Wednesday, January 3, 2018

Mari Bernyanyi sambil Berlatih Solmisasi

Judul: Berlatih Solmisasi, Kumpulan Puisi
Penyair: Dedy tri Riyadi
Cetakan: November 2017
Tebal: 163 hlm
Sampul: Amalina
Penerbit: Basabasi




Di antara semua jenis karya fiksi, puisi adalah yang paling mendekati bentuk lagu. Bahkan, lagu (lirik lagu mungkin) bisa digolongkan sebagai ragam puisi. Dalam skripsi saya yang entah telah berapa juta tahun lalu digarapnya itu, saya menggunakan teori analisis puisi untuk menganalisis lirik-lirik lagu dalam novel The Hobbit-nya Tolkien (Maaf ye bukannya nyombong, tapi kesempatan pamer sih jangan disia-sikan wkwkwk). Mungkin ini bisa menjawab alasan mengapa banyak puisi-puisi yang indah sekali (dan memang cocok) ketika dinyanyikan dengan ditambah iringan instrumen musikal. Memang, puisi sendiri tidak bisa lepas dari elemen-elemen musikal sebagai penyusun keindahannya. Berbeda dengan cerpen atau novel yang lebih mengandalkan isi, kebanyakan puisi sangat mengandalkan bentuk dan gaya. Tidak kemudian isi puisi (meaning) menjadi tidak lebih penting daripada bentuknya (form), tetapi bentuk mendapatkan porsi yang lebih besar dalam puisi ketimbang dalam cerpen atau novel. Jika pun ada cerpen atau novel yang lebih menonjolkan bentuknya, maka itu sah-sah saja atas nama kreativitas dan eksperimentasi. 

“hingga kau dengar tak ada | nada panjang pada kata ‘cemara’ | setelah ‘kiri-kanan’ yang kedua.” (Stt ... Kau tahu? Ada Harimau Bersembunyi dalam Lagu Naik Naik ke Puncak Gunung, hlm. 47)


Puisi-puisi karya Dedy Tri Riyadi yang terhimpun dalam buku puisi Berlatih Solmisasi ini adalah salah satu contoh terbaik dari puisi-puisi yang begitu mengandalkan bentuk. Rima dan komposisi sajak-sajak di buku ini diperhatikan benar sehingga terasa nuansa musikalnya. Setidaknya, penyair tidak melupakan ciri rima yang hampir bisa kita temukan dalam setiap bait puisi-puisi di buku ini. Bukan lalu kemudian penulis mengabaikan maknanya. Sering kali, penulis memberikan tekanan pada makna puisi ini pada larik-larik akhir puisinya. Datang tiba-tiba seperti sesuatu yang tidak muncul di muka tetapi mendadak mengada di ujung sajak, seolah menyadarkan pembaca yang terlalu larut dalam elemen musikalnya. Mengingatkan kembali bahwa ini adalah puisi yang seang mereka baca, bukan lirik lagu yang memang sungguh mengasyikkan untuk dilantunkan. 

“Jika kau ingin bernyanyi saat ini, | Yusuf telah bersiap dengan seruling. Bunyi tipis nan nyaring itu | akan meliukkan sepi di sekelilingmu | Sepi yang membuatmu berpikir - | di balik setiap peristiwa yang terjadi, | ada yang selalu ditutupi.” (Kain, hlm. 147)

Tentang bentuk ini juga disinggung oleh penyair Kiki Sulistyo dalam sedikit ulasannya untuk kumpulan puisi ini. Bahwa setiap penyair cenderung yang memberikan perhatian lebih banyak pada rima dalam puisi-puisi karyanya akan memahami pentingnya rima. Dalam puisi, rima tidak sekadar upaya memunculkan pengulangan bunyi di ujung larik. Seorang penyair yang berbakat akan mencoba memadukan antara rima dan komposisi sehingga rima tidak semata berakhir sebagai pengulangan bunyi yang serupa tetapi juga dapat terasa unsur musikalnya. Dengan kata lain, bukan hanya soal membuat pengulangan bunyi sebagaimana pada pantun, tetapi juga menjadikan puisi-puisi itu mampu “bernyanyi.”

“Kenangan,” kata Yusuf, | begitu menyibukkan pikiran, | dan aku  lebih suka menyibak | dan menyimak kenyataan.” (Sebuah Kota Kecil di Spanyol) 

Perhatian penulis pada unsur-unsur musikal kata dan tidak hanya pada rima bisa dilihat pada kutipan puisi di atas. Terdapat pengulangan bunyi pada ‘menyibak’ dan ‘menyimak’. Lalu ada ‘kenangan’ dan ‘pikiran’ yang hampir serupa di ujungnya, sementara ‘menyibukkan’ pun masih memiliki unsur bunyi /k/ untuk menemani kata ‘menyibak’ dan ‘menyimak’yang muncul belakangan. Luar biasa bukan betapa penyair dengan hati-hati mampu memilih kata-kata dengan elemen bunyi serupa tapi tetap menghasilkan baris-baris yang bermakna. Kira-kira, puisi-puisi seperti inilah yang akan banyak pembaca jumpai di buku ini.Lalu, apa itu solmisasi? Masih ada hubungannya dengan musik kok. Coba amat-amati dua suku kata pertama dari 'sol - mi - sa - si' deh. 


1 comment: