Wednesday, February 27, 2019

Jurnal Jo #2: Online

Judul: Jurnal Jo #02 Online
Pengarang: Ken Terate
Tebal: 232 hlm
Cetakan: 2, Januari 2019
Sampul: Orkha Creative
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




.. kenapa kita harus melakukan sesuatu hanya karena orang lain juga melakukannya."

Mandiri, kreatif, orisinal, mudah bergaul. Semua kualitas mental Jo ini mengingatkan saya pada sosok Lupus. Entah mbak Ken terinspirasi dari sosok legendaris rekaan Hilman ini atau mungkin sosok Jo memang sudah unik sedari awal. Kesetiaan ini bukannya jelek, malah bagus. Pengarang mampu menulis karakter baru berdasarkan karakter lama tanpa harus menconteknya habis habisan. Saya membayangkan, Jo ini versi ceweknya dan versi abgnya Lupus. Hanya saja, keduanya memiliki ciri masing masing yang khas karena muncul di era yang jauh berbeda. Jo hadir sebagai sosok ABG Milenial yang kisahnya bisa dibilang lebih 'tidak menggurui' ketimbang Lupus.

Rempong ya masa remaja kembali dihadapi Jo di buku kedua ini. Hanya saja, kali ini cewek ini lebih siap.  Bisa dibilang, Jo sudah menerima bahwa dirinya adalah remaja dan bukan anak-anak lagi. Dengan demikian, berubah pula tanggung jawabnya. Jo kini mulai mengenal keanekaragaman temannya (dan berusaha berdamai dengan itu), belajar memikul tanggung jawab sebagai panitia kelas, serta mulai terserang virus merah jambu alias cinta monyet. Dibanding buku pertama, Jo jauh lebih dewasa di buku kedua ini. Bukan berarti Jo nggak kolokan atau sok lebai juga loh (bagian itu sih tetep). Pelupa dan lemotnya juga kadang masih. Tapi, dengan adanya kekurangan kita jadi belajar bukan?

Buku kedua ini menyinggung satu fenomena milenial yang lagi hitz saat buku ini pertama naik cetak: Facebook. Tahun 2010 memang masanya FB naik daun. Hampir semua orang jatuh pada pesonanya. FB memang fenomena baru dalam bersosialisasi. Keberadaannya semakin mengukuhkan interaksi online antarmanusia. Kini, remaja tidak harus nongkrong atau main ke mana gitu buat gaul. Cukup dengan buka FB, mereka bisa berinteraksi dengan siapa pun. Jo dan teman-teman tentu tak lepas dari wabah FB kala itu. Sally terutama, dia bisa dibilang sebagai korban dari jeratan Facebook. Pacaran online, chatting lewat YM, samapi ditipu orang yang katanya "kawan" di FB. Siapa yang pernah menggalami ini juga? He he he jadi semacam nostalgia.

Memang pesona FB susah ditolak. Dengan komputer atau hape, selama ada koneksi internet, siapa pun bisa berselancar di dunia maya. Hanya saja, FB seperti terlalu rakus. Jo mendapati betapa kawan kawannya kini lebih sering mainan hp ketimbang mengobrol. Bahkan saat rapat kelas pun, kebanyakan pada sibuk sama hape ketimbang kasih ide. Apalagi, kini dia dan Nadine disatukan dalam satu kepanitiaan. Bisa dibayangkan potensi perang dunia yang mungkin pecah kan? Dan bukan remaja namanya kalau nggak bertindak dulu baru pikir belakangan. Tingkah laku Jo dan kawan kawan sekelas benar benar ngingetin saya pas lagi heboh FB dulu. Perang status, sindir-sindiran di komentar, sampai merasa GR karena merasa jadi yang distatusin. Makin seru pokoknya di buku ini, tetapi Jo tetap terasa apa adanya.

Selain aroma FB, kita juga diajak mengenal lebih dekat teman-teman Jo di buku kedua ini. Semuanya unik, walau tetap ada yang bikin jengkel atau ngakak. Memang benar kalau kelas merupakan tempat pertama untuk mengenal keragaman dan menghargai perbedaan. Dan Jo tetap konsisten di buku ini. Dia tidak kemudian berusaha mengubah teman-temannya menjadi seperti yang seharusnya. Kisah ini seperti berjalan apa adanya, sebagaimana dunia remaja di luar sana, sehingga tetap asyik dinikmati. Walau Jo sudah jauh lebih dewasa, dia juga tidak kemudian tergoda untuk jadi tukang ceramah bagi teman-temannya. Lebih dari itu, Jo malah berantem, bingung milih Andre atau Rajiv, bahkan sempat ngga mau peduli sama Sally.

Bagian nasihat ber-online saja yang kayaknya agak njomplang di buku ini. Maksudnya mungkin bagus, mengajarkan kepada generasi muda agar tidak terjerumus dalam godaan negatif dunia Maya. Tetapi, menjadikannya sebagai semacam list yang kaku dan formal kok malah merusak aroma teenlitnya ya. Kesannya ada satu lagi daftar larangan yang harus dipatuhi remaja (padahal mereka sangat malas kalau sudah disodori daftar yes and no ini). SLepas dari itu, buku ini menawarkan kisah remaja yang tetap seru sekaligus memberikan banyak manfaat kepada para pembaca muda.



3 comments:

  1. Aku termasuk org yg agak telat buat akun pas facebook lagi booming. Tapi bener bgt, pas udah punya sosmed jadi sibuk sendiri. tetap interaksi sama temen sih lewat komen2 status yg alay pada jamannya wkwk.. Apa-apa di statusin, pake kode buat doi, kadang. Sebelum itu lebih sering SMS-an jg kirim pesan berantai. Duh.. remaja bgt!

    Kalo sekarang nasehatin remaja biar gak bersosmed aja, agak susah ya. perlu ada pendekatan sendiri, kalo dilarang-dilarang dg alasan gak jelas kadang nggak banyak yg menggubris hmm

    @rinspirations

    ReplyDelete
  2. JADIKAN AGEN KAMI MENJADI FAVORIT ANDA ,
    AYOO BERGABUNG BERSAMA RIBUAN MEMBER KAMI YANG LAINNYA
    HANYA DI HTTP :// WWW.ARENA-DOMINO.COM
    BONUS ROLLINGAN TERBESAR 0,3 % SETIAP MINGGUNYA .

    ReplyDelete
  3. Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    ReplyDelete