Search This Blog

Tuesday, March 22, 2016

Yesterday in Bandung



                Kadang, kita merindukan sesuatu yang telah lalu karena masalah yang kita hadapi di kala itu tampaknya jauh lebih sederhana ketimbang yang menghadang saat ini. Dalam novel ini, lima tokoh dengan masa lalu yang berbeda-beda tentunya, memiliki harapan untuk bisa mengalami masa lalunya yang tampaknya lebih sederhana. Namun, kita semua sudah tahu bahwa masa lalu tercipta hanya untuk dikenang (baik dan buruknya), bukan untuk dialami lagi. Juga, tidak selalu masa lalu itu sederhana dan menyenangkan. Tokoh-tokoh di buku ini membuktikan bahwa ada hal-hal dalam masa lalu yang terlalu pahit untuk sekadar diingat, apalagi untuk dijalani lagi. Hal terbaik adalah menjalani saat ini dengan sebaik-baiknya agar kelak kita bisa mengenangnya sebagai masa lalu yang layak dikenang.

28406429

                “Tetapi, bukan penyesalan namanya kalau datang di awal.” (hlm. 63)

                Shali, Zain, Tania, dan Dandi adalah empat anak muda penghuni kos milik Aline. Lima tokoh ini mencerminkan karakter-karakter muda kekinian yang aktif, dinamis, ramai, dan tidak bisa jauh-jauh dari yang namanya baper. Lima anak muda dengan hari-hari yang selalu ceria dan masa depan yang sepertinya begitu hangat menyambut mereka. Namun, siapa sangka dibalik segala hal-hal biasa ini, ada secuil kisah masa lalu yang tidak hendak mereka ceritakan kepada siapa pun. Karena setiap manusia memiliki rahasianya sendiri, begitu pula dengan lima anak muda ini. Apa yang tampak baik-baik saja di luar sering kali digunakan untuk menutupi jiwa yang rapuh di dalam. Membaca novel ini, kita disadarkan bahwa manusia tidak pernah bisa menjadi mahkluk yang tidak punya rahasia.

                “Maka, ya, setiap perempuan memang punya rahasianya sendiri.” (hlm. 139)

                Ada ungkapan yang intinya menyarankan agar kita selalu  berlaku baik kepada orang lain karena setiap mereka memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Begitu juga lima orang ini. Shaki adalah gadis kaya asal Palembang yang menyimpan rasa malu karena ayahnya yang kedapatan selingkuh dan melakukan korupsi. Zain, pemuda dusun yang bercita-cita untuk kuliah dan menyejahterakan keluarga, tak disangka malah jatuh ke pergaulan hitam karena alasan untuk melindungi mereka. Tidak ada yang menyangka, pemuda playboy dan urakan ini terlibat dalam sesuatu yang sedemikian beratnya untuk lepas. Ada juga, Tania, gadis tomboy dan selalu ceria namun memiliki masa lalu yang kelam dengan mantan pacarnya. Kemudian, Dandi si pendiam, yang sedemikian diamnya hingga dia memilih untuk mendiamkan perasaannya. Terakhir, Aline, si pemilik kostan; seorang wanita tangguh dan mandiri … tetapi rupanya tidak setangguh yang dia perlihatkan.

                Dalam satu kost, kelima orang berbeda karakter ini saling berinteraksi. Mereka mengalami hari-hari khas ala anak kost: makan bareng, rebutan kamar mandi, gentian masak, hingga main gitar rame-rame di depan kamar. Apa yang di awal buku terlihat menyenangkan ternyata menyimpan kelam yang semakin tersibak menjelang akhir cerita. Satu demi satu permasalahan muncul, apa yang disebut sebagai masa lalu yang layak dikenang ternyata tidak semuanya demikian. Membaca kisah kelima orang ini, kita kembali diingatkan bahwa seberat apa pun masalah yang menghadang, kita masih beruntung karena Tuhan masih memberikan kita pilihan.

                Setiap masalah selalu aka nada solusinya. Namun, seringkali solusi itu datang satu paket dengan masalah yang timbul sehingga banyak kita yang luput memperhatikannya. Kita seringkali terlalu larut dalam memikirkan masalahnya, sampai-sampai tidak melihat jawaban yang seringkali sederhana. Namun, kita semua sudah tahu, sejak dulu tidak pernah ada kata sederhana kalau sudah berurusan dengan cinta, demikian juga kisah kelima orang dalam buku ini dengan cinta mereka masing-masing. Satu hal lagi yang saya pelajari dari membaca novel yang sarat drama ini adalah jangan terlalu bersikap dramatis ketika sebuah persoalan datang menghadang. Kejernihan pikiran amat diperlukan dalam masa-masa genting seperti itu, jadi singkirkan dulu dramanya, agar tidak kebanyakan dan malah bikin pusing. Seperti buku ini, yang menurut saya terlampau sarat drama.

Rasa suka dan patah hati itu saling melengkapi.” (hlm. 149)

                Lima penulis bekerja sama menulis satu kisah, dengan lima karakter. Hasilnya adalah satu novel utuh yang ramai. Bukan ramai karena terlalu banyaknya karakter (saya pernah membaca buku dengan karakter utama yang lebih dari lima, tapi tetap baik-baik saja), namun lebih karena banyaknya ide atau gagasan cerita dari lima kepala berbeda yang bersliweran dalam satu cerita. Secara alur dan cerita, buku ini enak diikuti, tapi kalau dirasakan seperti ada terlampau banyak rasa dalam satu masakan. Ibaratnya, seperti memasak mi instan dengan lima bumbu berbeda (padahal biasanya cukup 3 saja—minyak sayur, bumbu cabe, dan bumbu gurih) sehingga terasa riuh meskipun tetap enak. 

Selain itu, entah saya saja atau mungkin pembaca lain juga yang merasa bahwa karakter cowok di buku ini masih terasa ditulis oleh cewek? Yah, memang kelima penulisnya cewek semua sih, tapi … ya pokoknya begitu lah wkwkwk. Terutama si Ferdian yang sikap ‘emak-emak-nya’ sepertinya hanya hidup dalam imaji cewek-cewek, atau tentang Zain yang—jujur saya kebingungan membayangkan sosoknya—terlampau memiliki banyak karakter (playboy, urakan, jorok, setia kawan, berbakti kepada orang tua, peka tapi sekaligus juga nggak peka). Namun, selain itu, saya cukup menikmati kisah lima anak muda ini. Saya belajar banyak dari mereka untuk tidak menyia-nyiakan masa kini, untuk berhenti melihat terus masa lalu, dan mulai bergerak menyambut masa depan secara lebih positif. 

Judul: Yesterday in Bandung
Pengarang: 

Editor: Pradita Seti Rahayu
Cetakan: 1, Maret 2015
Tebal: 260 hlm
Penerbit: Elex Media Komputindo
   

6 comments:

  1. Pertanyaan saya: Karena ada 5 karakter, bingung nggak dengan karakter-karakter selama membaca? Kadang ada novel yang bikin bingung gara-gara kebanyakan karakter utamanya.

    ReplyDelete
  2. terima kash banyak ya mas Dion resensinya^^

    ReplyDelete
  3. Rasa suka dan patah hati itu saling melengkapi.
    hmmmm, benar juga sih

    ReplyDelete