Judul: Laut Biru Klara
Penulis: Auni Fa
Penerbit: Metamind
Tahun Terbit: 2019
Bahasa: Bahasa Indonesia
Tebal: 329 halaman
Sekian lama membaca buku-buku fantasi, non-fiksi, sesekali sastra dan kumpulan puisi rupanya sedikit banyak membuat saya "lupa" pada keasyikan membaca buku anak. Asyiknya menjelajah alam, serunya permainan, eloknya kampung di Pesisir, dan kemudian menikmati sedikit petualangan yang lumayan bikin berdebar di belakang. Perasaan inilah yang saya dapati saat menamatkan novel Laut Biru Klara karya Auni FA. Buku ini menjanjikan keseruan membaca kisah-kisah petualangan campur inspiratif yang akan mengingatkan kita pada film-film TVRI di zaman dulu. Jika dipikir-pikir, judul novel ini memuat tiga karakter utama dalam kisahnya loh.
Sebelumnya, saya sudah pernah membaca karya beliau di Topi Hamdan. Ciri khas penulis masih bisa ditemukan di novel ini. Di antaranya pembawaan cerita yang cenderung formal, alur kisah yang dominan linear maju ke depan, setting waktu dan tempat kurang jelas, tema perjuangan meraih impian, dan ending yang membahagiakan. Jika di novel sebelumnya kita dibawa ke dunia Pak Hamdan yang sendu dan muram, maka di novel bersampul biru cerah ini kita akan dihibur oleh tingkah polah anak-anak dengan dunia mereka yang penuh warna terlepas dari penderitaan atau kekurangan yang mendera.
Namanya Sea, seorang gadis cilik yang dilahirkan di pesisir laut tapi anehnya tidak mau jadi nelayan. Bersama keluarganya yang bersahaja, Sea menghabiskan hari-harinya untuk berenang, bermain , serta menjelajah bersama dua sahabatnya. Salah satu sahabatnya yang paling karib adalah Klara. Gadis cilik ini adalah seorang penderita autisme namun memiliki kemampuan untuk berenang bak ikan lumba-lumba. Klara ini bahkan dengan mudahnya mampu menembus ombak ketika lautan tengah dilanda badai. Sayangnya, ayah Klara yang bernama Paman Bai suka sekali memukuli Klara. Di matanya, seolah Klara tidak lebih dari aib yang mengganggu kehidupannya.
Tidak ada yang mampu menebak ke mana Takdir akan memilih arah langkahnya. Begitu pun Sea dan Klara, dua gadis lugu dari kawasan pesisir tak terkenal itu sama sekali tidak tahu nasib apa yang menanti keduanya. Semua bermula dari karamnya sebuah kapal pengangkut penumpang yang kebetulan terdampar di pantai di pesisir tempat keduanya tinggal. Di antara penumpang yang selamat adalah seorang gadis kota bernama Biru. begitu melihat kehebatan Klara dalam berenang, Biru yang ternyata seorang atlet kemudian tertarik untuk melatih Klara. Pada akhirnya, Sea dan Klara akan menembuh jalan baru sekaligus babak baru dalam kehidupan belia mereka. Mungkinkah impian keduanya untuk menjadi perenang profesional bisa tercapai?
Ibarat menonton serial televisi TVRI era 1990-an, buku ini menawarkan semua yang menarik dari sebuah kisah inspiratif. Masa kecil yang serba kurang, tokoh penolong, perjuangan meraih impian, dan hambatan-hambatan yang harus di atasi. Semua kualitas ini bisa kita temukan di Laut Biru Klara. Lewat tokoh-tokoh belia di buku ini, kita disadarkan untuk terus mengejar impian atau cita-cita kita, semustahil apa pun keadaan. Jika kita percaya dan berusaha, Tuhan akan memberikan jalan. Klara yang seorang penderita autisme juga bisa mencapai potensi tertingginya berkat pertolongan yang tak disangka-sangka datangnya.
Hanya saja, pembaca tidak akan mendapatkan kisah dengan "jebakan cerita" yang menghibur atau "plottwist" yang mengejutkan tapi seru di novel tebal ini. Ciri khas penulis adalah bermain aman dengan membuat sebuah cerita yang liniar dan standar. Bagi beberapa pembaca yang stok bacaannya melimpah, mungkin akan sedikit bosan di pertengahan cerita. Hal ini karena menurut saya penulis lurus-lurus aja menceritakan kisah Klara, Sea, dan Biru. Benar-benar mirip film TVRI zaman jadul. Novel ini memang menawarkan sebuah bacaan penghibur yang sekaligus dapat menjadi tuntunan bagi para pembaca. Hanya saja, menurut saya, novel ini ditulis dengan terlalu sederhana jadinya mungkin agak kurang greget.
