Wednesday, August 21, 2024

1Q84 Jilid 1

Judul: 1Q84 Jilid 1
Pengarang: Haruki Murakami
Tebal: 516 hlm
Cetakan: Pertama, Mei 2013
Penerbit: KPG



Novelis bukanlah manusia yang menjawab pertanyaan, melainkan manusia yang mengajukan pertanyaan. (439)

Manusia dalam jagad Murakami seolah tidak pernah hitam dan putih, lebih sering kelabu campuran keduanya atau warna-warni yang saling bertabrakan. Kadang, kita marasa dibuat berjarak dengan si karakter karena entah pekerjaannya, dunianya yang jauh berbeda, bentuk fisiknya, detail kehidupannya. Namun, semakin ke ke belakang, seiring dengan makin tebalnya halaman-halaman yang kita baca, tersirat betapa walau berbeda di dalam diri manusia itu esensinya serupa. Ada masa lalu yang membentuk seseorang menjadi dia yang sekarang. Ada orang-orang dan lingkungan yang menjadikan mereka seperti mereka. Murakami sekali lagi bermain-main dengan kepribadian manusia. Inti dari kemanusiaan: menjadi manusiawi.

Setiap orang bebas memilih jalan hidup. Namun merampas hak asasi yang dimiliki seorang wanita sejak lahir adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan. (400)

Aomame awalnya hanya terjebak kemacetan di sebuah jalan tol layang. Tipikal wanita karier Tokyo yang sedang diburu janji bertemu kliennya. Sopir taksi yang ditumpanginya lalu menyarankan agar dirinya memanjat turun ke bawah lewat tangga pemeliharaan, untuk kemudian diteruskan dengan naik komuter ke dekat lokasi pertemuan. Aomame menurutinya, hanya untuk mendapati sentakan-sentakan kejutan dalam kehidupannya. Tidak hanya dia, pembaca juga dibikin terkejut dengan pekerjaan wanita itu. Aomame teryata menemui klien dengan tujuan untuk mengirimnya ke dunia lain. Berbekal jarum kecil dan titik akunpuntur tertentu, wanita itu dengan piawai mengirim seorang lelaki brengsek ke dunia lain tanpa ada bukti kekerasan, bahkan tanpa ada noda darah setetes pun. 

Di tempat lain, kita dipertemukan dan diperkenalkan dengan sosok Tengo, sosoknya mungkin lebih ramah bagi pembaca karena dia seorang tentor yang menulis.Tengo pandai matematika tetapi dia juga punya kepekaan sastrawi yang belum menemukan wadahnya. Ibarat, seorang berbakat menulis tapi belum punya buku. Dan, kesempatan itu datang meski agak lain. Oleh Komatsu, Tengo mendapatkan tawaran untuk menjadi seorang ghostwriter. Komatsu menemukan naskah "Kepompong Udara" karya seorang siswa berusia 17 tahun. Secara ide, karya itu bagus dan layak menang. Tetapi secara teknik penulisan, karya itu jauh dari selesai. 
 
Merampas sejarah yang benar sama saja dengan merampas sebagian kepribadian. Aksi kriminal." (428)

Tengo ditawari oleh Komatsu agar menulis ulang novel Kepompong Udara dengan tetap menyertakan pengarang aslinya. Jadi, Tengo sebagai penulis di belakang penulis asli yang secara tampang,umur, dan sensualitas jauh lebih menjual. Tengo pun setuju selama sudah meminta izin dari Fuka-Eri, si penulis asli. Perkara ini makin menantang setelah diketahui Fuka Eri ternyata penderita disleksia. Gadis itu kesulitan membaca (jadi bagaimana logikanya dia bisa menjadi seorang pengarang--begitu yang mungkin akan ditanyakan masyarakat). Dan masalah pun bertambah ketika Kepompong Udara tidak hanya memenangkan perlombaan sastra. Novel itu juga laris manis, dengan penjualan melampuai rekor. SosokFuka Eri pun diburu. Dan kalau sampai publik tahu persekongkolan antara Komatsu - Tengo - Fuka Eri; habislah karier ketiganya.

