200 Tahun Tambora, Pengingat sebuah Letusan Akbar

Judul:  200 Tahun Tambora
Penyusun:  Seno Joko Suyono (Editor), Dody Hidayat (Editor), Yosep Suprayogi (Editor), Purwanto Setiadi (Editor)
Tebal: 89 hlm
Cetakan: Pertama, 2015
Penerbit: KPG

Berjodoh sama buku bagus ini saat di gudang gramedia dengan harga Rp3500 saja. Tentu setelah perjuangan membolak balik ratusan buku sampai tangan kotor semua. Walau tipis, buku ini memberi banyak sekali info dan infografis tentang letusan Tambora tahun 1815. Mungkin, kita lebih akrab dengan letusan Krakatau tahun 1883 itu ketimbang letusan Tambora. padahal, dari skala, letusan Tambora jauh lebih dasyhat.

Bahwa letusan Tambora adalah letusan terdahsyat di era modern, kita tahu itu. Letusannya bahkan lebih besar ketimbang letusan Krakatau tahun 1883. Tapi, buku ini mengungkap satu fakta mencengangkan. Sebelun meletus, Tambora memiliki tinggi 4300 meter sehingga puncaknya dpt terlihat dr Bali saat cuaca cerah. 

Uwoow dan ini gunung berapi lo gaes. Ga kebayang ketika dia meledak dan mneghancurkan sepertiga strukturnya hingga menjadi sekitar 2200m. Ledakan itu juga memusnahkan 3 kerajaan kuno di Sumbawa, menurunkan suhu Bumi hingga 3 derajat serta menimbulkan tahun tanpa musim panas di Eropa dan Amerika. Disajikan dengan gaya artikel, buku tipis namun padat ini memuat berbagai informasi menarik terkait berbagai peristiwa bersejarah di penjuru Bumi akibat letusan Tambora. Termasuk, menginspirasi penulisan novel Frankenstein yg legendaris itu.

 

Tiga letusan gunung berapi dalam sejarah ternyata terjadi di Indonesia. Tujuh puluh ribu tahun yang lalu, Supervolcano Toba meletus dahsyat hingga menimbulkan zaman es. Danau Toba dengan pulau Samosir yang sangat luas itu konon adalah bekas kalderanya. Kemudian, Letusan Tambora tahun 1815 yang dampaknya juga tidak sedikit. Sayangnya, karena posisinya yang agak mepet di timur, catatan tentang sejarah letusan Tambora sangat jarang. Ini berbeda dari letusan Krakatau yang dipantau dan dicatat dalam banyak jurnal dan riset pererintah kolonial Belanda dan Inggris.

Sumber-sumber tentang Letusan Tambora sebagian besar diperoleh dari kesaksian salah satu raja di Sumbawayang berhasil selamat darialiran piroklastik. Letusan Tambora--sesuai pengamatan sang raja--digambarkan begitu masih menyerupai letusan meriam.Saat erupsi, gunung itu menghasilkan tiga kolom abu raksasa yang menjulang 5 km ke udara. Saking beratnya bobotmaterial letusan, kolom-kolom itu runtuh dan menghasilkan awan piroklastik yang melucnur turun dengan kecepatan 300 km/jam dan menghancurkan semua yang dilewatinya. Saking dahsyatnya dampak letusan, para ahli menyebut Tambora sebagai Pompeii dari timur. 

Yang juga juga unik di buku kecil ini adalah kesaksian-kesaksian dari para penulis dan juga pejabat pemerintahan kolonialseperti Raffles. Dalam catatannya, didapat info bahwa langit gelap menutupi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Madura selama beberapa hari. Selain itu, para penulis danorang terpelajar di Barat pun menuliskan fenomena langit kemerahan selama 3 tahun setelah meletusnya Tambora. Walau sulit untuk menyebut adanya keterkaitan peristiwa-peristiwa tersebut dengan letusan Tambora, catatan-catatan bersejarahitu bisa menjadi data yang tak ternilai harganya untuk mengungkap seberapa dashyatnya letusan gunung raksasa dari pulau Sumbawa ini.

 

sumber gambar: azmirani.blogspot.com