Tuesday, October 31, 2017

Pelisaurus: Sebuah Upaya Menertawakan K*lamin

Judul: P*lisaurus dan Cerita Lainnya
Pengarang: Gunawan Tri Atmodjo
Penyunting: Edi AH Iyubenu
Tebal: 200 hlm
Cetakan: Pertama, September 2017
Sampul: Suku Tangan
Penerbit: Basabasi




Saat mengikuti workshop Festival Basabasi tanggal 8 Oktober 2017 lalu, Mas Gunawan menceritakan sedikit tentang buku berjudul bahaya ini. Judul itu dia dapatkan saat masih kuliah dulu. Konon, di kamar mandi kampus tergoreslah gambar dinosaurus tetapi kepalanya berbentuk p*nis. Dari sinilah kemudian judul itu muncul. Dengan judul yang menjurus ke bawah seperti ini, maka sedikit bisa diduga kalau isi buku ini akan banyak menyenggol kawasan rawan di selangkangan. Dan, memang benar. Tidak hanya sekali, penulis begitu saja mengobral kata-kata yang ditabukan semacam ng*ceng (jw: er*ksi), s*mpak (jw. celana dalam), ng*loco (jw. *nani), hingga film biru (hal-hal berbau porno). Konon, ide penulisannya sendiri memang sengaja di konsep ke arah tersebut sehingga pembaca diharapkan memiliki pikiran yang agak terbuka saat membaca kumcer ini (tapi pakaiannya tetap model tertutup loh, ya buka-buka dikit nggak apa-apa deh untuk penyegaran #eh).



Tidak kemudian hal-hal seputar selangkangan yang diobral tadi menjadikan ini buku porno. Pun jika pun rada menjurus, pembaca akan memilih tertawa ngakak alih-alih terangsang. Semua yang serba-porno dan pernah melintas di pikiran kaum laki-laki dituliskan di buku ini. Beragam pisuhan dan diksi-diksi jorok berhamburan dalam tulisan, seolah menjadi wadah dari luapan imajinasi penulis. Mas Gun memang memiliki prinsip menulis sebebas-bebasnya, mengedit seketat-ketatnya sehingga cerpen-cerpen di buku ini menjadi bukti keliaran imajinasinya. 

Walau temanya terbatasi, bukan berarti imajinasi turut dikurangi.  Dengan tema yang ‘rada nyenggol’ saja beliau mampu memunculkan banyak cerita-cerita dengan aroma dan rasa yang berbeda, atau orang-orang yang berbeda tapi dengan kesukaan yang sama: dunia k*lamin. Lewat buku ini, mengutip pendapat Tia Setiadi,  penulis mengajak pembaca untuk menertawakan kelamin kita. Untuk apa? Agar kita tidak menjadi budaknya. 

Walau kurang memunculkan efek ngakak spontan sebagaimana saat membaca Tuhan Tidak Makan Ikan, rasa Mas Gunawan Tri Atmodjo masih ada. Buku ini tetap menghadirkan baris-baris khas Mas Gunawan yang muncul mendadak di tengah keseriusan cerita, dan langsung sukses bikin tergelak. Lebih dari sekali, saat saya sedang asyik menekuri perjalanan para penikmat tangan sendiri ini, tiba-tiba muncul sebuah punch line yang tidak hanya guyonan Jawa banget, tetapi sekaligus mengingatkan bahwa ini adalah karya mas Gunawan yang sedang saya baca. 

Misalnya pada halaman 148, di tengau-tengah cerpen yang kayaknya seram ini, tanpa peringatan dan tanpa dosa, muncul baris ini: “Kabut lalu mengajakku ke kamarnya dan menunjukkan buku teratas dari tumpukan di samping ranjangnya. Aku membaca judulnya: Kerang yang Dikecapi Asam Manis Tak Pernah Membenci Wajan karya Kere Piye.” Tentu saja, para pembaca zaman now pasti sudah tahu siapa penulis yang dimaksud. Eh iya, Kabut ini nama orang yang kamarnya lebih banyak berisi buku ketimbang berisi kenangan masa remajanya. 

Tidak lupa juga, sentilan halus Mas Gun pada fenomena-fenomena kekinian juga hadir kembali di buku ini. Dalam sebuah cerpen pendek berjudul “Tuah Membaca”,pembaca disajikan kisah tentang Ugahari Tanu yang menemukan manfaat membaca bagi kesehatan. Katanya, membaca dapat mempercepat proses penyembuhan. Ini cocok dengan dirinya yang habis operasi amandel. 

Sayangnya, Ugahari Tanu tak jua menemukan buku yang cocok untuk dia baca. Puisi dirasanya membosankan, sementara novel dianggapnya menjemukan. Sampai akhirnya, dia menemukan buku yang paling cocok untuk dibaca. Baginya, tidak ada yang lebih bagus, menghibur, dan berkhasiat bagi kesehatan kecuali buku *********. Kira-kira buku apa hayo? Jawaban silakan dibuka di halaman 50. Tolong dong, setelah Kere Piye kok muncul lagi Ugahari Tanu *kejungkel. Untuk menutup ulasan geje ini, saya kutipkan satu petuah yang luar biasa berfaedah dari sang penulisnya: 

"Orang yang menulis tanpa pernah membaca adalah omong kosong."

1 comment: