Wednesday, September 9, 2020

Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang (Proses Kreatif,#1)

Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang
 (Proses Kreatif,#1)
Penyusun: Pamusuk Erneste
Tebal: 258 
Cetakan: June 2009
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (first published 1984)
ISBN: 139789799101853

 6644700

Sangat menarik mengetahui tentang proses kreatif dan apa yang ada di balik karya-karya mereka. Sebuah karya sastra saat ditulis tentu masih snagat subyektif karena dia begitu tergantung pada pengetahuan, pengalaman, situasi, pilihan politis, lingkungan, batin, dan juga bacaan pengarang. Meskipun "penulis sudah mati" ketika karyanya sudah diterbitkan dan dilempar ke pembaca, tidak bisa tidak, masih ada diri penulis di dalam karya tersebut. Mengetahui apa apa yg di balik ini memungkinkan pembaca lebih obyektif dan menyeluruh dalam mengapresiasi sebuah karya (walaupun tidak harus demikian karena membaca ya membaca saja karena sebuah karya harusnya dinilai dari kualitas karya itu sendiri dan bukan siapa yang mengarangnya. Tetapi tetap saja, nama si pengarang masih cukup menentukan).

Buku 1 ini adalah buku seri Bagaimana dan Mengapa Saya Mengarang kedua yang saya baca. Seri langka yang sayangnya sudah susah sekali ditemukan di toko buku pdhl terbit ulang tahun 2009. Saya sangat berharap seri ini diterbitkan kembali karena walaupun tersedia di Gramedia Digital dan Ipusnas, membacanya cukup melelahkan jika lewat gawai. Tulisan-tulisan bagus di seri ini sangat padat dan penuh, hurufnya juga kecil. Mata sampai pedas bacanya, tapi ya karena menarik mau gimana lagi. Padahal isinya sungguh luar biasa karena secara tidak langsung mengajak kita lebih dekat dengan para pengarang nasional sekaligus bisa membangkitkan semangat menulis. Banyak penulis senior bahkan turut membagikan tips mengarang dan mencari Ilham di buku ini.

 Seri pertama ini memuat nama-nama yang bisa dikatakan legenda dalam sastra Indonesia modern. Sitor Situmorang, Umar Kayam, Danarto, Hamsad Rangkuti, dan Gerson Poyk adalah nama-nama besar yang menyumbangkan buah pengalaman mereka di buku ini. Yang lebih istimewa, buku ini juga memuat dua nama besar dalam sastra Indonesia: Pramoedya Ananta Toer dan Sapardi Djoko Damono. Sungguh seperti menemukan harta karun ketika membaca buku ini karena seolah kita sedang didongengin langsung oleh para pengarang besar ini terkait proses kreatif mereka dalam mengarang.

 

Adegan klasik ketika Chairil Anwar usil mencuri buku dari perpustakaan itu rupanya disaksikan langsung oleh Sitor Situmorang. Di buku ini pula akhirnya kita bisa mndapatkan jawaban atas makna puisi pendek Sitor Situmorang yang sangat termasyhur itu:

Malam lebaran:

Bulan di atas kuburan.

Risiko baca buku antologi, kualitas dan cara menulis masing-masinh penulis berbeda. Ada yang enak diikuti ada pula yang muter muter dulu panjang dan lama. Sempat mentok lama banget ini di Gerson Poyk--mana belum pernah sekalipun baca karya beliau pula. Meskipun tiap pengarang memiliki pengalaman dan teknik serta opini yang beraneka ragam terkait mengarang, ada sejumlah persamaan yang bisa kita tarik dari para penulis besar ini:

 

1. Kecintaan membaca sejak kecil. Rata rata (kalau tidak bisa dibilang semua) pengarang di buku ini sudah akrab dengan kegiatan membaca sejak kecil atau remaja.

2. Segera menulis. Semua pengarang di buku ini selalu menuliskan apa apa yg terbetik dalam pikiran mereka sesegera mungkin. Kecintaan menulis dibuktikan dengan aksi menulis, dan itulah bukti paling kuat dari rasa cinta menulis.

Selepasnya, kita akan menyimak kisah kisah standar terkait dunia kepengarangan meskipun yang standar ini tetap menarik juga jika para pengarang yang bercerita.

No comments:

Post a Comment