Judul: Batavia Kota Hantu
Penyusun: Alwi Shahab
Cetakan: 1, Februari 2010
Tebal: 234 hlm
Penerbit: Republika
"Delman berasal dari nama seorang Belanda FC Th Deelemen yang merancang kereta kuda beroda dua yang populer di Jakarta hingga saat ini." (hlm. 132)
Catatan sejarah tentang kota Batavia begitu banyaknya sehingga kota tua ini tidak habis diceritakan ulang dalam banyak buku sejarah. Alwi Shahab adalah salah satu penulis dan jurnalis yang rajin menulis tentang sejarah kota Jakarta. Tentu saja, karena latar belakangnya jurnalis, tipe tulisan yang dihasilkan cenderung populer dan ringkas, mungkin tidak selengkap dan seurut buku-buku karya para sejarahwan. Tetapi, teknik reportase ke masa lalu dengan gaya bahasa populer ini punya nilai lebih karena pembaca awam pun jadi lebih mudah untuk mengerti dan belajar sejarah, khususnya sejarah kota Batavia.
Berbeda dengan buku-buku referensi tebal penuh catatan kaki atau catatan belakang, buku ini adalah kumpulan artikel ringan sejarah. Sepertinya, dulu sebagai salah satu rubrik pendek di harian Republika. Karena bentuknya yang ringkas sesuai format fisik koran, bab-bab di buku ini pendek saja, lebih mirip artikel. Setiap bab hanya sepanjang dua sampai empat halaman. Tapi walau pendek, isinya jadi lebih fokus. Pengarang mengambil satu tema khusus yang kemudian dikaitkan dengan sejarah kota Batavia.
Salah satunya, artikel pertama yang menjadi judul buku ini. Batavia seperti kota hantu adalah laporan perjalanan dari Couperus yang singgah di kota ini tahun 1815. Kala itu, dia melihat sang 'ratu dari Timur' ini tak lebih dari wilayah sepi dan dipenuhi puing bangunan. Semua karena proyek dari Daendels yang memerintahkan penghancuran kota tua untuk memindahkan pusat kota ke Weltevreden (sekarang di Gambir dan Lapangan Banteng). Alasan pemindahan karena Batavia lama sudah tidak layak huni dan menjadi sarang penyakit. Akibat program Daendels ini, banyak bangunan megah era VOC yang dihancurkan. Rupanya, bukan hanya di era setelah kemerdekaan RI saja ketika banyak bangunan-bangunan bersejarah dihancurkan. Sejak masa pemerintahan kolonial pun, aktivitas menghancurkan saksi sejarah ini sudah ada.
Salah satu gedung bersejarah yang dihancurkan setelah kemerdekaan adalah eks gedung Harmonie. Banyak juga gedung lain yang sesungguhnya membuat miris para pemerhati sejarah. Padahal, jika dikelola dengan baik, gedung-gedung ini bisa menjadi tempat wisata sejarah yang menarik, lokasifoto yang estetik, dan menjadi tempat belajar sejarah nan asyik. Agak sedih juga pas baca di buku ini, trem dihapuskan dari Jakarta pada tahun 1960an. Padahal, Indonesia adalah negara dengan kereta listrik (trem) pertama di Asia Tenggara. Bakal seru sepertinya kalau ada trem, serasa lagi jalan-jalan di Eropa. Di Youtube ada cuplikan video ketika aktris kawakan Aminah Cendrakasih sedang menyanyi di atas trem di Jakarta.
Sejarah adalah tentang mengingat dan mengetahui yang lalu, untuk dijadikan cerminan di masa kini dan masa depan. Tulisan-tulisan tentang Batavia di buku ini mengajarkan kita pentingnya untuk melestarikan cagar budaya, merawat kenangan, menuliskan jejak, dan menghargai para leluhur. Saya suka buku ini karena selain formatnya yang ringkas, ia menghadirkan Betawi dari sudut pandang orang lokal, seorang pribumi, yang juga seorang muslim. Ia menjadi variasi dari sekian banyak buku sejarah yang ditulis ahli-ahli dari Barat. Banyak yang bisa dipelajari dari masa lalu, termasuk untuk menjaga agar kita tidak terulang melakukan kesalahan yang sama, salah satunya dengan tidak menghancurkan bangunan bersejarah.
No comments:
Post a Comment