Judul: Perempuan Batih
Pengarang: A.R. Rizal
Penyunting: Misni Parjiyati
Sampul: Suku Tangan
Cetakan: Pertama, Juli 2018
Halaman: 260 hlm
Penerbit: Laksana
Membaca novel dengan setting lokal selalu memberikan warna
segar serta pengetahuan baru. Beberapa tahun
belakangan, menulis novel dengan warna lokal memang tengah menjadi tren. Banyak
penulis baru bermunculan dengan membawa warna serta rasa lokal dari daerahnya
masing-masing. Ada yang warna lokal itu hanya semata tempelan, tetapi tidak
sedikit penulis yang berhasil menyuguhkan nuansa lokal walau masih terasa unsur
travelingnya. Kebanyakan menggunakan unsure lokalitas dari sudut pandang
penulis sebagai orang dalam. Saya merindukan membaca novel-novel bernuansa
lokalitas yang ditulis benar-benar oleh orang dalam. Selalu ada perbedaan saat
membaca sebuah novel yang ditulis oleh orang yang benar-benar berasal dari
daerah tersebut dan novel yang ditulis oleh seseorang yang sekadar
mengunjunginya. Bukan berarti yang pertama lebih baik daripada yang berikutnya,
hanya saja ini lebih soal rasa lokal yang lebih kental.
Perempuan Batih adalah
satu dari sedikit novel dengan rasa yang pertama. Sebuah novel yang ditulis
(atau setidaknya terasa benar-benar ditulis) oleh orang dalam. Mengambil setting
kebudayaan Minangkabau di Sumatra Barat, novel ini mengangkat tema perempuan
dan perjuangannya. Novel ini menarik
terutama karena kita tahu suku Minangkabau menganut sistem kekerabatan
Matrilineal, yakni keturunan berdasakan garis ibu. Dalam budaya Minang,
perempuan memiliki posisi yang cenderung lebih tinggi dalam hal kekerabatan. Tentu,
kemudian kita tergoda untuk mengambil kesimpulan bahwa perempuan Minang memiliki
kesempatan yang lebih baik dalam melawan dominasi pria ketimbang
perempuan-perempuan dari suku lain. Benarkah demikian? Ternyata tidak. Lewat Perempuan Batih, A.R. Rizal menunjukkan kepada pembaca bahwa pria
di mana pun serupa, mereka selalu berupaya menunjukkan dominasinya atas kaum
perempuan.
"Laki-laki dipegang bukan karena kata-katanya, melainkan dari apa yang diperbuat." (hlm. 34)
"Laki-laki dipegang bukan karena kata-katanya, melainkan dari apa yang diperbuat." (hlm. 34)
Gadis adalah seorang perempuan kampung yang memegang teguh
adat istiadat suku Minangkabau. Sebagai perempuan, dia menempati rumah batu
yang menjadi semacam rumah inti milik keluarga inti. Saya masih mencari tahu
makna “rumah batu” di novel ini. Saat googling dan mengetik “rumah batu Minang”
yang muncul adalah rumah gadang yang elok itu. Saya kurang tahu apa rumah yang
ditempati Gadis ini memang rumah gadang atau bukan. Yang jelas, digambarkan
dalam novel ini bahwa rumah itu bagian bawahnya memang dibuat dari batu. Nah,
sebagai penghuni rumah batu, Gadis mengemban tanggung jawab besar untuk menjaga
kehormatan sekaligus garis keturunan keluarga besardi rumah batu ini. Tanggung
jawab yang diembannya dengan penuh takzim. Gadis bahkan rela mengorbankan
kebebasan masa mudanya demi menunaikan amanat ini. Dijodohkan pun dia mau, walaupun
dengan pria yang benar-benar mengecewakan. Dia juga membuang jauh keinginannya
untuk tinggal di kota demi bisa memenuhi tugasnya.