***
Jika kamu tertarik untuk membaca Laut Biru Klara, pihak penerbit Tiga Serangkai telah menyediakan TIGA novelnya gratis untuk dibagikan lewat blog Baca Biar Beken ini. Yap, bakal ada TIGA PEMENANG setiap pekannya. Berikut ini 3 pemenang yang beruntung di blog Baca Biar Beken
1. Nike (@dreeva)
2. Yenny ( @caramacchiato98)
3. Agustina Purwantini (@TinaFajarina)
1. Nike (@dreeva)
2. Yenny ( @caramacchiato98)
3. Agustina Purwantini (@TinaFajarina)
Jangan lupa untuk mengikuti kuis ini di tiga blog yang lain sesuai poster. Jika belum beruntung di blog ini, masih ada TIGA novel gratis untuk diperebutkan di blog Kak Lila.
Jawaban : Kayaknya dulu waktu kecil aku jarang baca novel, paling baca majalah Bobo gitu atau Donal Bebek aja sih. SMP baru mulai suka baca novel deh kayaknya, dan yg dulu aku suka itu Fairish, suka aja gitu jalan ceritanya khas remaja sekali.
ReplyDeleteNama : Nike
Twitter : @dreeva
Link share : https://twitter.com/dreeva/status/1150604891703791621
Pertama kali baca majalah Si Kuncung, lalu majalah Bobo. Aku suka keduanya. Itu pertama kali aku baca pas masih SD. Kenapa? Karena, buatku yang masih sekolah dasar dan belum mengenal betul seluk beluk dunia literasi pada waktu itu, majalah masih terasa baru, namun menarik untuk dibaca. Selain memuat gambar-gambar lucu, konten edukasi yang dimuat pun tidak membuat bosan. Karena disampaikan dengan cara yang lebih menyenangkan berupa cerita bergambar dan kadang-kadang disisipi sedikit bumbu humor didalamnya. Konten edukasi yang dimuat juga tidak terkesan menggurui. Aku gak tahu majalah Si Kuncung masih ada atau nggak. Kalo majalah Bobo kayaknya masih ada. Tapi kedua majalah itu cukup berkesan dan menjadi awal mula aku kenal dunia membaca sampai merambah ke komik juga :-D Nama : Yenny Twitter : @caramacchiato98 Link Share : https://mobile.twitter.com/caramacchiato98/status/1150660546989035520?p=v
ReplyDeleteMajalah Bobo pastinya :) Saya bahkan masih ingat cerita yang pertama kali saya baca adalah cergam Bona dan Rong-Rong yang judulnya Festival Kacamata. Kenapa saya suka sekali? Karena waktu itu saya baru saja bisa membaca sehingga cerita itu terasa sangat seru dan sangat berkesan. Saking sukanya saya sama Majalah Bobo, saya masih setia membacanya setiap minggu sampai saya jadi fresh graduate. Bahkan setelah bekerja serta punya suami dan anak, saya juga masih baca, hihi, cuma sudah agak jarang sekarang.
ReplyDeleteNama: Ira
Twitter: @irabooklover
Link share / Tautan membagikan: https://twitter.com/irabooklover/status/1151044393618595841
Majalah anak yang pertama kali kubaca adalah KUNCUNG. Sudah pasti pertama membaca langsung suka dan menggilainya. Lhah, mau gimana lagi? Rumahku di desa pelosok, jauh dari toko buku dan perpustakaan umum yang berada di kota kabupaten. Ya sudah. Aku rutin membaca KUNCUNG saja yang ada di lemari buku sekolah tempat bapakku mengajar. O, ya. Lemari buku itu isinya buku-buku bantuan pemerintah. Belum layak disebut perpustakaan. Masih perpustakaan mini banget gitu, deh.
ReplyDeleteNama: Agustina Purwantini
Twitter: @TinaFajarina
Email: agustinasoebachman@gmail.com
Link Share: https://twitter.com/TinaFajarina/status/1151674621076201472
kalau majalah kayaknya bobo sama fantasi deh. itu aja majalah lungsuran mbakku. bacanya 2 atau 3 tahun setelah majalah itu terbit wkwkkw. tapi tau harry potter dll dari sonoooo. sama pedro dan ana. soalnya tipi ngga bisa rcti huhuhu.... ya seneng jadi kayak tau dunia luar gitu lho si anak desa ini.
ReplyDelete