Tuesday, August 8, 2017

1434, Benarkah China Memicu Renaisance?


Judul: 1434: Saat Armada Besar China Berlayar ke Italia
 dan Mengobarkan Renaissance
Penyusun: Gavin Menzies
Penerjemah: Kunti Saptoworini
Tebal: 430 hlm
Cetakan: April, 2009
Penerbit: Alvabet





Bangkitnya Peradaban Barat pada era Renaisance (sekitar abad ke-13 dan ke-14) selama ini diketahui karena maraknya kembali pengkajian terhadap karya-karya Yunani-Romawi. Lewat penerjemahan naskah-naskah Latin kuno, bangsa Eropa mendapatkan kembali kegairahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi, yang akhirnya mendorong kepada era penjelajahan samudra. Negeri Italia menjadi saksi lahirnya para manusia Renaisance yang serba-bisa, yang sulit ditemukan tandingannya sepanjang sejarah seperti Leonardo da Vinci.Tetapi, sesungguhnya, jika mau jujur, ada semacam celah kosong yang memisahkan antara dua fakta sejarah ini: naskah-naskah Yunani yang lebih bersifat filsafat dengan munculnya sketsa-sketsa peralatan teknologi karya Da Vinci yang begitu detail dan teknis sifatnya. Bagaimana bisa Da Vinci melukis perangkat-perangkat canggih semacam helikopter sederhana, parasut, hingga meriam sederhana? Apakah bangsa Yunani kuno memang benar sudah mengembangkan perangkat-perangkat ini?

Ada sementara pendapat yang menyebut para manusia Renaisance ini belajar dari naskah-naskah peninggalan para ilmuwan Muslim yang ada di Andalusia pada abad ke-10 dan ke-11. Mungkin saja demikian, tapi yang jelas sangat mustahil jika perangkat-perangkat canggih itu muncul begitu saja tanpa ada sumbernya. Sementara itu, di belahan Timur, dalam kurun waktu yang sama dengan era sebelum munculnya Renaisance di Eropa, terjadi peristiwa luar biasa yang banyak dilupakan oleh sejarah (Barat). Pada Januari 1431, Kaisar Tiongkok mengutus Cheng Ho beserta armada raksasanya untuk melakukan pelayaran mengelilingi dunia untuk mengumumkan kekuasaannya. Kita yang di Indonesia pasti sudah akrab dengan pelayaran sang laksanama Muslim ini, yang sedemikian dihormati sehingga jejaknya bisa kita temukan mulai dari Bangkok, semenanjung Malaka hingga ke pesisir utara Jawa, kemudian ke penjuru Samudra Hindia. Pertanyaannya, bagaimana jika Cheng Ho meneruskan pelayarannya hingga ke Laut Tengah dan kemudian singgah di Tuscany (wilayah Kerajaan Romawi Suci) untuk bertemu dengan sang Paus? Dalam kunjungan itu, Cheng Ho dan armadanya membawa serta naskah-naskah serta berbagai perangkat ilmu pengetahuan dari Tiongkok yang kemudian turut andil dalam berseminya era Renaisance di Eropa.


Melalui penelitian lapangan dan jelajah pustaka, Gavin Menzies (yang juga menulis buku tentang Penemuan Benua Amerika oleh bangsa Tiongkok) menyodorkan sejarah alternatif tentang pencetus Renaisance yang sebenarnya. Menzies mengklaim menemukan bukti-bukti kunjungan armada Cheng Ho ke Florensia dan bertemu Paus Eugenius IV. Dalam muhibah ke Italia ini, Cheng Ho meninggalkan tanda mata ilmu pengetahuan bangsa Tiongkok, termasuk peta dunia, peta langit, rumus perhitungan matematis, hingga seni dan arsitektural. Bahkan, seni percetakan yang pertama diklaim oleh Guttenberg konon juga dikembangkan dari mesin cetak yang dihibahkan rombongan Cheng Ho. Termasuk di antara benda-benda itu adalah kitab “Nung Shu”, sebuah risalah yang dicetak di Tiongkok pada 1313. Hal menariknya adalah, dalam Nung Shu ini tercantum pula berbagai sketsa tentang mesin-mesin canggih yang kemudian ditiru oleh para tokoh Renaisance, termasuk oleh Leonardo Da Vinci. Muncul dugaan, Da Vinci pada tahun 1490 belajar serangkaian  gambar mesin dan ilmu teknik dari brosur-brosur di bengkel-bengkel kerja yang sepertinya disalin dari Nung Shu.