"Ia menjadi karena dirinya sendiri." (hlm. 82)
"Ia menjadi karena dirinya sendiri." (hlm. 82)
Sayangnya, kebesaran hati Gadis tidak diimbangi dengan kebesaran
jiwa kaum lelaki. Ya ampun, hampir semua karakter pria di Perempuan Batih kok ya menyebalkan semua. Mulai dari suaminya, si
Darso, hingga anak-anak serta mamak-nya—semua
pria di novel ini kok kayak menjadi semacam ujian buat Gadis. Untungnya, Gadis
ini perempuan yang kuat. Walau tidak sekolah tinggi, dia memiliki semangat seorang feminis. Dia tidak mau tunduk begitu saja pada ego
pria. Perempuan itu bisa menunjukkan betapa wanita juga bisa mandiri meskipun
ditinggalkan kaum lelaki. Dia tetap tegar walau suaminya meninggalkannya tanpa
alasan. Wanita itu juga tetap sabar
bahkan ketika anak-anak gadisnya dibawa kaum pria sebagai istri mereka—yang sekaligus
memupus keinginan Gadis agar ada anak perempuannya yang mewarisi rumah batu.
Gadis menunjukkan kepada warga desa bahwa walau menjanda dia mampu menghidupi
dirinya dan keempat anaknya. Walau demikian, tidak kemudian Gadis melupakan
kodratnya maupun kedudukannya sebagai perempuan. Gadis ini semacam heroin yang tetap mempertahankan
kearifan lokal.
"Gadis belajar dari kehidupan. Alam yang membentang, itu mata pelajaran yang tak pernah habis untuk diselami." (hlm. 168)
"Gadis belajar dari kehidupan. Alam yang membentang, itu mata pelajaran yang tak pernah habis untuk diselami." (hlm. 168)
Jika pembaca mengharapkan kisah seorang perempuan yang
mencibir adat istiadatnya sendiri, maka Gadis
Batih bukan tentang itu. Malahan, Gadis inia dalah perempuan yang taat
banget sama adat kampungnya. Yang bangsat di kisah ini adalah kaum lelakinya.
Gadis justru mampu menunjukkan diri sebagai wanita yang berdikari sekaligus
tetap mempertahankan martabat diri. Sosok langka yang tetap lekat pada tradisi
meski zaman berubah cepat. Karakternya yang tegas tapi cerdas sedikit mengingatkan
saya pada Nyai Ontosoroh, hanya saja ini versi kampungnya. Karakteritasi
Gadis ini kuat sekali, bahkan ia berkali-kali mampu menundukkan ego para pria
lewat sentilan-sentilannya yang menohok. Dan ketegasan ini konsisten dari awal
sampai akhir, membuat pembaca cowok sekalipun memilih bersimpati kepadanya.
"Pada diri anak laki-laki, selalu ada hak ibunya." (hlm. 88)
"Pada diri anak laki-laki, selalu ada hak ibunya." (hlm. 88)
Secara konflik, Perempuan
Batih cenderung datar. Selain
menyindir egosentris kaum pria, novel ini menggambarkan dengan baik
keinginan orang tua untuk bisa tetap bersama dengan anak-anaknya.
Terlepas apakah anak-anaknya sudah dewasa dan menjadi orang tua, seorang
ibu tetap memiliki hak atas mereka. Ini yang sering kita lupakan. Selebihnya, buku ini menurut saya mirip simplified
version dari Sang Priyayi-nya
Umar Kayam namun dalam versi Minang. Ceritanya
hanya berporos pada riwayat kehidupan Gadis, anak-anaknya, hingga cucu-cucunya.
Namun, tidak kemudian novel ini menjadi membosankan. Cara penulis bertutur
terasa banget logat Minangnya—mengingatkan kita dengan karya-karya sastra lama
zaman Balai Pustaka. Walau sederhana,
tuturan dan obrolan yang Sumatra banget bakal membuat membaca betah mengikuti
kisah Gadis. Ini masih ditambah setting serta aroma lokalnya yang kental, diksi yang Minang banget, serta karakter-karakter yang digambarkan begitu utuh. Sebuah novel yang
sayang untuk dilewatkan. Jika pembaca ingin mencari novel yang biografis dengan
aroma lokalitas yang kental, saya menyarankan novel ini.
Terima kasih sudah membaca ulasan
Perempuan Batih di atas. Jika teman-teman
tertarik membacanya gratis, Penerbit DIVA Press menyediakan total 4 novel Perempuan Batih dalam blogtour yang
berlangsung sepanjang Agustus hingga awal September 2018 ini. Satu novel Perempuan Batih akan dibagikan di blog
Baca Biar Beken ini untuk satu calon pembaca yang beruntung. Nah, langsung saja saya umumkan pemenangnya. Eh tapi sedikit intro dulu nggak apa-apa yha *kelamaan woyyy.
