Search This Blog

Wednesday, March 29, 2017

Kisah tentang Ke-takberhingga-an Cinta

Judul: Angan Senja ∞ Senyum Pagi
Penulis: Fahd Pahdepie
Penyunting:  Falcon Publishing
ISBN: 9786026051455
Tebal: 353 hlm
Cetakan: Pertama- Maret 2017
Penerbit: PT Falcon 



34326408


Bagaimana matematika yang ditegakkan oleh dasar logika bisa berpadu harmonis dengan musik yang tersusun atas urutan nada-nada bisa saling berpadu menjadi sebuah komposisi nan indah? Kadang, dua hal yang sangat jauh berbeda sering kali malah bisa saling berpadu secara sempurna, sebagaimana Angan Senja dan Senyum Pagi. Angan adalah seorang murid SMA genius yang jago matematika. Senyum sebaliknya, adalah tipikal cewek gaul SMA yang sangat populer di sekolahnya. Sementara Angan cenderung introvert dan lebih suka membaca, Senyum suka banget bergaul dengan banyak orang. Siapa sangka, kedua karakter berbeda ini secara tidak sengaja dipertemukan dalam sebuah acara bolos sekolah. Meskipun alasan bolos keduanya berbeda (Angan karena bosan dengan pelajaran sementara Senyum bolos karena belum mengerjakan tugas), keduanya sama-sama berlindung di sebuah ceruk tersembunyi di belakang kelas. Di antara semua perbedaan besar yang memisahkan keduanya, Angan dan Senyum ternyata bisa akrab karena mereka telah menemukan satu persamaan mereka: musik.

Musik adalah matematika perasaan. Mungkin ia bisa dihitung, tapi punya kemungkinan tak terbatas. (hlm. 81)


Sebagaimana kisah cinta anak SMA, cerita Angan dan Senyum menjadi ikatan yang lebih dari sekadar teman. Seringnya frekuensi pertemuan akhirnya memunculkan rasa nyaman. Baik Angan atupun Senyum merasa sudah klop satu sama lain. Sayangnya, keduanya sama-sama menyangkal adanya perasaan tersebut. Besarnya jurang perbedaan ternyata mampu memaksa cinta bertekuk lutut, keduanya memutuskan bahwa yang satu tidak tercipta untuk yang lainnya. Angan ragu karena Senyum benar-benar bukan tipe gadis yang ia bayangkan jadi pasangannya, sementara Senyum juga masih ragu dengan sosok Angan. Meskipun rasa indah itu sama-sama telah membelit keduanya, rasa ragu dan buruk sangka telah menjauhkan keduanya. Akhirnya cinta sepasang SMA itu pun terpaksa berakir seiring dengan lulusnya Senyum. Oh iya, Senyum ini adalah kakak kelas Angan. Tepatnya Angan kelas 10 sementara Senyum sudah kelas 12. Perbedaan lain, Angan adalah anak IPA teladan, Senyum anak IPS populer: dua tipe kepribadian yang jarang sekali bisa akur.

Seandainya orang lain mengetahui bahwa melupakan adalah sebuah kebahagiaan, mereka akan mengerti bahwa mengingat segalanya adalah sebuah penderitaan. (hlm. 10)

Hampir tujuh belas tahun kemudian, keduanya dipertemukan lagi, sayangnya dengan jurang pemisah yang semakin besar. Senyum sudah menjadi seorang ibu satu anak. Meskipun sudah menjanda, saat itu Senyum posisinya sudah hendak menikah dengan Hari, seorang pengacara sukses.  Angan sendiri, meskipun masih melajang, telah menjadi seorang sukses dengan memanfaatkan bakat cemerlangnya di bidang matematika. Selain jago matematika, Angan juga dianugerahi ingatan yang supertajam. Semua yang pernah dia alami, dia lihat, dia rasakan, dia dengar akan terekam jelas dalam ingatannya.  Bakat ingatan ini selama ini telah sangat membantunya dalam meraih kesuksesan, tetapi untuk kenangan masa lalunya bersama Senyum, bakat itu malah menjadi siksaan. Sekuat apa pun Angan berusaha melupakan, kenangan akan Senyum Pagi tak pernah lekang dari ingatan. Tetapi, kenyataan lagi-lagi mengingatkannya untuk move on. Angan harus memilih melupakan Senyum Pagi untuk memenuhi janji terakhir mendiang ibunya: menikah dengan Dini, sepupu sekaligus calon mantu pilihan.

Kita ini bodoh, ya? Mungkin karena kita pernah saling jatuh cinta. (hlm. 325)

Sepanjang buku ini, pembaca akan menyaksikan tarik ulur perasaan antara Senyum dan Angan. Dua orang yang sebenarnya sama-sama saling mencinta tetapi terkalahkan oleh keadaan dan dugaan sehingga kebahagiaan tak kunjung hadir menyapa. Dengan lembut, penulis mengajak pembaca menikmati kisah cinta Angan dan Senyum. Sebuah kisah cinta yang manis, yang apa adanya, yang seolah benar-benar nyata berkat kepiawaian penulis merajut cerita. Walau secara garis besar, kisah di buku ini sederhana, justru di kesederhanaan itulah terletak keunggulan novel ini. Kalimat-kalimatnya tidak mendayu-dayu sok romantis dan tidak pula kelewat gaul sehingga malah terasa vulgar ala-ala novel romance kekinian. Angan Senja dan Senyum Pagi terasa sangat romantis lewat cara kisah itu disampaikan, bukan karena penggunaan bahasa yang aduhai berlebai bohai. Ini masih ditambah dengan kepiawaian penulis menarik ulur cerita sehingga pembaca yakin akan susah berhenti membaca kalau belum sampai ke penghujung cerita. Akhirnya, selamat menikmati satu lagi kisah cinta yang mengharu-biru  tetapi dikisahkan dengan sewajarnya tanpa berlebig-lebih dalam mengobral  kata-kata manis yang bikin diabetes.

Semua orang berhak bahagia ... . Pada waktunya, semua orang akan bahagia dengan jalannya sendiri-sendiri, Nduk. Tinggal kita mau emngambil langkahnya atau tidak. (hlm. 154)

Jempol tambahan untuk sampulnya. Awalnya, saya mengira sampul lukisan ini hasil nyomot di google image karena gambarnya tampak kasar dari kejauhan. Tetapi, setelah diamati secara saksama, dan setelah dapat konfirmasi dari tulisan di dalam bahwa sampul ini adalah sebuah lukisan, saya langsung menyukainya. Perpaduan warna orange dan hitam mungkin tampak kotor dari kejauhan, tetapi saat sampul buku ini dilihat dari dekat, baru ketahuan betapa indah komposisi dan perpaduan warnanya. Torehan-torehan kuas sang pelukis berhasil mengambil warna-warni senja juga warna-warni pagi untuk kemudian ditorehkan pada kanvas—menyusul pada sampul buku ini. Kertas sampulnya juga kuat dan teraba mantap, semantap kisah cinta yang disampulinya.  



No comments:

Post a Comment