Monday, March 12, 2018

Catatan Menantu Sinting, Curhat Kocak seorang Menantu Batak

Judul: Catatan Harian Menantu Sinting
Pengarang: Rosi L. Simamora
Tebal: 232 hlm
Cetakan: 1, januari 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



Dari ulasan yg bersliweran di media sosial, saya menangkap buku ini bakal kayak MSB series. Tinggal ganti saja karakter Pak Bos yang jahara adalah emak mertua yang bikin darah tinggi. Satu dua bab pertama memang mirip. Tapi,mulai bab2 selanjutnya saya menemukan ada yg beda dari buku ini. Buku ini ternyata lumayan vulgar saudara-saudari. Vulgar bagian apa? Bagian ranjang tentunya. Namanya juga pengantin baru, urusan ranjang mah sah sah saja. Tapi bagi pembaca yang dr beragam kalangan bisa jadi bakal 3 efek yg timbul saat baca novel ini: (1) maklum sambil senyum senyum, (2) eneg, atau (3) pengen. Saya masuk yg nomor 3 #okesip eh okeskip.Hampir setiap bab ada yang nyengol soal ranjang. Nggak apa2 sih cm kayak gimana gitu. Untungnya, masih banyak cerita lain yang dipaparkan.

Selain vulgar soal adegan ranjang, interaksi antara tokoh mertua-menantu di buku ini juga tidak kalah vulgar. Perseteruan antara menantu dan mertua benar-benar di-eksplore habis-habisan. Nggak ada yang mau ngalah. Nggak ada yang sok sungkan. Pokoknya yang penting nyinyir dulu, minta maaf belakangan.  Mertua yang Batak konservatif tapi kekinian (Emak Mertua yang sudah 70 thn ini bisa fesbukan loh) ditandingkan dengan menantu emansipatif yang teguh memegang prinsipnya. Dua-duanya berasal dari Batak. Duh langsung kebayang kan betapa BTL (Batak tembak langsung) perang mertua vs menantu di buku ini.

Saya yang Jawa halus hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan Minar (si menantu) tapi sambil diam-diam mendukung. Yha daripada darah tinggi kan mending kualat sama mertua ya kan? *duh ini sesat, jangan diujicoba. Paling ngakak pas baca kebiasaan mertua yang suka ikutan komentar di status punya Minar. Ditinggal sebentar, si mertua sudah sibuk bertengkar di kolom komentar sama temannya Minar *ngakak njengkang.
Mertua dan menantu bisa tidak akur karena satu alasan: memperebutkan si suami. Mertua yg blm mau lepasin putranya dan si istri yg semburu karena perhatian suami terbagi untuk dua wanita. Perang dingin pun pecah, cuma kalo marganya udah Batak duh perangnya bukan dingin lagi, tapi perang tembak langsung alias nyinyir duluan kualat dipikir belakangan. La wong mertua dan menantu serumah yang sama-sama orang Jawa aja bisa sering ribut, lha ini dua-duanya malah orang Batak yang zerba tembak langsung.

 Lalu kenapa bintang empat? Jawabannya adalah kerapian. Rosi yang seorang editor senior Gramedia benar-benar menunjukkan jejaknya di novel ini. Rapi banget.Mulai dari keseragaman judul tiap bab saja kelihatan kalau naskah ini ditulis dengan terorganisir banget. Tulisan orang yang telah tahunan malang melintang di dunia editing tentu berbeda dengan tulisan awam. Kisah-kisah dalam buku ini, meskipun terlihat acak dan mencar-mencar, sesungguhnya memiliki benang merah yang kuat. Kisah-kisahnya mungkin terkesan sederhana dan kocak tetapi saya sangat terhibur membacanya.

4 comments:

  1. Aku belum baca buku ini. Pengen baca buku fisiknya dibandingkan baca ebook-nya/

    Maksudnya, pro dan kontra itu
    Banyak yang kasih bintang 2 - bintang 5
    Lah, inikan termasuk pro kontra. (IMO)


    ReplyDelete
  2. Seru banget review bukunya. Jadi pingin buru-buru baca. Makasih udah ngasih tau ada buku yang (katanya) vulgar tapi banyak lucunya. Review terkeren yang pernah saya baca tentang buku ini.

    ReplyDelete