Search This Blog

Tuesday, November 29, 2016

Winter: Pertempuran Final di Bulan

Judul: Winter
Penulis: Marissa Meyer
Penerjemah:Yudith Listiandri
Jumlah halaman: 900 halaman
Cetakan: 1, Agustus 2016
Penerbit: Spring


31306759

Akhirnya Winter membawa saya ke penghujung The Lunar Chronicles bersama para putri dan pangeran dongeng yang dimodifikasi. Ada banyak hal yang menjadikan buku tebal ini menarik. Pertama, unsur dongeng yang dengan apik disisipkan dalam sebuah kisah roman-fantasi. Kedua, setting futuristik yang mengingatkan kita pada serial Starwars. Ketiga, betapa banyak dan kompleksnya konflik yang diangkat penulis seri ini, dan keempat para karakter yang membuat para pembaca jatuh cinta. Lama setelah kisah ini selesai dibaca, Kai, Cinder, Scarlet, Wolf, Thorne, Cress, Winter, Jacin, dan bahkan Iko; akan terus berdiam di sudut benak pembaca. Sesekali mengingatkan bahwa dahulu pernah ada seorang mekanik bertangan robot yang mampu mengendalikan pikiran, atau seorang pangeran dari Persemakmuran Timur yang menjadi idol para remaja Bumi, atau seorang peretas andal berambut panjang yang terperangkap dalam satelit bumi, atau seorang putri dari Bulan yang kecantikannya malah semakin sempurna karena luka kecil di wajah cantiknya.

Setelah Cinder (Cinderela), Scarlet (Tudung Merah), dan Cress (Ranpunzel); di buku keempat ini penulis mengadopsi kisah si Putri Salju atau Snow White yang mewujud dalam diri Putri Winter. Winter adalah putri tiri dari Levana, yang berarti juga sepupunya Cinder. Mengadopsi kisah Snow White, alkisah Ratu Levana itu iri dengan kecantikan Winter. Dia lalu memaksa sang putri untuk merusak wajahnya sendiri saat Winter masih kecil. Tiga bekas luka melintang di wajahnya yang mulus, tetapi anehnya bekas luka itu malah menjadikan wajah Winter menjadi semakin cantik. Rakyat Bulan begitu memuja dan mencintai sang Putri. Karena berang, Levana mengutus Jacin untuk mengawasi Winter. Dialah sang pemburu yang diutus untuk membunuh sang putri. Tapi, alih-alih menaati perintah sang Ratu, Jacin malah menyelamatkan sang putri. Kisahnya mirip dengan kisah inti dongeng Snow White memang, tetapi bagi yang sudah megikuti perjalanan awak Rampion, kisahnya jauh lebih kompleks dan lebih seru dari sekadar dongeng putri salju.

Winter adalah buku pamungkas dari seri The Lunar Chronicles. Di buku keempat inilah Cinder dkk akhirnya harus berhadapan langsung dengan Levana dan para ahli sihirnya. Lebih menariknya lagi, seluruh kejadian di buku keempat hampir semuanya terjadi di Bulan. Setelah di tiga buku pertama penulis menggunakan setting Asia, Eropa, dan Afrika; buku keempat ini menjadi pemuas pembaca yang mungkin penasaran dengan Kerajaan Bulan. Bulan dalam buku keempat ini tidak jauh berbeda dengan bulan versi kita. Hanya saja, kota-kota di Bulan berada dalam kubah-kubah kaca yang melindungi warga di dalamnya dari kehampaan luar angkasa. Setiap sektor kubah dibagi menurut penduduknya, ada sektor kayu, sektor tambang, dan sektor pertanian. Ini sedikit mengingatkan kita pada setting di seri The Hunger Games. Penulis terbilang cukup detail dalam menggambarkan sistem politik dan kehidupan keseharian warga di Bulan. Inilah salah satu yang saya suka dari seri ini, detailnya sangat menyenangkan diikuti, bikin betah membaca buku yang lumayan tebal ini (900 halaman, dong, Kak, warbiazah).

Dari segi cerita, penulis pandai banget menempatkan 'permata-permata' di sepanjang jalan cerita. Untuk buku setebal ini, kebanyakan narasi apalagi adegan romansa biasanya bakal bikin pembaca gampang menguap. Tetapi, pinternya si penulis, selalu saja ada hal-hal yang menggerakkan cerita. Pas tempo lagi lambat, tahu-tahu ada kejutan yang bikin pembaca penasaran. Lagi asyik-asyiknya menikmati, eh darah berceceran. Pas lagi seneng-senengnya si A selamat, eh kok tau-tau udah ketangkep lagi. Susah untuk melepaskan buku ini karena selalu saja ada hal-hal menarik yang membikin pembaca ingin terus membaca. Apalagi karena ini buku terakhir, keingintahuan pembaca tentang akhir cerita Cinder vs. Levana tentunya semakin besar. Dan adegan pertempuran epic di ending buku ini memang finale banget, tidak tanggung-tanggung alias penuh pertarungan, darah, intrik, juga aneka jebakan yang mengejutkan. Ibaratnya membaca sebuah kisah dari dunia fiksi yang dibangun dengan sedemikian lengkap.

Jadi, apa saja yang bakal didapatkan pembaca di buku ini? Pertarungan final antara Ratu Levana dan Putri Selene, sudah jelas. Juga, kita dipertemukan dengan Putri Winter yang ternyata menghadapi persoalannya sendiri. Cress dan Scarlet juga muncul di buku ke empat ini. Bahkan, bisa dibilang setiap putri di seri ini menghadapi pertempurannya masing-masing. Dan penulis tidak terkesan menggampangkan perjuangan mereka. Malahan, selalu saja ada halangan menghadang Cinder cs. yang bikin pembaca senewen, tapi justru hal-hal seperti ini yang bikin ceritanya nggak datar dan makin seru. Setiap perjuangan keempat gadis itu tidak digambarkan dengan mudah, bahkan cenderungnya mereka kudu berjuang sampai berdarah-darah. Maka, hilang sudah kesan dongeng yang unyu, yang ada adalah sebuah kisah fantasi yang seru. Nah, unsur romansa antar karakternyalah yang sepertinya bikin buku ini tetap terasa unyu walaupun banyak adegan dor, jleb, buk, doar di dalamnya. Sebuah penutup yang epik untuk kisah retelling yang tidak sekadar retelling, tetapi juga menghasilkan sebuah kisah baru yang tak kalah legendarisnya.


2 comments:

  1. Saya baca seri ini kok gak mudeng ya? Cinder, ga sampai pertengahan udah nyerah gitu aja. Nggak bisa cerna jalan ceritanya. Tergolong berat buatku. Yah, mungkin fantasy luar memang bukan makananku.

    Tapi yang bikin aku sedih, banyak banget temen2 bloger yang justru ngidolain seri ini dan menjadu pembaca setia Lunar Chronichles. Sedihnya karena saya gabisa se-enjoy dan senyaman mereka. Tapi aku ada sedikit niat sih untuk re-read Cinder. Barangkali nanti bisa nyambung. Who knows, is it?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tidak apa-apa, tidak perlu memaksa suka pada satu buku hanya karena banyak blogger lain juga membacanya. Setiap orang punya jodoh bukunya masing-masing kok. Bukannya membaca itu seharusnya menyenangkan, bukan memberatkan.

      Delete