan Mrs
Which. Dari luar, ketiganya terlihat seperti nenek-nenek tua biasa. Tetapi,
perkenalan lebih lanjut menguak bahwa ketiganya adalah entitas purba yang bisa
menekuk ruang dan waktu. Sebentar, bagaimana bisa anak-anak biasa dipertemukan
dengan tiga entitas berusia jutaan tahun? Semuanya berawal dari pencarian
terhadap ayah Meg. Sudah dua tahun ayah Meg menghilang tanpa kabar. Di kalangan
tetangga, beredar kabar tak sedap tentang alasan perginya ayah Meg. Tetapi, ibunya
terus meyakinkan Meg bahwa ayahnya sedang dalam proyek ilmiah dengan orang
pemerintah. Wanita itu yakin kalau suatu saat suaminya pasti akan kembali.
Kedua suami-istri Murry memang pasangan ilmuwan yang mengabdikan diri
sepenuhnya pada pengetahuan.
Pencarian terhadap ayah Meg. Inilah garis besar yang
menjadi awal sekaligus alur kronologis
dalam novel ini. Ketiga anak itu kemudian dipertemukan dengan 3 nenek nyentik
bernama unik tadi. Ketiganya berjanji akan membantu Meg untuk menemukan
ayahnya. Untuk menolong sang Ayah,
mereka harus menuju ke sebuah planet Camazotz yang diliputi oleh materi
gelap. Jarak sekian juta tahun cahaya ditempuh dalam beberapa kedipan mata
karena Mrs Which mampu melakukan tesser alias
menekuk ruang dan waktu sehingga perjalanan jauh pun bisa dilalui dalam sekejap
mata. Kemudian, seperti di kisah-kisah fantasi lainnya, pembaca akan disuguhi
perjuangan Meg dalam melawan sang musuh besar yang menahan ayahnya.
"Hanya seorang tolol yang tidak bisa merasa takut." (Mrs. Whatsit)
Cerita di buku ini sebenarnya umum-umum saja, tipikal kisah
petualangan anak yang sering kita baca. Yang menarik adalah bagaimana penulis
mengajak pembaca untuk memahami konsep teori relativitas waktu secara ringkas.
Einstein menyebut waktu—sebagai mana ruang—adalah bentuk materi juga, dengan
demikian, ada kemungkinan bisa “dilipat”. Konsep melipat ruang waktu inilah
yang kemudian menjadi ide dari perjalanan ruang angkasa menggunakan wormhole. Bayangkan jarak Bumi dan
Camatozt sebagai seutas benang sepanjang 10 cm, masing-masing planet berada di
ujung benang. Konsep kuno menyebut jarak
terdekat antara dua benda adalah sebuah garis lurus. Einstein merombaknya
dengan “menekuk” garus lurus tersebut sehingga kedua ujung bersatu. Cukup
gabungkan kedua ujung benang dengan cara melipatnya, dan ...sampai deh. Hanya saja, bagaimana cara menekuk benang
ruang-waktu itulah yang belum diketahui. Tentunya dibutuhkan energi dalam
jumlah yang sangat besar. Fusi nuklir menjadi salah satu alternatif jawabannya.
Konsep sosialis juga sedikit disinggung di novel ini. Saat
menjelaskan kondisi planet Camatotz yang dikuasai materi gelap, penulis
memggambarkan seluruh warganya melakukan hal yang sama, rumahnya sama, pemikirannya
sama. Pokoknya, seluruh warga dijauhkan dari yang namanya perbedaan. Mereka
yang berbeda ataumencoba berbeda akan dikenakan hukuman. Ini mirip dengan
kondisi di negeri Sosialis yang menjamin
agar semua warganya mendapatkan jatah perekonomian yang sama. Hanya saja,
penggambaran di sini lebih ekstrem karena si ITU turut mengatur pikiran semua
warga planet Camatotz. Sang ITU bahkan turut
menentukan apa yang boeh dan tidak boleh dipikirkan oleh seluruh warga.
Ada juga konsep tentang dimensi. Saya kebetulan membaca Kerutan dalam Waktu setelah
menyelesaikan Partikel-nya Dewi Lestari.
Ada satu kesamaan unik di antara dua novel ini: tokoh utamanya sama-sama
mencari sang ayah yang menghilang. Selain itu, Dee juga sempat menyingung
dimensi kelima, disamping dimensi pertama, kedua, dan ketiga yang kita kenal. Kedua
novel ini sama-sama melompati eksistensi dimensi keempat. Hanya saja, saya
lebih mudah mencerna penjelasan tentang dimensi kelima lewat novel ini. Kira-kira,
penjelasannya seperti “benang ruang waktu” yang telah disinggung di atas. Tesser atau perjalanan melipat ruang
waktu di novel ini sedikit mirip dengan perjalanan lewat lubang cacing. Ada
sensasi tubuh seperti disusutkan dan dimampatkan sehingga bisa lewat lubang yang
sangat kecil. Mirip-mirip seperti sensasi saat para penyihir Hogwart ber-dissapparate.
Walau muatannya rada berat, Kerutan
dalam Waktu tidak hanya untuk Dilan. Buku ini sendiri malah ditujukan untuk pembaca muda. Siapa tahu, para
ilmuwan di era sekarang dulunya juga pernah terinpirasi juga oleh novel ini.
Sebuah bacaan yang kemudian menyuburkan ketertarikan mereka akan konsep serta teori ruang dan waktu. Satu lagi yang menarik dari novel ini adalah kutipan-kutipan yang diucapkan Mrs. Who sebagai caranya berkomunikasi. Biasanya saya malas baca kutipan orang terkenal. Tapi khusus Mrs. Who, ada daya tarik tersendiri saat beliau mengungkapan kutipan-kutipan hebat tersebut dalam bahasa asing.
“Ab honesto virum bonum nihil deterret. Tidak ada yang mampu menghalangi seseorang yang baik untuk melakukan sesuatu yang terhormat.” – Seneca
“Qui plus sait, plus se tait. Jika seseorang tahu lebih banyak, dia akan lebih sedikit berbicara.” – peribahasa Prancis
No comments:
Post a Comment