"Di dunia ini, bisa dikatakan tak ada orang yang tak tergantikan. Bagaimanapun tingginya pengetahuan atau kemampuan seseorang, biasanya ada yang mampu menggantikannya di suatu tempat. Seandainya dunia ini penuh dengan orang yang tak tergantikan, kita semua akan menghadapi kesulitan luar biasa besar."

Kembali ke dunia Aomame yang lebih sensual dan panas. Karakter wanita independen ini tidak disangka juga punya sisi feminin. Ia mengakui dirinya masih butuh lelaki dan seks dengan lelaki, tapi di sisi lain mangsa yang dibunuhnya juga lelaki. Mumet kan. Semakin mumet ketika Aomame sadar bahwa ada hal-hal yang berjalan keliru. Ia tidak tahu kalau Kepolisian sudah berganti rompi sejak bebetapa tahun lalu, dan bahkan ada kejadian berdarah besar yang dia sendiri tidak tahu. Padahal, Aomame selalu menjadi sosok yang waspada. Ia harus selalu up date demi keselamatan dirinya. Hal paling membingungkan, Aomame melihat bahwa bulan di langit ada dua. Satu bulan seperti yang biasa dilihat, dan satu lagi bulan yang lebih kecil berwarna kehijauan. Bulan ada dua?? Sejak kapan?

Sebagian brsar orang di dunia ini bukan percaya kepada kebenaran, melainkan rela percaya kepada sesuatu yang diharapkan sebagai kebenaran. (406)

Novel ini diawali dengan begitu gamblang dan nyata, untuk kemudian diselingi dengan hal-hal mustahil yang menjadikannya surealis. Kepiawaian Murakami meramu cerita membuat saya mengabaikan dulu hal-hal tak logis tentang bulan dan orang-orang kecil itu (mungkinkah ini dunia pararel?) dan fokus ke pengembangan kedua karakter. Pengarang memang benar-benar mematangkan karakter Tengo dan Aomame ini hingga taraf pembaca jadi selalu ingin tahu tentang kehidupan mereka. Menurut saya, paling menarik adalah bagian awal kehidupan Tengo yang benar-benar detail mengupas hidup dan jatuh bangun seorang pengarang. Dunia yang akrab dengan banyak pembaca buku. Tetapi kehidupan Aomame lebih menghentak dan mengambil alih. Belum ditambah kecenderungan Murakami menonjolkan keindahan kaum wanita lewat sensasi fisik (yang banyak dikritik para pembacanya). 

Kekerasan tidak selalu bersifat fisik, luka tidak selalu mengeluarkan darah. (403)

Banyak kutipan bagus di buku ini. Pengarang menyelipkannya entah dalam deskripsi entah dalam dialog yang begitu larut sehingga kadang kelewat kalau pembaca tidak awas. Kalimat-kalimat itu tegas dan tidak berbunga, menunjukkan apa yang harusnya dilakukan. Jenis kalimat yang muncul lewat perenungan dengan bersandarkan pada logika. Walau tebal dan beberapa bagian menjalar kemana-mana, ada semacam ikatan yang menjaga seluruh kisah tetap berada di tempatnya, di dunia 1Q84 dengan bulan yang jumlahnya dua. Membaca buku ini panjang tapi juga membuat ketagihan, bahkan jauh setelah kita selesai membacanya. Ada sesuatu yang tersembunyi, bagus dan menunggu untuk ditemukan di lembar-lembar buku ini.

"Sebesar apa pun bakatnya, orang tidak selalu bisa makan kenyang. Tapi jika memiliki naluri tajam, tidak perlu takut gagal mencari makan." 

No comments:

Post a Comment