Saya sebenarnya mengharapkan menemukan jawaban Ibu Susi Pudjiastuti, sang Menteri Kelautan dan Perikanan RI yang idola banget itu. Tapi tak mengapa. Saya malah jadi tahu lebih banyak lagi tokoh-tokoh perempuan hebat yang juga layak jadi idola kayak Gedong Bagus Oka. Jawaban paling banyak adalah RA Kartini, jadi mohon maaf agar adil saya belum bisa memenangkan jawaban ini. Pilihan saya akhirnya jatuh para Rohana Kudus yang ternyata adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Sosoknya yang mandiri menurut saya melambangkan nilai-nilai kemandirian seorang wanita sebagaimana yang dianut oleh Gadis. Jadi, selamat untuk
Saya sebenarnya mengharapkan menemukan jawaban Ibu Susi Pudjiastuti, sang Menteri Kelautan dan Perikanan RI yang idola banget itu. Tapi tak mengapa. Saya malah jadi tahu lebih banyak lagi tokoh-tokoh perempuan hebat yang juga layak jadi idola kayak Gedong Bagus Oka. Jawaban paling banyak adalah RA Kartini, jadi mohon maaf agar adil saya belum bisa memenangkan jawaban ini. Pilihan saya akhirnya jatuh para Rohana Kudus yang ternyata adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Sosoknya yang mandiri menurut saya melambangkan nilai-nilai kemandirian seorang wanita sebagaimana yang dianut oleh Gadis. Jadi, selamat untuk
Nama: Winda Pratiwi
Twitter atau Email: @Win_daap // pratiwiwinda99@gmail.com
Twitter atau Email: @Win_daap // pratiwiwinda99@gmail.com
Selamat kepada Mbak Winda, nanti akan saya colek lewat media sosial ya. Terima kasih juga kepada teman-teman yang sudah meramaikan giveaway ini. Buat yang belum beruntung, masih ada tiga novel Perempuan Batih gratis dari DIVA Press di blog-blog selanjutnya (cek banner).
Nama: Arifah Itsnaini
ReplyDeleteTwitter atau Email atau FB kamu:@Arifah_Itsnaini
Tautan membagikan:
https://twitter.com/Arifah_Itsnaini/status/1028754933288394752
Jawaban : R.A. Kartini
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNama : Hamdatun Nupus
ReplyDeleteAkun Twitter : @HamdatunNupus
Tautan Berbagi : https://twitter.com/HamdatunNupus/status/1028933034106478592?s=19
Jawaban : Hj Athirah Kalla
Nama: Feny Sulfiani
ReplyDeleteAkun Twitter: @sikecilfeny
Tautan berbagi: https://twitter.com/sikecilfeny/status/1028985203673325568?s=19
Jawaban: Ibunda R.A.Kartini
Nama: Mas'udah
ReplyDeleteAkun Twitter: uut_masudah
Tautan berbagi: https://mobile.twitter.com/uut_masudah/status/1029458062011195392
Jawaban: Mileva Maric (mantan istri Albert Einstein)
Nama: Bety Kusumawardhani
ReplyDeleteTwitter: @bety_19930114
Link: https://twitter.com/bety_19930114/status/1029558171059146753?s=20
Jawaban: R. A. Kartini
Nama:Dessi Ambarwati
ReplyDeleteTwitter: @Dessiamw
FB: Dessi Ambar W
Tautan membagikan:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1820092801441829&id=100003233811680&ref=bookmarks
https://twitter.com/dessiamw/status/1029739694504865793?s=20
Jawaban: "Untungnya, Gadis ini perempuan yang kuat. Walau tidak sekolah tinggi, dia memiliki semangat seorang feminis" - R.A Kartini
Nama: Winda Pratiwi
ReplyDeleteTwitter atau Email atau FB kamu: @Win_daap // pratiwiwinda99@gmail.com
Tautan membagikan:
Ig: https://www.instagram.com/s/aGlnaGxpZ2h0OjE3OTcwNjAyNjg2MDMzNzEz/
Twitter: https://twitter.com/Win_daap/status/1029687507938504710?s=19
Jawaban: Rohana Kudus, yang sama-sama dari Ranah Minang.
nama : Farida ENdah
ReplyDeleteTwitter / EMail : @farida_271 // faridaendah@gmail.com
tautan : https://twitter.com/farida_271/status/1030108305861951489
jawaban : Siti Nurbaya
ttg minang to, dr covernya kupikir kalimantan, hehehehe...
ReplyDelete