Judul: Jurnal Jo 3: Episode Cinta (Jurnal Jo #3)
Penulis: Ken Terate
Ilustrasi sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020305691
Cetakan kedua, 7 Januari 2019
Tebal: 240 halaman
Penulis: Ken Terate
Ilustrasi sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020305691
Cetakan kedua, 7 Januari 2019
Tebal: 240 halaman
Ada cowok baru di kelasnya Jo, namanya Izzy. Dan, Izzy bukan sekadar cowok abg biasa. Dia cakep, terkenal (konon seorang model iklan), mudah bergaul, lucu pula. Pokoknya paket lengkap deh ini cowok. Susah bagi para cewek di kelas Jo untuk tidak terpikat oleh Izzy. Yang namanya Sally dan Nadine terutama, langsung nempel dan ngekorin cowok baru ini kemana-mana. Jo gimana? Yah, normalnya cewek ABG pasti seneng lah liat cowok yang bening-bening. Tapi, Jo kudu bisa mengerem rasa sukanya sama si cowok baru. Kenapa? Karena di buku ketiga ini: Jo pacaran sama Rajiv. Selamat Jo. Kisah pamungkas seri Jo kali ini memang berfokus pada kisah merah jambu ala-ala ABG. Ya namanya juga teenlit, kalau nggak ada cinta, idola, dan media sosial ya kurang abg ntar.
Di buku pamungkas ini, Jo dan Rajiv yang unyu ini akhirnya punya status hubungan yang jelas. Walaupun masih sembunyi-sembunyi, keduanya kini makin sering ketemu dan curhat. Jo terbantu banyak lewat curhatannya sama Rajiv. Walau Mama Jo menyukai pemuda itu, beliau belum mengizinkan Jo pacaran. Jadilah keduanya pacaran diam-diam. Keberadaan Rajiv terbukti sangat bermanfaat buat Jo yang sekarang sudah naik ke kelas 8. Permasalahan semakin kompleks, mulai dari tugas yang makin "aneh dan ribet" hingga orang tua yang kayaknya semakin nggak keren. Belum lagi masalah cowok. Rajiv ini ibarat tonggak penopang agar Jo tetap tegak.
"Cinta nggak seharusnya membuat kita murung dan resah."
Lalu gimana dengan si cowok keren pindahan? Untungnya, Izzi ini orangnya nggak sombong. Walau pindahan dari sekolah ibu kota, dia tetap mau bergaul sama teman-teman barunya. Yah, walau masih pilih-pilih teman dan lumayan nyinyir mengomentari teman-temannya yang "rakyat jelata", Izzy ini orangnya asyik ternyata. Tidak berapa lama, Izzy sudah nge-blend sama Nadine and the gank. Tapi, ada yang aneh sama cowok itu. Jo pelan-pelan mengetahui ada yang tidak beres pada Izzy. Tidak ada yang sempurna di dalam cerita, termausk cowok. Izzy dengan segala kesempurnaannya ternyata tidak lebih dari seorang tukang bully (perisak).
"Dan lihat, Jo, bullying itu ternyata ada banyak jenisnya mulai dari penindasan verbal -pakai kata-kata yang menyakitkan, ejekan, atau julukan yang nggak menyenangkan- psikologis, fisik, dan seterusnya. Jadi, bahkan dipanggil Paijo pun kamu udah termasuk di-bully."
Setelah di buku satu berkutat pada problema akil balig dan di buku kedua menyinggung media sosial, di buku pamungkas ini Ken Terate mengangkat tema besar: bullying alias perisakan. Selain manisnya cinta, dunia ABG memang tidak bisa lepas dari problem bullying ini. Melalui kisah Jo ini, Ken Terate seperti hendak mengatakan kepada para korban bahwa kalian tidak sendirian, bahwa banyak anak seusia kalian di luar sana, bahkan di luar negeri, yang juga menjadi korban perisakan. Membiarkan pelaku melakukann aksi bullying bukan jawaban untuk menghentikan perilaku negatif remaja ini. Lewat sosok Izzy, pembaca remaja diharapkan memahami bahwa perilaku bullying sebagai sebuah perbuatan negatif, dan bahkan mengarah ke perilaku jahat.
Rasa hormat muncul kalau kamu bertingkah laku terhormat. (hlm. 111)
Seru banget melihat bagaimana mbak Ken menggambarkan perilaku para remaja ABG yang baru mengenal serunya dunia remaja di kisah Jo ini. Lewat sosok-sosok "dangkal" seperti Sally dan Izzy, penulis menunjukkan para remaja ABG yang hanya mau enaknya saja tapi nggak mau bagian tanggung jawabnya. Menjadi remaja memang setingkat lebih bebas ketimbang menjadi anak-anak. Tetapi, bersama kebebasan baru itu ada tanggung jawab baru dan konsekuensi yang lebih berat. Ini yang sering ditunjukkan remaja zaman sekarang. Mengajarkan "ilmu kehidupan" kayak gini pastinya akan lebih "sampai" jika dilakukan lewat kisah yang mampu menggambarkan dunia keseharian remaja seperti Jurnal Jo ini.
Dan perubahan Jo menjadi remaja memang semakin terlihat di buku ini. Bagusnya, mbak Ken tidak kemudian menjadikan Jo sebagai sosok sentral yang sempurna. Halo, ini Jo loh, masih kelas 8 dan wajar dong kalau cewek seusia dia masil labil saat liat cowok cakep, masih suka berantem sama Sally, bahkan mengatakan yang enggak-enggak tentang orang tuanya. Justru malah aneh kalau kemudian menjadikan Jo sosok yang suka nasehatin ini dan itu bak seorang bijak. Tidak, porsi tukang ceramah itu jatuh ke pundah Rajiv yang memang selisih 3 -4 tahun dari Jo. Cerdas banget kan penulisnya. Dengan demikian, buku ini masih bisa mempertahankan karakter teenlit-nya tetapi tidak kemudian membiarkan karay itu kosong semata tanpa makna.
Kalau ada Jurnal Jo edisi SMA pasti seru ya. Mari mbak Ken.
Wah, komen saya hilang! Baiklah akan saya tulis lagi :)
ReplyDeleteDari 3 review Jurnal Jo yang saya baca di sini, saya paling suka yang ke 3. Kenapa? Karena masalahnya pasti sudah lebih kompleks.
Jika jurnal pertama mengisahkan kisah remaja dan persahabatan yang mulai terkikis karena masuk sekolah baru atau apa, jurnal kedua cerita tentang fb dan social media, nah Jurnal ketiga ini tentang romance yang dialami Jo.
Pasti ada galaunya, ada hepinya, sedihnya, jadi penasaran dan pingin beli buat si abege saya deh! Thanks ya reviewnya.
selain kisah suka-duka bareng temeb, teenlit bakal makin manis kalo ada bumbu-bumbu cintanya hehe.. ya seperti layaknya cinta remaja ya, pasti kebanyakan jadi penyemangat dan temen curhat. Perkembangan karakter yg oke dan menurutku bisa bgt menginspirasi pembaca yg masih remaja. Apalagi bahas soal bullying, isu menarik bgt buat dipahami para remaja
ReplyDelete@rinspirations
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
ReplyDeletehanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)