                Satu hal yang mendasari asumsi Menzies adalah meledaknya perkembangan dalam bidang karya seni, mesin, teknologi cetak, hingga pembuatan peta setelah tahun 1434. Tahun yang sama ketika Cheng Ho berlabuh ke pesisir Tuscany dan membagikan berbagai artefak ilmu pengetahuan bangsa Tiongkok kepada bangsa Eropa. Kita tahu, Eropa sebelum tahun 1434 hanyalah benua yang penuh dengan kerajaan-kerajaan. Mendadak, setelah 1434 terlewati, muncul beragam penemuan dan orang-orang jenius yang kemudian dipelihara keluarga Medici dan keluarga bangsawan-bangsawan Italia lainnya. Tahun ini secara tidak langsung menjadi titik balik dari abad pertengahan menuju abad pencerahan. Mungkinkah ledakan intelektualisme di Eropa yang kompak terjadi setelah 1434 ini semata kebetulan? Mungkinkan jenius-jenius seperti Leonardo Da Vinci, Leon Battista Alberti, dan Regiomontanus bisa muncul berbarengan dalam satu kurun masa yang berdekatan tapi tidak muncul lagi yang seperti mereka setelahnya? Mungkinkah para jenius ini sempat membaca brosur atau catatan atau naskah apa pun yang sebenarnya salinan dari Nung Shu? Jika menyimak kemiripan  sketsa-skertsa Da Vinci dengan ilustrasi dalam Nung Shu yang disertakan di buku ini, bisa saja kemungkinan itu terjadi. 


 Ilustrasi Armada Cheng Ho dalam Pelayaran Muhibahnya Mengelilingi Dunia
(gavinmenzies.net)

 Selain kemiripan sketsa, hal lain yang mendasari Menzies  untuk menulis buku ini adalah penggunaan peta Amerika oleh para penjelajah samudra. Dikatakan, bahwa Columbus membawa sebuah peta yang kemudian menuntunnya berlayar ke barat dan akhirnya menemukan benua Amerika. Mungkinkah menemukan sebuah benua yang sudah tercantum di dalam peta? Delapan belas tahun sebelumnya, Columbus mendapat sebuah peta kawasan Amerika oleh Paolo Toscanelli yang mengaku mendapatkan pengetahuan dari para lelaki baik berpengetahuan luas yang datang ke Florensia dari Tiongkok pada 1434. Peta-peta Columbus ini mirip sekali dengan peta-peta yang dimiliki armada Cheng Ho saat melakukan pelayaran mengelilingi dunia.  Jika memang semua ini benar, kenapa sejarah dunia sama sekali tidak menyebut Tiongkok sebagai salah satu pendorong munculnya abad penjelajahan? Salah satunya adalah kebijakan isolasi yang dilakukan oleh Kerajaan Tiongkok pada abad ke-15. Pelayaran agung Cheng Ho adalah muhibah terakhir sebelum kekaisaran besar itu menutup diri dari dunia, menyimpan sendiri seluruh kekayaan peradabannya hingga tertutup dari mata dunia. Dan di saat yang sama, Barat mendapatkan kesempatan emas untuk memanfaatkan warisan bangsa Tiongkok ini dan berjaya di panggung dunia lewat Renaisance.  

Apa yang diangkat Menzies ini memang satu hal yang cukup kontroversial. Buku ini cukup banyak mendapatkan satu bintang di goodreads. Di internet bahkan ada satu thread khusus berisi tulisan-tulisan para peneliti yang sepakat menolak teori Menzies ini. Tetapi, banyak juga yang mendukung penulis, yang kemudian turut dicantumkan dalam buku ini. Entah asumsi bahwa Cheng Ho benar-benar sampai ke Italia pada 1434 itu benar atau tidak, buku ini adalah bacaan yang sangat kaya. Menzies bekerja keras mengumpulkan semua bukti dan data untuk menyusun buku ini--dan ini saja sudah membuatnya layak mendapatkan apresiasi. Dari total 430 halaman, hampir 100 halaman adalah catatan kaki serta sumber referensi yang digunakannya dalam menulis buku 1434. Kemudian, apakah memang benar bangsa Tiongkok sebagai pencetus era Renaisance di Eropa? Kita tunggu saja kerja para sejarahwan di masa kini dan masa depan. Jika memang benar, maka catatan sejarah harus diperbaiki kembali untuk menghormati dan menghargai para penjelajah dunia hebat dari Timur ini.
                 

No comments:

Post a Comment