Monday, September 18, 2017

Sceduled Suicided Day, Kisah Perencanaan Bunuh Diri yang Manis


Judul: Sceduled Suicided Day
Pengarang: Akiyoshi Rikako
Penerjemah: Andry Setiawan
Tebal: 280 hlm
Cetakan: Pertama, April 2017
Penerbit: Haru

35049954

Dengan sampul yang “dark’ dan judul yang menjurus ke cerita depresi, orang mungkin akan menganggap novel ini berisi kisah yang gela-gelap suram ala Holy Mother dan The Girl in the Dark. Kenyataannya, novel ini ternyata kisahnya manis dan malah mengingatkan kita pada bacaan komik remaja yang penuh kupu-kupu beterbangan. Walau penulis juga membumbui dengan cerita ala-ala detektif, banyak pembaca yang sepertinya lumayan kecewa dengan menurunkan rating untuk buku ini. Bagi yang mengikuti karya-karya Akiyoshi Rikako di Indonesia, membaca buku ini mungkin memang akan terasa sedikti jomplang. Pasalnya, setelah kita dibikin terkaget-kaget dalam Holy Mother, buku selanjutnya ternyata menghidangkan kisah remaja yang manis. Tetapi bagi saya, bagaimana penulis berkisah dan bagaimana ia mampu menghibur pembaca selalu menjadi poin utama penilaian. Sekali lag, saya bertepuk tangan dalam diam setelah selesai membaca novel ini.

Novel ini mengangkat tema fenomena bunuh diri yang memang menjadi salah satu masalah pelik di Korea Selatan dan Jepang. Di Jepang terutama, sejak dulu terkenal memiliki angka bunuh diri yang tinggi akibat tuntutan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Fenomena inilah yang mungkin menjadi keprihatinan penulis sehingga dia sampai menulis sebuah novel remaja khusus tentang bunuh diri. Harapannya, para remaja yang memang menjadi salah satu kelompok usia rawan melakukan bunu diri (akibat perundungan dari teman sebaya atau bahkan orang tua), bersedia berpikir berkali-kali sebelum melakukannya. Mengapa bunuh diri menjadi tren di Jepang? Mungkin karena ada anggapan bahwa tindakan ini merupakan hal yang terhormat untuk dilakukan ketika seseorang menanggung malu atau rasa kecewa yang besar. Bahkan dalam situs web yang dibuka Ruri, tercantum juga daftar tempat-tempat yang populer digunakan sebagai lokasi bunuh diri. Salah satunya Desa Sagamino, yang akan menjadi tujuan Ruri untuk bunuh diri. 


Watanabe Ruri yakin ayahnya dibunuh oleh ibu tirinya! Awalnya, Ruri memiliki keluarga kecil yang harmonis, dengan kedua orang tua menjalani bisnis yang mereka sukai: memasak. Kemudian, dunia tiba-tiba mulai jungkir balik ketika pada suatu pagi ibunya tiba-tiba ambruk dan terpaksa dibawa ke rumah sakit. Ketika sang ibu dikabarkan telah meninggal, pelan tapi pasti kehidupan menjadi semakin berat bagi gadis remaja itu. Keadaan semakin bertambah buruk ketika sang ayah memutuskan untuk menikahi asistennya, Reiko. Walau tidak setuju, pada akhirnya Ruri terpaksa menyetujui keputusan sang ayah. Bagaimanapun, dia ingin ayahnya berbahagia. Tetapi, pernikahan tampaknya hanya membawa sedikit perubahan. Sang ayah masih sering melamun dan bahkan sering sakit-sakitan. Puncaknya, ketika suatu pagi, Ruri mendapati sang ayah telah meninggal di tempat tidurnya. Dokter menyebut karena gangguan kerja jantung, tetapi Ruri punya teori lain dan itu melibatkan ibu tirinya. 


Lewat penyelidikan kecil-kecilan, Ruri mendapati adanya banyak kejanggalan dalam kematian ayahnya. Tetapi, remaja itu tidak bisa menemukan buktinya. Polisi dan dokter keluarga juga tidak mau percaya. Ruri tahu betul kalau Reiko hanya ingin menguasai harta dan restoran ayahnya. Bahkan, ia mendapati seluruh harta dan restoran telah didaftarkan ulang atas nama perusahaan. Merasa tidak bisa lagi melawan, Ruri nekat memutuskan untuk bunuh diri sebagai bentuk protes kepada ibu tirinya. Untunglah, percobaan bunuh diri yang hendak dilakukannya di Sagamino gagal karena penduduk setempat telah melakukan sejumlah antisipasi. Alih-alih meninggal dan menjadi hantu, Ruri masih hidup ... tetapi dia jadi bisa melihat sesosok hantu seorang pemuda bernama Hiroaki. Hantu itu berjanji akan membantu Ruri mengungkap kejahatan sang ibu tiri asal Ruri mau menunda bunuh dirinya.


Kemudian, dari sini, cerita mulai berjalan seperti kisah-kisah petualangan remaja lainnya. Hiroaki memberikan nasihat-nasihat yang kemudian diterapkan oleh Ruri untuk menyelidiki Reiko. Intensitas keduanya begitu manis, bikin gemes. Pokoknya, cocok banget lah Ruri dama Hiroaki ini andai saja tidak ada halangan gaib yang memisahkan. Sambil menjalani penyelidikan ini, kita sekalian diajak menikmati panorama Sagamino yang sebetulnya indah, juga berbagai makanan enak yang bikin baper. Pokoknya, aroma ‘suicide’ ini malah buyar dan tak tampak sekali di buku ini, digantikan dengan percik-percik asmara khas anak muda yang manis banget. Berhasilkah upaya Ruri untuk mengalahkan kelicikan Reiko? Sebentar, kayak belum pernah baca karya-karya Akiyoshi Rikako saja. Begini, walau kisah buku ini manis, penulis tetap konsisten dengan ciri khasnya: plot twist yang melimpah ruah.


Dalam beberapa bagian akhir, jebakan-jebakan itu bertaburan kayak wijen di kue onde-onde wkwkwk. Masih kayak biasanya, Rikako mengiring pembaca ke sana ke mari, lalu tebakan kita dibelokkan 180 derajat. Sampai-sampai saya menjadi waspada, jangan-jangan bagian yang “itu” juga jebakan juga, dan ternyata benar. Kerennya lagi, penulis mampu mengisi celah-celah yang memungkinkan terjadinya plothole. Hanya bagian “menyelinap lewat jendela” itu yang menurut saya agak susah untuk dipraktikkan. Selebihnya, novel ini adalah buku manis yang sangat menghibur. Poin plus lain, penulis tampaknya melakukan banyak riset saat menulis buku ini, terutama tentang feng shui. Jadinya, pembaca dapat banyak informasi penting tentang banyak hal sambil mengikuti kisah Ruri dan Hiroaki yang so sweet itu.

2 comments:

  1. Bener, cerita ini manis :D
    padahal judulnya seram gitu. Pesan ceritanya dapat

    ReplyDelete
  2. Betul, kayaknya saya juga kecele hahaha tapi tetap suka kok

    ReplyDelete