Judul: Mutiara
Pengarang: John Steinbeck
Penerjemah: Ary Kristanti
Penerbit: Penerbit Liris
Tahun terbit: 2013
Tebal: 142 halaman
"Karena kekayaan selalu bisa mengubah setiap orang." (hlm. 51)
Kilauan harta bisa membuat manusia terlena, bahkan melupakan
kemanusiaannya. Ini yang rupanya hendak ditunjukkan Steinbeck dalam novel tipis
namun meninggalkan kesan mendalam ini. Seorang nelayan miskin, berasal dari ras
yang dipinggirkan, mendadak menemukan harta terbesar di dunia. Orang-orang
yang dulunya berlari menjauhinya kini seakan berlomba mendekatinya. Mereka yang
dahulu cuek dan abai, kini berusaha mendekat dan mencari perhatiannya.
Sebutir Mutiara ternyata lebih berharga nilainya ketimbang keberadaan manusia
itu sendiri. Harta benar-benar bisa mengubah manusia.
Kino tidak pernah lupa, bagaimana dia ditolak oleh seorang
dokter ketika hendak memeriksakan bayinya yang disengat kalajengking. Dokter
menolak memeriksa karena Kino pasti tidak mampu membayar jasanya. Lebih dari itu,
si dokter merasa dirinya berasal dari ras yang berbeda. Dokter yang jebolan
universitas Eropa, sementara Kino hanya melayan miskin belaka—dari suku Indian yang
terpinggirkan pula. Di sini kita menyaksikan, bukan hanya kemiskinan yang
membentuk tembok tebal, tetapi juga prasangka dari dua suku yang berbeda.
Tetapi temuan Mutiara terbesar di dunia itu mengubah
semuanya. Ketika kebingungan melanda Kino dan istrinya, Juana, sebuah Mutiara teramat
indah muncul dalam kehidupan mereka. Awalnya, Mutiara itu bisa mneyembuhkan si
bayi. Kemudian, Mutiara itu juga menyembuhkan hubungannya dengan orang-orang.
Semua berbondong mendekatinya. Tidak hanya warga sesama Indian yang miskin dan
senasib, tetapi juga pejabat setempat, pendeta, para orang kaya yang tamak, dan
tentu saja, si dokter. Mereka mungkin bilang hanya mengagumi keindahan Mutiara temuan
Kino, tetapi jauh di dalam hati selalu ada tamak yang diam-diam membayangi.
Benar kata sebuah ungkapan di buku ini, “Kemujuran biasanya mengajak serta pasangannya, yaitu tragedi.”
Inilah yang harus dialami Kino. Mutiara itu tidak hanya membuatnya populer,
tetapi juga kebingungan. Kino yang awalnya nelayan bersahaja, kini senantiasa
waswas menyembunyikan mutiaranya. Dia bahkan beberapa kali diserang orang yang
ingin merebut Mutiara itu. Ketiban durian runtuh tidak hanya membawa enaknya, tapi ada juga sakitnya. Orang dapat durian gratis, tetapi dia mungkin terluka karena kejatuhan
pohon atau tertusuk kulit duriannya.
Hal paling disesalkan, ketamakan turut merasuk dan mengubah
Kino. Sosok pria sederhana yang biasanya cukup dan menjalani hari apa adanya,
kini jadi semakin perhitungan dan banyak berprasangka. Bukannya hidup tenang
dan tak kekurangan, Mutiara ini malah membuat kehidupan keduanya resah dan gelisah. Terlalu
banyak harta tidak melulu menenangkan. Banyak
orang asing mulai memaksa masuk, terlebih ketika Kino menolak menjual
mutiaranya dengan harga yang menurutnya terlalu murah.
Begitulah ketamakan dan harta yang didapat tidak semestinya
hanya akan membawa pada kecemasan. Kino dan Joana akhirnya harus melarikan diri
dari kejaran para pendamba Mutiara. Benda indah tapi sejatinya terlaknat itu
tidak hanya membuat mereka kehilangan rumahnya, tetapi juga kehilangan tempat
bernaung di tengah-tengah masyarakat komunitasnya. Bahkan saat keluarganya
berusaha kabur ke pegunungan, mereka masih diikuti ketamakan. Pada akhirnya,
Kino memilih untuk membuang Mutiara itu, yang ternyata lebih banyak mudharat
ketimbang manfaatnya.
Novel tipis tapi terasa begitu sarat isi. Dalam Mutiara, Steinbeck tidak hanya mengangkat tentang bahaya harta, tetapi ia juga menusuk dalam pada identitas kemanusiaan kita. Dengan rapi, dia menyindir pejabat dan penguasa, bahkan tokoh-tokoh agama. Juga tentang diskriminasi sosial yang ternyata juga terjadi di dunia barat yang katanya beradab. Bahkan mereka yang beradab pun ternyata belum tentu sebaik mereka yang hidupnya bersahaja tetapi terpinggirkan karena dianggap liyan. Satu hal yang sama selain adanya rasa tamak pada harta, bahwa manusia juga akan berjuang demi hidupnya, yang ini dirangkum dengan indah sekali di kutipan berikut:
No comments:
Post a Comment