Judul: Witch Song
Pengarang: Amber Argyle
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Editor: Ida Wajdi
Sampul: Aniza Pujiati
Cetakan: Pertama 2012
Penerbit: Atria
Pengarang: Amber Argyle
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Editor: Ida Wajdi
Sampul: Aniza Pujiati
Cetakan: Pertama 2012
Penerbit: Atria
Dalam budaya populer. penyihir sering digambarkan sebagai sosok wanita dua dengan topi lancip dan sapu terbang. Kemudian, datang Harry Potter yang sedikit mengubah persepsi pembaca tentang sosok penyihir. Tetapi, seri karya Rowling itu tetap saja mempertahankan sebagian banyak dari ciri-ciri penyihir Abad Pertengahan: tongkat sihir, sapu terbang, kuali, mantra, kutukan, dan beraneka hal magis lainnya walau semua itu kemudian dikemas ulang dalam kisah yang lebih ramah. Dalam Witch Song, pengarang menggunakan deskripsi penyihir yang lebih mirip dengan dryad dalam mitologi Yunani. Penyihir dalam buku ini semuanya wanita, dan lantunan mantra mereka berbentuk nyanyian. Dengan kalimat lain, para penyihir ini harus menyanyi jika ingin menyihir. Benda-benda yang disihir pun terbatas. Mereka hanya bisa mempengaruhi tanaman-tamanan di sekitarnya lewat nyanyian. Bahkan, kutukan pun dilontarkan dalam media benih. Mungkin, ada sedikit bantuan angin
Brusena sudah tahu kalau dirinya dan ibunya, Sacra, adalah penyihir. Rumah mereka dikelilingi pagar tanaman berduri yang tidak bisa dimasuki sembarang orang. Taman dan ladang mereka juga tetap hijau segar meskipun wilayah Gonstower tengah diliputi kemarau panjang. Beredar gosip bahwa kekeringan panjang ini dipicu oleh pengkhianatan penyihir jahat Espen yang mengubah musim. Penyihir jahat itu juga menangkapi para penyihir penjaga untuk memperbesar kekuatannya. Suatu hari, soernag penyihir lain mendatanigi rumah mereka. Bersama Sacra, penyihir itu pergi meninggalkan anak gadis itu sendirian demi membasmi sang penyihir jahat. Lama kemudian baru Senna tahu kalau dirinya adalah penyihir terakhir yang masih tersisa. Tugasnya adalah membebaskan para penyihir lain yang sudah ditangkap oleh penyihir Espen.
Seperti cerita dongeng, cerita di buku ini kemudian bergulir menyerupai perjalanan panjang menyusuri negeri. Agar lebih seru, dalam perjalanan Senna diikuti oleh seorang pemburu penyihir bersama Wardorf. Tapi, Senna juga tidak sendirian. Bersama anjingnya yang setia, gadis 15 tahun itu juga ditemani seorang pengawal muda bernama Joshen. Mereka harus berkejaran dengan waktu untuk segera mencapai Suaka sementara antek antek Espen berderap dengan leluasa menaburkan benih-benih jahatnya. Bisakah Senna mengalahkan si penyihir jahat Espen? Kalau melihat genrenya yang agak mirip dongeng anak, harusnya sih ceritanya sudah bisa ketebak. Tetapi, duel penyihir ternyata bukan ending finalnya. Masih ada satu pertarungan yang lumayan seru sebelum benar-benar menutup seri ini.
Satu hal yang saya suka di buku ini adalah jenis sihirnya yang merupakan sihir alam. Mantra dan kutukan di dalamnya konsisten menggunakan kekuatan tumbuh-tumbuhan. Hanya saja, sangat disayangkan sistem persihirannya tidak dijelaskan secara gamblang. Pembaca tidak tahu bagaimana nyanyian Senna bisa memaksa tanaman tunduk menjalankan perintahnya. Pokoknya manut saja. Mungkin alasan bahwa para penyihir di buku ini memang sejenis dryad adalah jawaban yang cocok. Eh tapi, ada deskripsi kalau Essen bisa memaksa angin menerbangkan dirinya. Saya kok akhirnya jadi bingung, ini kayanya sihirnya bisa milih antara menguasai tanaman atau angin. Konsepnya jadi malah kayak avatar ya, hanya saja elemen-elemennya diganti tanaman, air, tanah, dan sinar matahari. Di sini saya mulai bingung.
Hal lain yang saya kurang sreg adalah settingnya yang *maaf* kurang jelas. Memang ada petanya, tetapi tampak sekali peta di sini hanya dibikin sekadar pemandu perjalanan dan bukan sebagai salah satu elemen pembangun cerita. Hanya ada dua negeri, keduanya dibatasi oleh lautan luas. Sistem pemerintahan negeri pertama nggak jelas sama sekali, sementara negeri kedua itu lebih menyerupai republik tetapi tata pemerintahannya amburadul. Sepertinya, buku ini memang lebih dirancang sebagai bacaan anak-anak ketimbang bacaan yang sarat petualangan. Walau begitu, terjemahannya enak sekali di baca. Dan, saya sangat merindukan penerbit ini. Semoga kelak bisa bangkit lagi menyemarakkan dunia penerbitan di tanah air.
Saya juga rindu dengan buku-buku terbitan Atria. Buku terjemahan utk anak dan middle grade terbitannya cukup bagus dan menarik :)
ReplyDelete