Judul: Intelegensi Embun Pagi
Pengarang: Dewi Lestari
Tebal: 724 hlm
Cetakan: Pertama, 26 Februari 2016
Penerbit: Bentang Pustaka
Pengarang: Dewi Lestari
Tebal: 724 hlm
Cetakan: Pertama, 26 Februari 2016
Penerbit: Bentang Pustaka
Dari banyak ulasan yang (dulu)
saya baca, pembaca Indonesia terbelah terkait seri pamungkas Supernova yang telah berjalan panjang
sejak 2001 ini. Banyak yang merasa puas dengan akhir serial ini, ketika seluruh
tokoh dipertemukan dan menjadi semakin jelas benang cerita yang merekatkan
tokoh-tokoh ajaib di seri ini. Setiap tokoh memiliki peran dan bagiannya
masing-masing, bagian dari sebuah puzzle misterius tentang kehidupan. Alva
sebagai Gelombang, Elektra adalah Petir, Bodhi sebagai Akar, Gio sang Kabut
Malam, Zarrah si Partikel, serta satu orang lagi yang masih dirahasiakan (si
Intelegensi Embun Pagi?). Akhirnya, di episode terakhir ini kita bisa merayakan
berkumpulnya para avengers *beda fandom woy* dalam mempertahankan ketentraman
dunia.Pola jahat-baik di seri ini ditampakkan dengan hadirnya peretas, infiltran,
dan umbra sebagai pihak “baik” dan sarvara sebagai pihak jahat.
Ini sudah nampak di buku
sebelumnya sebenarnya. Di Gelombang, orang-orang
yang dekat dengan Alva ternyata memiliki motif lain di balik niat mereka
membantu pria itu. Entah mereka itu kalau nggak infiltran ya berarti sarvara.
Mulai di Gelombang juga kita diperkenalkan
dengan peran kedua sisi yang saling bertolak belakang ini. Sebuah keputusan
yang oleh banyak pembaca setia Supernova
dianggap sebagai penurunan kualitas seri yang bahkan sudah mencapai puncak di
buku pertamanya ini. Memaksa pembaca untuk memilih antara karakter “baik” dan karakter
“jahat” ini membikin kisahnya jadi hitam dan putih, standar ala kisah-kisah
pasaran karena penulis menyetir pembaca untuk memihak ke satu sisi. Banyak
pembaca yang lalu menyesali kenapa IEP malah
jatuh menjadi semacam kisah fantasi dengan tokoh protagonis dan antagonis
standar, dan bukan mengarah pada kisah spiritual science model Bilangan Fu yang megah banget itu.
Bahkan sebagai novel fantasi, IEP menurut saya hanya ramai di awal dan
pertengahan tetapi nanggung di klimaksnya. Dee memang cerdas sekali. Dia mampu
menyisipkan aneka bidang keilmuan yang berat, meramunya dengan konsep samsara dalam ajaran Buddha, dan
kemudian menuliskan semua bahan tersebut dalam tulisan yang sangat page turner. Tebalnya IEP tidak menghalangi rata-rata pembaca
untuk segera menuntaskan seri keenam sekaligus pamungkas ini. Saya, sebagaimana
banyak pembaca lainnya, sangat menantikan jawaban atas beragam pertanyaan besar
yang dimunculkan Dee di buku-buku sebelumnya. Beberapa pertanyaan memang
terjawab, tapi entah kok saya merasa jawaban yang disajikan Dee hanyalah
semacam jawaban yang sifatnya teknis semata. Pembaca ingin akhir cerita, maka
disuguhkanlah akhir cerita. Semua karakter dimunculkan, nasibnya diperjelas dan
ditunjukkan dengan gamblang. Tapi, seperti ada yang terburu-buru dengan IEP. Ini kayak Dee ingin segera lepas
dari Supernova meskipun naskahnya
belum sempurna betul.
Tapi, tidak kemudian Supernova IEP tidak layak mendapat
perhatian. Buat pembaca yang sudah telanjur sampai ke Gelombang, sangat disarankan untuk menggenapi perjalanan membacanya
dengan buku ini. Sebagaimana di buku-buku sebelumnya, Dee masih tetap harus
diacungi dua jempol karena kepiawaiannya menulis. Dia berdiri di barisan depan
bersama para penulis sastra dan novel inspiratif lewat seri ini. Satu hal yang
layak mendapatkan penghargaan adalah konsistensi Dee dalam melakukan riset
untuk tulisannya. Juga, cara Dee merangkai beragam karakter di seri Supernova sehingga di buku pamungkas ini
pembaca mendapatkan semua karakter “terpakai” meskipun hanya sekadar peran
pembantu. Yang disayangkan adalah Bodhi yang sedemikian mendominasi di Akar ternyata hanya menempati peran
pendamping di IEP. Sosok yang diduga
akan menjadi kunci dari seluruh seri ini ternyata kalah sama Gio yang seperti
mendapatkan panggungnya di buku pamungkas ini.
Selesai, tetapi tidak sesuai perkiraan awal. Siapakah si Intelegensi Embun Pagi? Anaknya Gio vs Zarrah mungkin?
No comments:
Post a Comment